Penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) resah, jika pemerintah menuntut mereka untuk berkontribusi di dalam negeri. Sementara, bidang pekerjaan yang mereka kuasai belum tentu ada. Misalnya, lapangan kerja untuk lulusan S2 Jurusan Astronomi di Indonesia.
***
Fachrizza Hafvid (22) menjadi salah satu awardee LPDP 2024. Menurutnya, pekerjaan di luar negeri memang terlihat lebih menggiurkan. Misalnya, apresiasi dari segi upah dan fasilitas yang menunjang.
Di sisi lain, dana penerima beasiswa LPDP sebetulnya berasal dari uang rakyat Indonesia. Dia menyadari harus punya kontribusi lebih untuk negara. Mau tidak mau, dia tetap harus pulang ke Indonesia. Namun, Hafvid khawatir tidak bisa berkarya.
S2 Jurusan Astronomi kurang populer di Indonesia
Hafvid kini menempuh pendidikan S2 jurusan Astrofisika di Ludwig-Maximilians-Universität (LMU) München, Jerman. Dia tak menampik jika jurusan tersebut kurang populer di Indonesia.
Buktinya, hanya ada satu kampus yang menyediakan fasilitas pembelajaran tentang Astronomi di Indonesia. Melansir dari laman resmi Institut Teknologi Bandung (ITB), Jurusan Astronomi hanya ada di kampus tersebut. Kebetulan, Hafvid adalah alumni mahasiswa S1 kampus itu.
Sebagai informasi, Astronomi masih berhubungan dengan Astrofisika. Astronomi mempelajari fenomena luar angkasa dan peranannya dalam ilmu pengetahuan serta teknologi.
Sedangkan, Astrofisika menjelaskan tentang alam semesta serta objek-objek didalamnya terbentuk, fenomena fisika dan kimiawi yang terjadi di alam semesta, serta pencarian kehidupan pada planet-planet lain.
Takut tidak dihargai di Indonesia
Keterbatasan pendidikan dan fasilitas untuk menunjang proses pembelajaran Astrofisika menjadi salah satu alasan Hafvid ragu pulang ke Indonesia. Dia khawatir kurang dihargai dan tidak mendapat pekerjaan sesuai bidangnya.
“Ketika lapangan kerja itu nggak memadai, kan kasihan, ya. Udah susah-susah menimba ilmu di luar negeri, dihargai di luar negeri, eh pas pulang malah susah cari kerja,” ujar Hafvid kepada Mojok, Jumat (8/11/2024).
Menurut Hafvid, banyak para awardee yang tidak mau pulang ke Indonesia, karena pekerjaannya lebih diapresiasi dan digaji layak di luar negeri. Meski begitu, awardee seharusnya tidak lupa jika beasiswa yang mereka terima berasal dari uang rakyat.
“Jadi ya, menurut aku wajar aja sih kalau kita dipaksa untuk pulang ke Indonesia, untuk mengembangkan kualitas ilmu yang kita minati di Indonesia, agar ilmu tersebut bisa lebih baik lagi ke depannya,” kata mahasiswa S2 Jurusan Astronomi itu.
S2 Jurusan Astronomi belajar soal alam semesta
Sejak SMP, Hafvid suka mengamati keindahan langit malam. Dia pun ingin mengetahui lebih jauh proses terjadinya benda-benda langit, meski tidak bisa menyentuhnya secara langsung. Oleh karena itu, dia memilih Jurusan Astronomi di ITB.
Sejak berkuliah di sana, Hafvid sudah membuat rencana untuk kuliah di luar negeri. Selama menempuh pendidikan S1, nilai akademiknya harus bagus. Caranya dengan menjadi mentor bagi teman-temannya yang lain, serta membaca buku-buku astronomi di luar jam perkuliahan.
Tak hanya belajar, Hafvid sering membagikan pemahamannya tentang Astronomi lewat tulisan. Tulisan itu dia bagikan melalui akun X pribadinya, @astrohfvd15.
