Meluruskan Cerita “Goa Safarwadi Tasikmalaya Bisa Tembus Makkah” agar Tak Salah Kaprah

Salah paham pada Goa Safarwadi, Pamijahan, Tasikmalaya yang konon bisa tembus Makkah MOJOK.CO

Ilustrasi - Salah paham pada Goa Safarwadi, Pamijahan, Tasikmalaya yang konon bisa tembus Makkah. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Goa Safarwadi yang konon bisa tembus ke Makkah itu berada Desa Pamijahan, Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya (Tasik Selatan). Goa ini mengundang banyak peziarah dari berbagai kota untuk mengunjunginya.

Belakangan muncul sentimen negatif di X dan Instagram mengenai Goa Safarwadi yang dianggap menyesatkan dan melanggengkan logika mistika.

Goa tersebut dinarasikan jadi kunjungan orang-orang yang ingin haji ke Makkah. Hal ini tidak lepas dari mitos bahwa goa tersebut lorongnya bisa menembus hingga ke tanah suci. Tentu saja, banyak warganet menganggapnya sebagai kebodohan dan kesesatan belaka.

“Benar-benar tersesat ini mah sudah.”

“Emang paling bahaya kalau udah mabuk agama tanpa landasan ilmu yang tepat.”

“Bisa nggak digenosida aja langsung orang-orang itu…”

“Pengin haji gratisan.”

Itu beberapa saja dari sekian banyak komentar miring pada peziarah di Goa Safarwadi, Pamijahan, Tasikmalaya.

Pamijahan Tasikmalaya: jujukan santri di abad 17 Masehi

Mengutip dari buku Sejarah Perjuangan Syekh Abdul Muhyi Waliyullah Pamijahan (1997) karya Khaerussalam, Desa Pamijahan, Tasikmalaya, telah eksis sejak abad ke-17 Masehi.

Desa ini didirikan oleh Syekh Abdul Muhyi dalam rangka menyebarluaskan agama Islam di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Di masa hidup Syekh Abdul Muhyi, desa ini dikenal dengan nama Safarwadi, sebelum akhirnya lebih dikenal dengan nama Pamijahan.

Safarwadi diambil dari bahasa Arab yakni “Safar” yang artinya jalan. Sementara “Wadi” berarti lembah atau jurang. Jadi Safarwadi adalah jalan yang berada di atas jurang. Hal ini sesuai dengan letaknya yang berada di antara dua bukit di pinggir jurang.

Sedangkan penamaan Pamijahan diambil dari bahasa Sunda: “Mijah”. Dalam tradisi lisan setempat, Mijah berarti pindah. Ini merujuk cerita Syekh Abdul Muhyi dan para santrinya.

Dulu, setiap santri yang ilmunya dianggap sudah matang, akan diminta Syekh Abdul Muhyi untuk “mijah”: pindah atau merantau guna mendakwahkan ilmunya ke daerah luar.

Goa Safarwadi di Pamijahan Tasikmalaya punya lorong tembus Makkah

Mengutip berbagai sumber, dulu Syekh Abdul Muhyi mengajar para santri dan melakukan aktivitas ibadahnya di sebuah goa di desa (yang kemudian dikenal dengan nama Goa Safarwadi).

Selain menjadi tempat mengajar dan ibadah, cerita tutur yang berkembang menyebut bahwa goa ini dulu bisa tembus ke Makkah. Syekh Abdul Muhyi dipercaya bisa bolak-balik menunaikan haji dan umrah lewat sebuah lorong di Goa Safarwadi, Pamijahan, Tasikmalaya itu.

Bahkan, konon, lewat goa ini pula Syekh Abdul Muhyi selalu ke Makkah seminggu sekali, untuk melaksanakan salat Jumat di Masjid al-Haram. Hanya Syekh Abdul Muhyi yang bisa. Tidak dengan santrinya.

Suatu kali saat ziarah ke sana saya pernah iseng bertanya pada juru kunci goa, “Kalau juru kunci, apa bisa juga pergi ke Makkah lewat goa ini?”

“Hanya Waliyullah (Syekh Abdul Muhyi) yang bisa,” begitu jawab si juru kunci.

