Belakangan sedang ramai fenomena rombongan jarang beli (rojali) di kedai kopi Jogja. Rojali, diasosiasikan dengan mereka yang suka mampir kedai kopi tapi hanya duduk dan memanfaatkan WiFi.
Rojali, ramai setelah ada pemilik kedai kopi yang memprotes pengunjung yang awalnya datang sendiri atau berdua lalu tiba-tiba disusul rombongan. Jika pengunjung pertamanya membeli, rombongan yang menyusul hanya numpang duduk tanpa memesan makanan.
Sebenarnya, fenomena ini telah terjadi cukup lama. Setidaknya itulah cerita yang saya dapati dari Hanafi Baedhowi, pemilik sebuah kedai kopi Jogja, Mato Kopi.
Konsep kedai kopi miliknya memang menyajikan ruang yang lapang. Kursinya model memanjang bahkan ada tempat untuk lesehan. Mato Kopi punya tiga cabang di Jogja. Ada pula kedai kopi lain yang berbeda nama namun dikonsep serupa oleh Hanafi yakni Secangkir Jawa.
Ruang yang lapang di Mato Kopi membuat pengunjung yang tidak membeli sulit terdeteksi. Namun, Hanafi memang mengaku tidak mempersoalkan itu.
Alumnus UIN Sunan Kalijaga ini mengatakan pernah suatu ketika ada karyawannya yang mengeluh karena banyak rombongan yang datang. Namun pesan kopinya hanya beberapa cangkir kopi saja.
“Kalau kamu lihat yang seperti itu. Nah dulu aku juga kaya gitu pas jadi mahasiswa,” ucapnya saat saya wawancarai beberapa waktu silam.
Cak Hanafi melihat kedai kopi Jogja miliknya sebagai gambaran dirinya di masa lalu. Ia ingin punya tempat yang nyaman untuk bercengkrama, berdiskusi, dan melepas penat. Maka ia ingin Mato selalu bisa menjadi tempat yang nyaman bagi para pelanggannya, terutama mahasiswa.
Di Mato Kopi, cukup membawa uang Rp7 ribu saja sudah bisa mendapatkan secangkir kopi hitam. Selain itu, jaringan WiFi gratis juga tersedia.
Baca halaman selanjutnya…
Bisa buat tidur gratis, sampai pelanggannya dapat julukan juru kunci
Kedai kopi yang bisa untuk tidur gratis
Saking nyamannya, memang ada kalangan yang kerap memanfaatkan Mato bukan sekadar untuk ngopi. Melainkan untuk tidur. Hal itu sering terlihat di Mato Kopi Selokan Mataram.
Warung kopi ini memang punya slogan “Senyaman Rumah Sendiri”. Frasa senyaman rumah sendiri ini memang begitu melekat. Saking nyamannya, kadang ada orang yang ke sini untuk sekadar memesan secangkir kopi lalu ditinggal rebahan tidur siang.
Bagi Cak Hanafi, itu bukan persoalan. Ia ingin warungnya jadi tempat yang nyaman. Kadang, ketika harus menaikkan harga, ada rasa berat, mengingat orang-orang yang disebutnya “juru kunci” setiap cabang.
“Kadang kalau mau menaikkan harga kepikiran. Aduh nanti itu yang biasanya di pojok itu gimana. Keberatan nggak ya,” tutur lelaki asal Madura ini.
“Tiap warung itu ada juru kuncinya. Oh itu-itu mesti yang di Selokan, itu mesti yang di Condongcatur. Memang kaya gitu di warung saya itu. Mungkin nyaman ya. Harga saya rasa sama lah dengan yang lain juga. Tapi saya lebih senang kalau buat nyaman,” lanjutnya.
Kedai Kopi Jogja ini, cikal bakalnya sudah buka sejak 2005 silam. Saat itu, Hanafi memanfaatkan kios kecil di daerah Babarsari Sleman. Kios itu sederhana, hanya punya luas sekitar tiga kali lima meter. Menu utamanya kopi hitam dan mi instan.
Cabang pertama itu lantas tutup karena kiosnya digusur untuk pelebaran jalan. Sehingga ia memutuskan menyewa lokasi baru di tempat yang kini jadi Mato Kopi Selokan Mataram.
Kedai kopi Jogja lain dengan konsep unik
Selain Mato, sebenarnya ada kedai kopi Jogja dengan konsep unik lain yang pernah saya kunjungi. Seakan tak takut rugi, kedai kopi ini punya sistem bayar seikhlasnya untuk pemesanan kopi manual brew.
Kedai kopi itu bernama Mari Ngopi yang terletak di dekat Alun-alun Kidul Jogja. Di dekat bar, terdapat kotak bertuliskan “Hanya Tuhan dan Kamu yang Tahu”.
Mari Ngopi berdiri sejak 2012 silam, setelah pemiliknya, Akrom, keluar dari pekerjaannya. Awalnya Akrom berjualan lewat stan-stan bazar. Baru pada 2014 menyewa sebuah tempat untuk membuka kedai kopi. Sejak awal buka, konsep bayar seikhlasnya langsung ia terapkan.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Coffee Shop di Jogja, Benarkah Jadi Ruang Pamer Fashion yang Mengintimidasi?
Cek berita dan artikel lainnya di Google News