Sejumlah remaja hingga orang dewasa tampak teliti melihat karya lukisan yang dipajang dalam Pameran Ragam Flora Indonesia. Pameran ini merupakan kegiatan yang ke-lima dan telah dibuka pada Sabtu (12/7/2025). Sebanyak 65 karya dari 43 seniman botani di berbagai daerah dipajang di sana.
Masyarakat dapat melihat 71 spesies tumbuhan asli dan endemik Indonesia sampai Sabtu (19/7/2025) mendatang di Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja. Mojok berkesempatan hadir pada pameran yang bertajuk Khazanah Alam Nusantara tersebut.
Karya terpilih di Pameran Ragam Flora Indonesia
Saat asyik menikmati karya lukisan di setiap lorong ruangan, saya bertemu dengan Eunike Nugroho, salah satu seniman yang empat karyanya dipajang dalam pameran tersebut. Salah satunya adalah lukisan “ulet” bergambar pare belut.
Alasan Eunike Nugroho atau yang akrab dipanggil Keke, tertarik melukis pare belut di Pameran Ragam Flora Indonesia karena bunganya. Keke kagum melihat mahkota bunga berwarna putih yang tumbuh di ketiak daun pare belut tersebut. Terlebih pada rumbai-rumbai bunga yang tampak seperti renda. Rumit, tapi elok untuk dipandang.
Keke pun mulai meriset secara keseluruhan bagian tumbuhan dari pare belut seperti biji, buah, daun, hingga batang. Dari sana, Keke menemukan keunikan lain yakni warna buah pare belut. Biasanya, buah yang sering ia jumpai berwarna hijau atau sudah matang. Ternyata saat tua, warnanya berubah menjadi kuning, oren, merah yang melebur seperti senja.

Tak hanya melakukan riset, sebelum karyanya dipajang di Pameran Ragam Flora Indonesia Keke juga menanam langsung pare belut untuk mengetahui daur hidup tanaman asli Indonesia tersebut. Ia mengaku, dibandingkan proses melukis, proses menanam pare belut justru membutuhkan waktu lebih lama.
“Jadi ini kan pamerannya tahun 2025, tapi aku udah mulai tanam cambahnya sejak 2023,” ujar Keke di Bentara Budaya Yogyakarta pada Selasa (15/7/2025).
Filosofis pare belut di kehidupan
Sebagai orang awam yang tak ahli bertani, Keke mengaku kesulitan menanam kecambah pare belut. Pada mulanya ia hanya menanam kecambah langsung di tanah. Tidak lama kemudian, kecambah yang ia tanam malah busuk dan berjamur.
Setelah mengalami kegagalan, Keke mulai mencari tahu dan mulai memperbaiki teknik menanamnya dengan memotong bagian biji yang menonjol. Lalu, direndam air hangat supaya bijinya hidup.
“Aku juga sempat beli 10 paket biji dan yang gagal pun banyak. Jadi nggak ngecambah. Baru akhirnya setelah aku revisi cara menanam tadi, tumbuh 5. Jadi dalam waktu 3 sampai 5 hari itu sudah kelihatan bagian warna putihnya,” tutur Keke.
Dalam waktu 2 sampai 3 bulan, pare tersebut mulai rimbun. Baru saja ingin gembira, Keke menyadari bahwa kecambah yang ia tanam salah. Ia menyadarinya saat melihat bunga yang tumbuh bukan berwarna putih.
“Ternyata yang ku tanam pare pahit, bukan pare belut. Tapi memang bijinya sama persis jadi bingung bedainnya,” keluhnya.

Kejadian itu membuat Keke sempat down, karena tenggat pengumpulan karya Pameran Ragam Flora Indonesia kurang 12 hari. Sedangkan ia harus mengejar gambar buah pare belut yang sudah kemerahan. Akhirnya, ia buru-buru tanam ulang dan bisa mengejar waktu sampai karyanya jadi.
“Prosesnya yang panjang justru menginspirasi saya untuk kasih judul ‘ulet’. Dalam Bahasa Jawa, ulet ini kan bisa diartikan gigih. Sama seperti saya yang waktu itu terus menerus mencoba meski gagal berkali-kali, sampai akhirnya bisa menyelesaikan karya ini,” kenang Keke.
Pameran Ragam Flora Indonesia untuk memaknai tumbuhan
Setiap seniman botani, kata Keke, punya proses yang berbeda-beda dalam melukis karyanya. Ada yang sudah pernah melihat tumbuhan itu secara langsung, meminta dari tetangga, atau berdasarkan pengalaman pribadinya.
Bagi seniman, pengamatan dan riset seperti di atas penting dilakukan. Kurator Pameran Ragam Flora Indonesia, Kurniawan Adi Saputro menjelaskan, pengamatan tersebut memudahkan kurator untuk mencari hubungan seniman dengan tumbuhan itu sendiri.
“Hubungan ini penting karena kedua-duanya makhluk hidup. Kehidupan barangkali memang selalu ada, tetapi perlu dijaga karena sebenarnya rentan untuk tiada. Lebih-lebih sekarang. Siapa bisa menjamin bahwa pohon-pohon di sekitar kita masih akan ada 50 tahun mendatang?” jelas Kurniawan.
Seniman botani, lanjutnya, perlu tumbuhan hidup sebagai tanggung jawab etis melindungi kehidupan. Seniman botani dapat hidup karena ada tumbuhan, tapi tidak sebaliknya. Tumbuhanlah yang menciptakan lingkungan yang memungkinkan manusia ada.
“Tetumbuhan yang ‘menentukan’ kapan dan di mana manusia bisa hidup. Tetumbuhanlah yang menciptakan khazanah bagi manusia, bukan sebaliknya. Dan khazanah itu jelas bukan untuk kita, meskipun kita boleh ikut memakainya,” ujar Kurniawan.

Oleh karena itu, Pameran Ragam Flora Indonesia yang kelima ini mengangkat tema Khazanah Alam Nusantara. Di mana, masyarakat dapat kembali mengenal dan menghargai kekayaan tumbuhan asli Nusantara melalui kekuatan seni dan ilustrasi botani.
Karya dunia di Pameran Ragam Flora Indonesia
Pameran Ragam Flora Indonesia merupakan hasil kerja sama antara Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA) dengan Kebun Raya Bogor – BRIN dan Bentara Budaya, serta didukung oleh berbagai mitra.
Kolaborasi ini bertujuan menghubungkan dunia seni, sains, dan masyarakat umum dalam upaya bersama menjaga kekayaan hayati Indonesia, khususnya flora, melalui pendekatan yang menyentuh hati.
Pameran ini merupakan bagian dari inisiatif global Botanical Art Worldwide 2025, yang melibatkan lebih dari 30 negara dari enam benua. Sepanjang tahun 2025, negara-negara peserta secara serentak menyelenggarakan pameran seni botani yang berpuncak pada Worldwide Day of Botanical Art, tanggal 18 Mei 2025.
Dengan mengusung tema besar crop diversity, inisiatif ini menyoroti keanekaragaman tumbuhan berguna—pangan, sandang, papan, obat-obatan, dan sumber energi—yang kini kian terpinggirkan di tengah dominasi pertanian massal, monokultur, dan praktik ekstraktif yang mengeksploitasi alam.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Memahami Tugas Kurator Seni yang Sekonyong-konyong Bisa “Memberedel” Pameran atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












