Kecamatan Beji menjadi salah satu kawasan yang terkenal di Depok, Jawa Barat. Pasalnya, kecamatan ini menjadi rumah bagi banyak mahasiswa. Terutama dari kampus-kampus elite seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gunadarma.
Di kecamatan ini pula, terdapat daerah-daerah yang terkenal sebagai “kampung kos-kosan”. Seperti Pondok Cina dan Kukusan. Kawasan kos ini juga terkenal “merakyat” karena menawarkan harga yang cukup miring bagi penghuninya.
Alhasil, tak salah kalau orang-orang menyebut Beji sebagai tempatnya “orang-orang terpelajar”, sebab penghuninya mayoritas mahasiswa. Namun, yang banyak orang tak tahu, kawasan ini juga merekam kisah-kisah kelam dari mahasiswa di Depok.
Salah satunya pada dua tahun lalu, kabar menghebohkan datang ketika salah seorang mahasiswa Sastra Rusia UI, MAZ (19) ditemukan tewas di kamar kosnya. Barang-barang berharganya juga hilang. Berdasarkan penelusuran polisi, MAZ dibunuh oleh salah seorang seniornya di kampus.
Ketika huru-hara itu muncul, Alim (24) kebetulan masih tinggal di kos kawasan Kukusan, Kecamatan Beji. Kosnya cuma berjarak beberapa bangunan dari tempat kejadian perkara (TKP). Kejadian itu jelas membuat shock.
Namun, di luar kejahatan tersebut, Alim mengakui kejadian tersebut tidak mengagetkan kalau mengetahui kultur kehidupan mahasiswa di sini. Selama tinggal di Beji, ia mengaku bertemu dengan mahasiswa dengan kelakuan “random bin ajaib” yang amat meresahkan.
“Sebenarnya kalau lihat kasus pembunuhan di Kukusan kemarin, itu puncak gunung es aja. Bahasa ilmiahnya ‘kulminasi’ dari apa yang mereka lakukan selama ini. Ya, kejadian-kejadian kayak begitu tinggal menunggu waktu,” ucap alumni UI, yang baru saja lulus, ketika dihubungi Mojok, Kamis (8/5/2025) sore.
Kumpul kebo jadi hal lumrah di kos Beji, Depok
Datang dari kultur masyarakat desa nan agamis (sesuai nama dia, sih), Alim mengaku kaget ketika pertama ngekos di Kecamatan Beji, Depok. Sebenarnya, alasannya memilih kawasan ini karena dua faktor.
Pertama, karena rekomendasi grup kuliahnya. Kawasan kos di Kukusan, Beji, dianggap paling terjangkau secara harga ketimbang kos di daerah lain. Sementara kedua karena lokasinya yang dekat dengan kampus. Hingga hampir lulus kuliah, Alim tak membawa motor sendiri, sehingga ia memilih kos yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki dari kampus.
Meski cukup ideal bagi mahasiswa sepertinya, sayangnya ia langsung dibikin ngelus dada hanya beberapa hari setelah menempati kosnya. Sebagai informasi, kos-kosan Alim cuma diperuntukkan buat mahasiswa laki-laki. Bahkan aturannya pun jelas: ada jam malam, jam bertamu, dan tamu lawan jenis dilarang menginap.
“Tapi, banyak penghuni yang nginepin pacarnya. Awalnya aku kira diem-diem, pemilik kos kupikir nggak tahu. Eh, tahunya itu udah biasa. Lanang-wedok (laki-laki dan perempuan) boleh sekamar di sini,” ungkapnya.
Ada sekitar 20 kamar di kosnya. Ia berani bilang lebih dari setengah penghuni tinggal bareng pacarnya di kosan Beji tersebut. Baginya, ia cuma satu dari sedikit yang masih “lurus-lurus saja”.
“Aku nggak mau ngomongin moral ya. Balikin ke masing-masing aja. Cuma kaget sih, soalnya di kultur perdesaan nggaka ada. Hahaha.”
Banyak mahasiswa terjerat pinjol, sampai kerap didatangi debt collector
Yang bikin Alim makin kaget, ternyata banyak mahasiswa yang tinggal di kos Kecamatan Beji terjerat pinjol. Ia tak mau bilang mereka mahasiswa mana dan terjerat pinjol untuk kebutuhan apa.
Tapi yang jelas, tiap harinya nyaris ada debt collector (DC) yang datang mencari sang mahasiswa. Alim mau tak mau kudu menanggapi para DC. Karena kadang tak kenal dengan mahasiswa yang dicari, ia cuma kasih bisa penjelasan seadanya.
“Kadang ada DC yang marah. Bilang mau obrak-abrik kos. Malah aku yang kena ancam, padahal yang utang orang lain,” geramnya.
Yang membuatnya tak kalah terkejut, nominal utang pinjol mahasiswa ini besar-besar. Rata-rata puluhan juta. Alim menduga gaya hidup yang “terlalu mewah” ditambah kebiasaan judi online bisa jadi adalah penyebab utang yang menumpuk.
“Awalnya kaget. Tapi lama tinggal di sini dan paham gimana gaya hidup mereka, ya nggak heran juga kalau utang mereka banyak.”
Setelah lulus di UI Depok dan memutuskan melanjutkan S2 di Jogja, Alim mengaku masih kerap mendengar kabar miring soal Kecamatan Beji. Kalau ada info-info kriminalitas, kata dia, pasti langsung ramai di grup WA-nya.
Makanya, seperti yang dia bilang, kasus pembunuhan mahasiswa yang sempat ramai itu sebenarnya cuma fenomena gunung es. Mereka, yang paham bagaimana gaya hidup mahasiswa di sana, tak akan kaget mendengarnya.
“Nggak ada asap kalau nggak ada api,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Manggarai, Saksi Bisu Sarjana Pura-pura Sukses di Jakarta Selatan: Tinggal di Gang Sempit dan Bertahan Hidup Rp20 Ribu Sehari atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
