Perayaan malam tahun baru di Jakarta membuat iri beberapa orang di Surabaya. Sebab, malam tahun baru di Kota Pahlawan tidak bisa dinikmati. Tidak ada pesta kembang api. Yang ada konvoi motor knalpot brong.
***
Tujuh tahun di Surabaya, tiap malam baru, saya selalu memilih menepi dari keriuhan jalanan kota. Kalau tidak menghabsikan semalam suntuk di warung kopi langganan di Jemur Wonosari, Wonocolo, ya berdiam diri saja di kosan. Saya tidak suka keramaian. Itu saja alasannya.
Yang paling baru, malam pergantian tahun 2023 ke 2024, saya memilih menghabiskan malam di rooftop kos. Saya sudah merasa cukup melihat kembang api keci-kecil bermekaran di langit-langit Wonocolo dari rooftop itu.
Iri dengan perayaan di Jakarta
Surabaya di malam hari memang terlihat “lebih indah”. Apalagi jika di langit-langit kotanya dipenuhi warna-warni kembang api di malam tahun baru. Terkesan romantik.
Namun, setidaknya dalam kurun enam tahun terakhir, ternyata ada saja orang Surabaya (asli maupun perantau) yang merasa tidak menikmati malam tahun baru di Surabaya. Mereka malah iri dengan perayaan malam tahun baru di Jakarta.
Fakta tersebut saya dapat dari komentar-komentar di akun Instagram @surabayaviews.id. Malam tadi, akun tersebut menyajikan konten berisi video perbandingan suasana malam tahun baru di Jakarta dan Kota Pahlawan.
Lihat postingan ini di Instagram
“Sedih kalau kota sebelah (maksudnya Jakarta) merayakan tahun baru baguss di bundaran HI kita dioperasi polisi, suruh tidur aja di rumah,” begitu bunyi caption konten tersebut.
Komentarnya terbelah dua. Ada yang merasa lebih enak malam tahun baru di rumah atau kos saja. Ada pula yang menyayangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang membatasi masyarakat mengekspresikan keriangan mereka dalam menyambut momen malam tahun baru.
Malam tahun baru di Surabaya yang biasa aja
Heriawan (29) mengakui, rasa iri terhadap perayaan malam tahun baru di Jakarta yang meriah sebenarnya hanya karena modus eksistensi. Maklum, di era media sosial, orang-orang—paling tidak bagi Heriawan sendiri—merasa perlu membagikan aktivitasnya kepada orang lain.
Sialnya, keseruan semacam di Jakarta—setidaknya dari yang tergambar di konten @surabayaviews.id—tidak bisa dia dapatkan di Surabaya.
“Misalnya lah pada pergantian tahun 2022 ke 2023 lalu. Itu nggak ada pesta kembang api. Dilarang. Padahal selama Covid-19 sebelumnya nggak ada acara begitu-begitu. Jadi nggak asyik,” ungkap pemuda asal Surabaya itu, Jumat (28/12/2024) pagi WIB.
Pada saat itu, Pemkot Surabaya memang meniadakan pesta kembang api. Menggantinya dengan rangkaian kegiatan seni-budaya di Balai Pemuda.
Heriawan tentu membaca niat baik Pemkot Surabaya. Namun, jika acara semacam itu saja digelar, kenapa “sekadar” menyalakan kembang api dilarang? Aneh.
Pemkot terlalu kaku
Selain itu, Heriawan juga meresahkan patroli polisi tiap malam tahun baru di Surabaya.
Katanya, polisi hanya ingin memastikan kondusivitas Kota Pahlawan, mencegah kejahatan jalanan, dan mengantisipasi kenakalan remaja karena mabuk-mabukan atau lain-lain.
“Tahun baru yang 2023 ke 2024 itu, Cak Eri (Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi) malah mengimbau camat dan lurah buat bikin acara di tempat masing-masing. Biar anak-anak terutama, nggak berbuat nakal di jalanan,” ungkap Heriawan.
Baginya, Cak Eri hanya parno saja. Padahal tidak mesti demikian. Anak-anak itu hanya ingin merasakan suasana yang meriah di momen satu tahun sekali itu.
