Kontrakan di Kasihan Bantul Bikin Mahasiswa Saksikan Kerasnya Kemiskinan Jogja, Kecanduan Judi hingga Ribut dengan DC

Ilustrasi rumah kontrakan (Mojok.co)

Selama menempati sebuah kontrakan di Kasihan Bantul, mahasiswa UIN hingga UMY jadi tahu betapa kerasnya hidup warga pinggiran Jogja. Diburu utang hingga berseteru dengan debt collector.

***

Di akhir masa perkuliahan, Maula (25) yang dulu kuliah di UIN Jogja memilih menyewa kontrakan bersama beberapa temannya. Bukan teman kampus, melainkan teman masa SMA di Jogja.

Kebetulan, teman-temannya ini kuliah di kampus berbeda yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Sehingga akhirnya mereka memutuskan menempati kontrakan di daerah Kasihan, Bantul.

“Kontrakan ya terhitung ideal. Harga Rp18 juta per tahun dengan empat kamar,” kenangnya.

Awalnya, tentu ia tak menyangka kalau lewat kontrakan di Kasihan Bantul itu ia akan jadi saksi kerasnya kehidupan warga miskin pinggiran kota Jogja. Kontrakan itu memang terletak di sebuah padukuhan yang perbatasan Jogja dengan Bantul. Persis di pinggiran sebuah sungai kecil di Kasihan Bantul.

Dari jalan utama, rute menuju kontrakan itu akan melewati sebuah gang yang cukup besar. Masih bisa dilintasi mobil. Namun, nantinya akan masuk sebuah gang lagi yang hanya cukup untuk kendaraan roda dua. Di gang kecil itulah, Maula dan teman-temannya merasakan betul sisi lain kehidupan Jogja yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.

Banjir Jogja saat musim hujan

“Salah satu hal yang nggak aku duga sebelumnya adalah banjir. Ternyata di Jogja ada banjir juga,” kelakarnya.

Sungai kecil di sisi timur kontrakan mereka di Kasihan Bantul, saat hujan deras, airnya meluap ke area sekitar. Beruntungnya kontrakan tersebut memang dibuat agak lebih tinggi dari permukaan tanah di sekitarnya.

kampung dekat sungai jogja.MOJOK.CO
Ilustrasi. Permukiman padat dekat sungai di Jogja (Hammam/Mojok.co)

Saat hujan, area pekarangan di depan tempat tinggalnya sudah seperti rawa-rawa. Air juga menggenangi halaman area parkir rumah di Kasihan Bantul itu. Namun, beruntungnya tidak sampai masuk ke dalam bangunan.

“Jalan masuk ke kontrakan kami itu sudah kayak jadi sungai. Kalau hujan deras, ketinggian air di gang itu bisa sampai 30 cm lebih,” kenangnya.

Setidaknya itulah yang ia rasakan selama ngontrak tersebut di pada 2021 hingga 2023 silam. Namun, selain urusan dengan kondisi lingkungan ada beberapa dinamika dengan masyarakat sekitar. Dinamika yang unik bagi para mahasiswa ini.

Baca halaman selanjutnya…

Kena todong tembakan sampai saksikan perseteruan warga dengan debt collector

Kena todong tembakan di Kasihan Bantul

Warga sekitar ramah. Saat mereka lewat, saling sapa terjadi. Namun, sesekali ada pengalaman unik yang Maula dan kawan-kawannya alami. Kali ini, kisah uniknya dirasakan oleh Tama (25), kawan Maula yang dulu kuliah di UMY.

Di gang itu, saat malam ada pemuda hingga bapak-bapak yang nongkrong. Tama mengaku tak pernah mengamatinya secara detail. Namun, di teras atau pemandangan dalam rumah lewat pintu yang terbuka menunjukkan suasana sedang menongkrong bersama. Main kartu dan sesekali ada gelas-gelas berputar di antara mereka.

“Dugaanku ya kadang minum-minum alkohol juga ya,” kelakar alumnus UMY ini. Bukan tanpa alasan, sebab di balik remang, wajah mereka tampak sayu dan memerah.

Suatu hari, ia pulang lewat gang saat waktu sudah lewat tengah malam. Ia melihat segerombolan lelaki sedang nongkrong di gang. Sengaja, Tama memelankan kendaraannya lalu agak menganggukkan kepala untuk menyapa.

“Kagetnya, tiba-tiba ada salah satu di antara mereka yang berdiri dan ternyata menenteng senapa angin. Nodong ke atas sih bukan ke wajahku tapi aku kan kaget ya,” paparnya.

Beruntungnya, menurut Tama, lelaki lain di antara mereka langsung ikut berdiri dan menarik lelaki yang tadi mengangkat senapan angin yang biasa digunakan untuk menembak burung itu. Seraya berujar bahwa Tama merupakan penghuni kontrakan di ujung jalan.

“Sampai di kontrakan aku langsung lega, teman-temanku yang masih kebetulan lagi pada nongkrong di ruang tengah langsung tertawa ngakak dengar ceritaku,” paparnya.

Ketika masyarakat pinggiran Jogja, terhimpit ekonomi, suka judi, hingga berseteru dengan debt collector

Hal itu juga dibenarkan oleh Maula. Ia mengakui bahwa ada sekumpulan lelaki yang sehari-hari sering nongkrong di salah satu sudut gang. Siang-siang pun seringkali tampak tidak bekerja.

Ada sebagian yang ia tandai memang warga sekitar. Namun, sering ia lihat juga para lelaki yang bukan penghuni rumah di sekitar Kasihan Bantul itu.

Ketika malam, kerap ngumpul dengan jumlah lebih ramai di sudut-sudut remang sebuah gang di Kasihan Bantul ini. Maula, mengaku jadi salah satu penghuni kontrakan yang paling banyak berinteraksi dengan warga ketimbang teman-temannya yang lain.

Pernah suatu ketika, ada warga yang menghampiri penghuni yang sedang nyantai di teras kontrakan. Berbincang singkat lalu meminta tolong untuk dipesankan ojek online.

“Bapak-bapak itu bilang mau ke dekat Malioboro, titik tujuan yang dia minta itu di barat Stasiun Tugu. Katanya ada tempat judi di sana,” ungkapnya.

Sambil memesan, mereka lantas ngobrol soal fenomena judi online slot yang sekarang banyak digandrungi anak muda. “Dia cerita kalau nggak pernah slot. Mending judi biasa, nggak seberbahaya judi online,” kelakarnya.

Malam itu, sang lelaki pergi. Ia jarang lagi melihatnya, apalagi berinteraksi, selama beberapa minggu kemudian.

“Suatu hari, siang-siang, kok aku kaget dengar kayak ada keributan di gang. Aku nengok dari gerbang ternyata lelaki itu ribut sama beberapa lelaki berbadan besar. Kayaknya debt collector soalnya ada pembahasan uang dan utang,” kenangnya.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kos di Samirono, Area Andalan Mahasiswa UNY yang Jadi Saksi Sisi Gelap Jogja: Asmara Pelanggan dan PSK hingga Keras Hidup Pengamen

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version