Hafvid juga mampu mempresentasikan karyanya dalam acara Himpunan Mahasiswa Astronomi (Himastron) ITB. Pada 2021, dia membicarakan hasil penelitiannya tersebut di acara Rencontres Exobiojulogique pour Doctorants.
“Event international itu untuk memperkenalkan Astrobiologi kepada mahasiswa program doktoral dari komunitas Astrobiologi Prancis,” tuturnya.
Hafvid juga aktif dalam acara Observatorium Bosscha, seperti menjadi staf pada kunjungan publik dan Gerhana Matahari Total pada tahun 2023 lalu. Dia juga pernah menerbitkan paper penelitian bersama dosennya tentang spektroskopi galaksi.
Seleksi LPDP S2 Jurusan Astronomi ketat
Selama kuliah di ITB, Hafvid sudah menyiapkan diri untuk mendaftar beasiswa LPDP. Dia mengikuti proses seleksi substansi dan memperoleh skor 1.230 dari 1.500. Seleksi substansi merupakan tahap penentuan akhir dalam proses seleksi penerima beasiswa LPDP.
Dalam proses seleksi itu, Havid harus menyiapkan Letter of Admission/Acceptance (LoA). Salah satu cara mendapatkan LoA adalah kemampuan Bahasa Inggris yang bagus.
Hafvid harus melatih Bahasa Inggrisnya selama 8 bulan. Dia belajar International English Language Testing System (IELTS) melalui e-book, YouTube, dan ChatGPT.
“Alhamdulillah dapat skor lumayan bagus, 6.5 dari 9, dengan persiapan yang singkat,” ucapnya.
Hafvid kemudian mempersiapkan esai sebagai syarat mendaftar di kampus. Dia mengaku kesulitan saat mencari data untuk menunjang esainya, lantaran informasi tentang Astronomi di Indonesia masih sedikit. Beruntung, ada dosen-dosennya yang ikut membantu mencarikan referensi.
Pada Januari 2024, Hafvid melakukan wawancara bersama pihak LMU München. Secara umum, dia ditanya soal konsep Astrofisika. Hingga akhirnya berhasil mendapatkan LoA.
Selanjutnya, dia mempersiapkan diri untuk seleksi adimistrasi dan tahap seleksi substansi atau wawancara. Sebagai latihan, Hafvid menyiapkan 90 pertanyaan sekaligus jawaban. Dia dibantu orang tua, teman-teman, dan juga para awardee LPDP lain, hingga akhirnya lolos sebagai mahasiswa S2 Jurusan Astronomi di Jerman.
Mau tidak mau, harus pulang ke Indonesia
Hafvid berujar, dia bisa saja membuka lapangan kerja di Indonesia sesuai bidang yang dia kuasai. Namun, untuk merealisasikannya, tetap perlu modal yang besar dan dukungan maksimal dari pemerintah, serta pihak lainnya.
Misalnya, ketika dia ingin mengadakan kolaborasi internasional untuk membuat teleskop, tentu dia butuh dukungan dari pemerintah maupun masyarakat. Tidak hanya dari dana, tapi juga kesamaan persepsi bahwa program tersebut perlu dan penting di Indonesia.
“Ibarat mau masak. Niatnya ada, tapi alat dan uangnya nggak ada. Ya sama saja, nggak bisa masak. Kan gitu?,” kata mahasiswa S2 Jurusan Astronomi itu.
Dia mengaku ingin sekali berkontribusi di Indonesia dalam bidang Astronomi dan Astrofisika. Sebab menurutnya, ilmu itu penting. Kemunculan kamera dan GPS (global positioning system) dapat dipelajari dari ilmu tersebut.
“Ketika saya pulang ke Indonesia saya ingin menjadi dosen atau peneliti Astronomi,” kata Hafvid.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Achmad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News