“Terus kalau ada konvoi motor brong misalnya, namanya juga mengekspresikan kegemberiaan. Jangan kaku-kaku amat lah,” sambung pemuda asal Lidah Wetan itu.
Suara motor brong itu barangkali memang mengganggu. Tapi bagi Heriawan, yang paling penting adalah mereka tidak merusak fasilitas umum atau berbuat kejahatan kepada orang lain.
Malam tahun baru di Surabaya tidak bisa dinikmati
Pendapat berbeda diberikan oleh Gina (27).
Saat melihat konten di akun Instagram @surabayaviews.id, muncul sedikit rasa iri. Namun, baginya, bukan tanpa sebab kenapa Pemkot Surabaya terkesan protektif untuk perayaan malam tahun baru di Kota Pahlawan.
“Kenapa ada patroli, penyekatan, dan larangan pesta kembang api, ya karena memang orang-orang Surabaya nggak tertib. Belum lagi kalau ada orang-orang luar daerah yang konvoi ke Surabaya. Jadi ya maklum lah kalau pengamanan diperketat,” ungkap Gina.
Lebih-lebih, konvoi motor knalpot brong di Surabaya bukan hanya terjadi di malam tahun baru saja. Di malam-malam biasa pun kerap terjadi.
“Sudahlah bising, ugal-ugalan di jalanan pula. Kalau ada konvoi, jalanan Surabaya dikuasai mereka-mereka e. Jadi bikin macet. Ganggu pengendara lain,” imbuhnya.
Dia pun tidak menampik, selalu ada potensi kenakalan di setiap malam tahun baru di Kota Pahlawan. Mabuk-mabukan adalah yang paling umum. Wong di perkampungannya sendiri saja dia kerap menjumpai kok.
Persoalannya, setelah terpengaruh minuman keras, banyak dari para pemimun itu adrnalinnya naik. Kalau tidak ramai-ramai di tengah perkampungan ya langsung naik motor ugal-ugalan di jalan. Itulah kenapa, kata Gina, ya maklum saja kalau polisi melakukan penyekatan dan patrol di sepanjang malam.
Konvoi-konvoi
Dari tahun ke tahun, konvoi motor knalpot brong masih jadi subjek meresahkan. Maka, penyekatan dan patroli ketat pun selalu dilakukan Pemkot Surabaya tiap malam tahun baru. Cek saja di pemberitaan-pemberitaan dari tahun ke tahun.
Misalnya untuk malam tahun baru 2025 nanti. Polrestabes Surabaya akan melakukan penyekatan di 12 titik. Antara lain di Bundaran Cito, Berbek Industri, Pondok Tjandra, Jembatan Karangpilang, MERR Gunung Anyar, serta perbatasan Lakarsantri-Menganti.
“Penyekatan ini bertujuan menciptakan suasana aman dan tertib di Surabaya,” jelas AKBP Arif Fazlurrahman selaku Kasatlantas Polrestabes Surabaya dalam keterangan tertulisnya.
Penyekatan itu guna menghalau kedatangan rombongan konvoi dari luar Surabaya. Sementara patroli dalam kota diharapkan bisa mencegah situasi tidak kondusif.
Rumah jadi tempat ternyaman
Tidak ada istilah “keluar rumah” setiap malam tahun baru tiba. Gina dan keluarganya memilih kumpul-kumpul di rumah. Masak-masak dan makan-makan di rumah.
Tak jarang pula, dulu, Gina mengajak teman-temannya mahasiswa perantau menghabiskan malam tahun baru di rumahnya saja.
“Kalau mau iri sama Jakarta atau kota lain, harusnya bukan iri sama meriahnya acaranya. Tapi iri sama ketertiban orang-orangnya. Sementara malam tahun baru di sini (Surabaya) memang nggak bisa dinikmati, selama orang-orangnya nggak mau tertib,” tutur perempuan asal Gubeng, Surabaya, itu.
Tidak hanya Gina, banyak warganet di kolom komentar akun @surabayaviews.id juga berkomentar serupa. Konvoi motor knalpot brong adalah pengganggu yang merusak kenyamanan Kota Pahlawan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News