Sukses Kerja di Jakarta Selatan, Umur 25 Gaji Belasan Juta tapi Orang Tua Kecewa karena Sempat Drop Out SMA 2 Kali dan Tak Lulus Kuliah di Jogja

kerja di jakarta setelah drop out kuliah di Jogja.MOJOK.CO

Ilustrasi kerja di Jakarta setelah gagal kuliah di Jogja (Mojok.co)

Meski akhirnya bisa kerja di Jakarta Selatan bergaji belasan juta sebelum usia 25, ia pernah keluar dari dua sekolah saat SMA. Lalu, drop out saat kuliah dan bangkrut saat mencoba buka usaha di Jogja

***

Udin (25), antara lupa atau tak ingin mengingat-ingat lagi perjalanan hidupnya selama menempuh pendidikan. Sebelum dapat kerja di Jakarta Selatan dengan gaji yang lumayan menjanjikan, ia memang banyak melewati kegagalan dan mengecewakan orang tua.

Orang di sekitar, mendeskripsikannya sebagai sosok yang pendiam. Membuat mereka menerka apa yang sebenarnya Udin pikirkan sampai terlalu sering bolos sekolah hingga berakhir keluar. Bukan sekali, ia dua kali pindah SMA sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil paket C.

“Kadang aku ya bingung dengan pikiranku dulu. Tapi ya begitulah hidup, lucu kalau diingat-ingat,” ujarnya tertawa agak dingin saat saya wawancarai Jumat (26/4/2024) malam.

Ia baru luang untuk berbincang malam lantaran pagi hingga sore sibuk kerja di Jakarta Selatan sebagai seorang programmer IT. Suatu profesi yang sebenarnya juga tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Lika-liku hidupnya mulai terasa saat SMA di Jogja. Sebelum itu, rekam jejak pendidikannya sebenarnya mulus-mulus saja. Tidak pernah tinggal kelas dan punya masalah berarti.

Keluar dari SMA 2 kali hingga orang tua bingung

Namun, saat SMA ia mulai sering bolos. Bukan untuk bermain atau bersenang-senang, biasanya saat bolos sekolah ia hanya menghabiskan waktu di kamar tanpa berbuat banyak hal.

Sampai akhirnya, ia sudah terlampau sering tidak masuk sekolah sehingga pilihannya antara tidak naik kelas atau pindah. Akhirnya, saat menginjak kelas 2 SMA ia keluar dari sebuah sekolah berasrama di Jogja.

Beruntung, masih ada SMA swasta yang mau menerimanya untuk langsung melanjutkan sekolah. Ia sebenarnya malas tapi tuntutan orang tua membuatnya mau untuk sekolah kembali.

Sayangnya, kebiasaan lamanya kembali terulang di sekolah baru. Tidak sampai satu semester, karena sering bolos, akhirnya ia memutuskan mogok sekolah. Ia tak pernah mengira akhirnya bisa kerja di Jakarta Selatan.

Ilustrasi lelaki yang bingung memilih jalan hidup (Atharva Tulsi/Unsplash)

Udin mengaku tidak ada masalah dengan teman atau lingkungan di sekolahnya. “Aku hanya nggak merasa cocok sama sekolah, sama sistem pendidikannya, itu sih yang aku pikirkan dulu. Ini beneran aku kepikiran begitu,” kelakarnya.

Kegagalan kedua itu tentu membuat orang tuanya sedih. Mencoba mencari jawaban kenapa anaknya terus menerus tidak mau sekolah sebagaimana anak lain. Udin mengaku, kepada orang tuanya, memberikan penjelasan yang sama seperti yang ia paparkan kepada saya.

Ia akhirnya memutuskan tak lagi ke SMA lain. Mengambil jalan akhir dengan ujian penyetaraan paket C agar bisa mendapat ijazah SMA.

Bangkrut usaha hingga drop out kuliah

Setelah ijazah didapat, ia yang merasak tidak cocok dengan pendidikan formal kemudian mencoba membuka usaha di Jogja. Kedua orang tuanya, bukan orang kaya, sehingga tak bisa memberikan modal yang cukup besar.

“Ya usahanya sederhana lah. Sempat jualan es kelapa muda sampai es buah di Jogja,” kenangnya.

Pada 2017-2018, berjualan di pinggiran jalan ia lakoni tanpa gengsi saat teman-temannya yang lain kuliah. Toh, ia bukan tidak mampu melainkan awalnya memang tak ingin kuliah saja.

Ternyata, membuka usaha pun tidak semudah yang ia bayangkan. Tidak ada usahanya yang berhasil mendatangkan cuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia gagal di jalan tersebut.

Sebelum kerja di Jakarta Selatan, pada 2019, setelah mendapat dorongan dari orang tua juga, akhirnya ia mencoba mengikuti jalan sebagaimana kebanyakan teman-temannya. Ia masuk kuliah di Jurusan Teknik Sipil UMY Jogja. Jurusan yang menurutnya cukup bergengsi.

“Ya awalnya memang ada semangat, terpikir ya jurusan yang lumayan prospektif. Jadi orang proyek,” tuturnya.

Udin sempat mencoba untuk mengikuti pembelajaran dengan serius, setidaknya di masa-masa awal semester pertama perkuliahan. Hingga akhirnya ia mulai kembali membolos, seperti saat masa SMA dulu.

“Satu semester habis itu nggak aku lanjutkan lagi kuliah di UMY. Orang tuaku, ya saat itu sudah kecewa dan bingung juga sepertinya. Kakak-kakakku semuanya sarjana,” kisahnya.

Keputusannya keluar dari kuliah bertepatan dengan masa awal pandemi. Ia terpaksa lebih banyak di rumah dan tidak bisa melakukan banyak hal.

Baca halaman selanjutnya…

Titik balik, belajar keras sampai stres hingga akhirnya bisa kerja di Jakarta

Mencoba mengikuti kursus, gagal tes 3x, sampai akhirnya bisa kerja di Jakarta Selatan

Ia sempat terpikir kembali membuka bisnis. Saat itu, usaha rintisan alias startup sedang jadi perbincangan. Udin mengaku punya mimpi besar membuat startup teknologi penjualan sayur.

“Ya kalau sekarang itu ada Sayur Box, dulu kepikiran bikin gitu karena pandemi juga kan orang butuh kepraktisan. Tapi, aku realistis, usaha begitu modalnya besar dan butuh kemampuan,” tuturnya.

Meski niat itu ia urungkan, Udin mulai berselancar dan mengulik dunia IT. Sampai, ia menemukan kursus intensif untuk menjadi programmer dengan jaminan penyaluran kerja.

Biaya kursusnya sampai lebih dari Rp20 juta tapi ada mekanisme penyicilan setelah dapat kerja. Sehingga, di awal hanya perlu niat dan tekad. Udin pun mendaftar.

Dalam dua bulan, ia dituntut untuk lolos tes untuk menguji kemampuan pemrograman sesuai dengan standar perusahaan. Jika gagal, ada kesempatan sampai percobaan ketiga. Dan benar saja, ia gagal dalam dua bulan pertama.

“Benar-benar saat itu aku stres. Bayangkan saja, benar-benar dari nol. Nggak paham sama sekali dunia IT,” terangnya.

Namun, jika ia keluar maka harus membayar biaya kursus. Sehingga, ia memutuskan mencoba periode kedua, dua bulan lagi. Ternyata ia masih gagal. Seperti tak punya pilihan lain dan terlanjur menandatangani perjanjian, ia ikuti percobaan ketiga sehingga total ia mengikuti kursus selama enam bulan.

Jika gagal pada percobaan ketiga, maka ia dianggap memang tidak layak untuk bekerja di bidang tersebut. Terpaksa keluar dengan membayar biaya kursus tadi.

“Alhamdulillah banget, akhirnya lolos meski jauh dari sempurna, di bagian back-end developer,” katanya.

Kerja gaji belasan juta di Jakarta Selatan, tapi orang tua masih bermimpi anaknya kuliah

Selepas lolos kursus, langsung ada perusahaan yang menerimanya kerja. Saat awal sebelum kerja di Jakarta Selatan, ia terlebih dulu kerja di Tangerang Selatan dengan kontrak dua tahun.

Setahun pertama, ia akhirnya bisa melunasi angsuran biaya kursus tersebut. Lalu menghabiskan kontrak kerjanya di tempat itu.

“Sebenarnya pengin ambil jeda dulu tapi ternyata ada tawaran lain. Gajinya juga lumayan,” ungkapnya.

Pada 2023, akhirnya ia pindah kerja di Jakarta Selatan. Gajinya, sudah dua digit, di angka belasan juta. Angka yang lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan menabung baginya. Pekerjaan itu masih terus ia geluti sampai sekarang.

Meski begitu, tersirat, ia melihat orang tuanya masih mengharapkan agar ia bisa kuliah. Namun, Udin mengaku masih belum bisa mewujudkan impian orang tuanya tersebut.

Saat ini, baginya, yang terpenting adalah menjalani kerja di Jakarta Selatan dengan sebaik mungkin. Apa yang pernah terjadi di masa lalu, bagi Udin, adalah pembelajaran. Ia mengingatnya dengan tertawa.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Apes Kerja di Jakarta, Sadar Tak Bisa Mudik Lebaran Sejak Ditolak 100 Perusahaan dan Tragedi Kantor Ambruk

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version