Sulit memang untuk membuktikan, apakah orang lain selain Syekh Abdul Muhyi bisa tembus ke Makkah lewat goa itu. Pasalnya, lorong yang diduga menjadi jalur menuju Makkah ditutup dengan gerbang besi. Peziarah hanya bisa menyaksikannya dari luar, tak bisa menjelajah masuk.

Salah paham pada narasi “lorong tembus ke Makkah”

Dian (25) pemuda dari Ikatan Remaja Masjid Desa Pamijahan, Tasikmalaya, memberi tanggapan atas sentimen yang mencuat di media sosial.

Begini, kata Dian, ada dua tujuan para peziarah ke Goa Safarwardi. Pertama, ziarah ke makam Syekh Abdul Muhyi yang tidak jauh dari goa. Kedua, sekadar ingin melihat lorong yang konon bisa tembus ke Makkah.

Sementara, narasi yang belakangan mencuat di media sosial menyebut bahwa para peziarah datang ke Goa Safarwadi dengan tujuan agar bisa berhaji (baik dalam makna simbolis maupun sesungguhnya).

Lebih-lebih video yang beredar menunjukkan para peziarah masuk gowa sembari melantunkan kalimat talbiyah: “Labbaikallahumma labbaik“. Kalimat yang diucapkan oleh jemaah haji setiba di tanah suci.

”Caption dan audio yang ada dalam video itu hasil editan, tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi di kalangan para peziarah, alias hoaks,” ungkap Dian, Kamis (6/3/2025) pagi WIB.

“Niat para peziarah datang ke Goa Safarwadi itu untuk berziarah dan napak tilas perjuangan Syekh Abdul Muhyi, bukan berangkat ke Mekah lewat goa,” sambungnya.

Lagipula, lanjut Dian, masyarakat setempat tidak pernah membangun narasi bahwa peziarah bisa ke Makkah lewat goa. Karena memang hanya Syekh Abdul Muhyi yang bisa. Masyarakat setempat hanya mencoba menceritakan kisah karomah tersebut.

“Dan biasanya para peziarah masuk ke goa sambil melantunkan salawat, bukan bacaan talbiyah. Jelas sekali kalau video yang beredar itu hasil editan,” beber Dian.

Ziarah ke Gowa Safarwadi bukan bentuk ketertinggalan

Muhidin M. Dahlan (47), seorang arsiparis yang berdomisili di Jogja turut memberikan komentar atas riuhnya narasi soal Goa Safarwadi di media sosial.

“Goa Safarwadi adalah bentuk atraksi kebudayaan, jangan dianggap sebagai potret ketertinggalan. Kalau Goa Safarwadi mulai ditinggalkan, perekonomian akan mati,” tuturnya saat kami bersua di Kedai Sebelah Toko, Ngaglik, Sleman, Rabu (25/2/2025) siang WIB.

Gus Muh, sapaan akrabnya, mengakui bahwa kultur mistisme-Islam di Tasikmalaya memang sangat kental.

“Bagi saya, tradisi ziarah di Pamijahan ini jangan sampai hilang. Orang kadang lupa dengan local wisdom yang hanya bisa ditemukan di daerah yang memang melestarikan budaya. Jika budaya mati, maka hilang kebijaksanannya,” sambungnya.

Sementara mengutip buku Naik Haji di Masa Silam: Kisah Orang-Orang Indonesia Naik Haji 1482-1964 karya Henri Lambert-loir jilid 1 (periode 1482-1890), munculnya narasi bisa pergi haji melalui goa bisa dimaknai sebagai sikap eskapis.

Pergi haji tentu saja bukan perkara mudah. Terutama bagi kalangan bawah. Oleh karena itu, masyarakat bawah menciptakan mitos “sebagai penghibur”.

Di level ekstrem, merujuk Bab Ritual Subtitusi dari buku ini, mitos yang dibangun bahkan sampai di titik meyakini akan mendapat pahala setara haji hanya dengan mengunjungi tempat keramat seperti Goa Safarwadi. Jelas saja ini tampak sebagai penghibur belaka bagi yang tidak bisa sama sekali menunaikan haji langsung ke tanah suci. Wallahu a’lam.

Penulis: Rizky Benang
Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Kisah Makam Keramat yang Tergusur Tol Jogja Solo: Ada di Sleman, Kulon Progo, hingga Boyolali atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

 

Exit mobile version