Anak-anak berusia belasan tahun, tapi punya kedewasaan dan ketenangan pikiran yang melampaui usianya. Saya melihatnya di dalam arena MilkLife Archery Challenge Kejuaraan Nasional Antarklub 2025 (panahan) di Stadion Supersoccer Arena (SSA), Kudus.
Dari pertandingan itu, saya mendapat banyak insight tentang ketenangan. Salah satunya dari Danesh (11). Ia memang gagal juara di kejuaraan tersebut, tapi caranya bersikap dan menerima hasil itu membuat saya takjub.
Ketegangan dalam keheningan di arena panahan Kudus
Athar Danesh Firmansyah, atlet asal Jakarta Barat itu, berdiri tegap memegang busur panahnya sembari fokus membidik target. Setelah beberapa kali melepaskan anak panah, Danesh, sapaan akrabnya, langsung menoleh ke arah belakang untuk meminta saran dari sang pelatih.
“Tinggi lagi, Nes, arah jam 12,” kata sang pelatih usai mengecek papan target dari teropongnya.
Mendengar arahan tersebut, Danesh langsung bersiap lagi menghadap depan sembari mengangkat busur panahnya. Ia butuh konsentrasi penuh untuk sejenak melupakan rasa sakit di lengan kirinya yang bengkak.
“Atur napas Nes, tenang. Masih ada waktu,” kata sang pelatih di sela-sela pertandingan panahan, MilkLife Archery Challenge Kejuaraan Nasional Antarklub 2025 di SSA, Kudus, Selasa (16/12/2025).

Sementara itu, Lila (ibu Danesh) hanya bisa mengamati anak keduanya itu dari kejauhan. Tepatnya di atas tribun SSA, Kudus. Perasaannya campur aduk, gelisah, sekaligus bangga melihat ketangguhan anaknya di atas lapangan hijau. Padahal kemarin sore, Lila baru saja mengantar Danesh ke ruang medis.
“Saya cuman bisa berdoa dan fokus dengan bahasa tubuh anak saya. Saya berusaha nggak terlalu berisik saat dia membidik supaya konsentrasinya terjaga, tapi begitu anak panah lepas, saya siap jadi suporter paling heboh,” tutur Lila.
“Intinya, saya hadir di sana supaya dia merasa ‘ada yang dukung’, apapun hasilnya,” lanjutnya.
Tangan cedera karena tali busur panah yang putus
Sehari sebelum pertandingan, Danesh mengalami cedera di lengan kirinya karena string (tali busurnya) tiba-tiba putus saat latihan. Kejadian itu membuat tangannya bengkak sehingga harus di-rontgen di ruang medis.
Saat itu juga Danesh sebetulnya bisa saja mundur dari pertandingan esok hari, tapi ia memilih lanjut dan berjuang sampai akhir.
“Waktu dibawa ke ruang medis itu, saya sudah tanya ke Danesh, mau lanjut atau nggak? Ternyata dia mau lanjut. Nggak bisa diragukan lagi sih mental ini anak,” kata Pelatih Segar Archery Jakarta Barat sekaligus pelatih Danesh, Alwan yang mendampingi atletnya di Kudus.
Masalah tak berhenti di situ. Usai mendapat jawaban dari Danesh, Alwan harus memutar otak untuk mencari busur pengganti. Beruntung, Danesh bisa menggunakan busur milik kakaknya yang sebetulnya lebih besar dibanding busur miliknya.
Panahan: seni mengalahkan ketakutan dan pergulatan pikiran
Meski berujung pulang tanpa gelar juara di Kudus, Danesh mengaku bangga bisa menyelesaikan pertandingan. Ia berhasil menahan rasa sakit, berusaha beradaptasi dengan busur panah baru hingga menang dari ketakutannya sendiri.
Oleh karena itu, ia tetap tersenyum bangga saat pertandingan usai. Ia mungkin kalah di pertandingan, tapi merasa menang atas pergulatan dalam pikirannya sendiri.
Sejak mengikuti olahraga panahan tahun 2020, Danesh mengaku, jauh lebih kuat baik secara fisik maupun mental. Sebab setiap hari dia belajar fokus sekaligus ikhlas saat melepaskan anak panah.
“Dari olahraga panah aku belajar buat fokus pada target, terus waktu panah udah lepas dari busur baru ada perasaan ikhlas untuk menerima apapun hasilnya,” ucap Danesh saat ditemui Mojok di tribun SSA, Kudus.
“Kalau misalkan meleset pun, kita nggak boleh baper lama-lama. Harus segera move on untuk menyiapkan anak panah berikutnya.”
Ketenangan pikiran melampaui usia atlet panahan di Kudus
Usia Danesh masih 11 tahun. Tapi caranya menyikapi situasi–sebagaimana tergambar di atas–jauh melampaui usianya.
Kedewasaan dan kejernihan berpikir tersebut sedikit banyak terbentuk dari prosesnya dalam berlatih panahan. Sebab, dalam panahan, ketenangan pikiran menjadi salah satu kemampuan yang harus ditempa para atlet.
Pelatih Segar Archery Jakarta Barat sekaligus pelatih Danesh, Alwan, berujar panahan merupakan olahraga akurasi yang terukur, sehingga membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi serta fokus yang bagus.
“Apalagi, olahraga ini tercatat dalam redaksi hadits nabi. Jadi, insyaallah juga bernilai pahala.” Ucap Alwan.
Lewat wawancara secara terpisah, pelatih Bhayangkara Archery Raja Ampat, Rafi, menjelaskan kalau di panahan ada latihan imagery untuk melatih ketenangan atlet. Biasanya, mereka dipersilakan duduk bersila dan memejamkan mata.
“Mereka diminta membayangkan seluruh proses memanah secara detail lewat pikiran. Mulai dari persiapan, memasang anak panah, hingga melepas anak panah. Jadi mereka nggak pegang busur, tapi gerakannya seolah-olah sedang bertanding,” tutur Rafi di SSA, Kudus.
“Latihan itu sama pentingnya dengan latihan fisik. Sebab atlet panahan perlu napas yang stabil untuk melepas anak panah mereka. Salah sedikit saja, arah bidikannya bisa bergeser. Lebih dari itu, latihan imagery tak hanya berguna saat pertandingan, tapi juga terbawa dalam kehidupan sehari-hari (membentuk seseorang dengan karakter sebagaimana tergambar dari sosok Danesh),” sambungnya.
***
Tak ada mendung di wajah Danesh usai gagal di arena. Dia meninggalkan arena, menenteng peralatan panahannya tetap dengan wajah cerah, secerah matahari pagi di Kudus hari itu.
Anak panahnya masih akan ia bidikkan ke kejuaraan-kejuaraan lain. Anak panah boleh meleset di satu kejuaraan, tapi masih ada anak panah-anak panah lain yang masih bisa ia luncurkan.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Tak Minder Pakai Raket Murah, Meski Seadanya tapi Bisa Beri Kebanggaan pada Orangtua di Lapangan Bulu Tangkis atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan