Kawasan Wonocolo Surabaya jadi area yang diisi oleh perantau dari berbagai daerah. Sebagian di antara mereka hidup penuh keterbatasan.
Di sudut-sudut gang sempit, banyak kos murah dengan harga bisa di bawah Rp300 ribu per bulan. Begitu murah tapi kondisinya memprihatinkan. Di sanalah para perantau berkantong cekak berusaha bertahan hari demi hari di tengah keterbatasan.
Salah satunya Reza (24) yang pernah tujuh tahun tinggal di Wonocolo Surabaya. Pada 2017 silam ia merantau untuk kuliah di UIN Sunan Ampel.
Datang dari Rembang dengan dana terbatas karena memang tak dapat banyak modal dari orang tua. Beruntung, di masa awal kuliah ia mendapat informasi dari seorang teman di kampus bahwa ada kos seharga Rp200 ribu per bulan.
“Beruntung banget. Tahu kos itu berkat teman baru yang aku kenal di masjid saat ospek kuliah,” kenang Reza pada Rabu (26/06/2024).
Wonocolo Surabaya berada di selatan kota. Akses menuju pusat kota terbilang dekat dan di sisi selatannya berbatasan langsung dengan kawasan industri Sidoarjo. Sehingga, selain mahasiswa banyak juga perantau dari kalangan pekerja di area itu.
Di kos itu, fasilitasnya begitu terbatas. Jangan harap fasad bangunan yang layak. Atapnya menggunakan asbes yang ketika siang menyerap terik matahari. Membuat Reza banjir keringat di dalamnya.
“Kipas nggak bisa berhenti selama aku di kos,” kelakarnya.
Belum lagi, fasilitas pendukung seperti kamar mandi pun ala kadarnya. Sudah berlumut di berbagai sudutnya. Airnya pun sering mati. Namun, tidak banyak pilihan baginya saat masa awal hidup di Wonocolo Surabaya.
Baca halaman selanjutnya…
Solidaritas para perantau kantong cekak demi bisa makan sehari-hari