Sore itu, Senin (27/10/2025), langit Kudus mulai berubah jingga. Dari halaman asrama Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Dzikrul Hikmah, terdengar suara anak-anak yang baru selesai mengaji. Sebagian masih berada di dalam musala, menunggu waktu maghrib tiba, sementara sebagian lain berlarian ke kamar mandi membawa ember dan handuk.
Di pojok halaman, Irsyad Fadil Nur Ramadan (17) duduk di lantai sambil menatap langit yang perlahan memudar. Angin sore bertiup lembut, membawa aroma tanah basah seusai hujan mengguyur.
“Dulu, jam segini biasanya saya bantu ibu di rumah,” ujar remaja asal Kecamatan Jati ini, lirih. “Kadang rindu rumah, tapi kalau tidak ke sini, mungkin saya sudah berhenti sekolah.”
Irsyad sudah tinggal di LKSA Dzikrul Hikmah sejak duduk di bangku sekolah dasar. Keterbatasan ekonomi membuat keluarganya tak sanggup lagi membiayai pendidikan. Ia masih ingat hari pertama datang ke asrama itu. Ada rasa canggung, sedih, dan bingung bercampur jadi satu. Namun seiring waktu, rasa asing itu pelan-pelan berubah menjadi kenyamanan.
“Di sini, orang-orangnya baik. Saya belajar banyak hal, bukan cuma pelajaran sekolah, tapi juga cara hidup.”
Kini, Irsyad menempuh pendidikan di SMK Wisudha Karya Kudus jurusan Teknika Kapal Niaga. Ia berhasil memperoleh beasiswa pendidikan dari Bakti Sosial Djarum Foundation (BSDF).

Tak jauh dari tempat Irsyad duduk, tampak Aglis Fitri Wijayanti (17). Berbeda dengan Irsyad, ia baru setahun tinggal di Dzikrul Hikmah.
“Awalnya ragu, apakah memang harus mondok. Tapi setelah lulus SMP, orang tua bilang belum sanggup biayai sekolah. Akhirnya saya ke sini,” kisahnya.
“Soalnya saya kira mondok itu terkurung, ternyata di sini malah bisa belajar banyak hal—terutama mandiri.”
Sama seperti Irsyad, Aglis pun juga berhasil mendapatkan beasiswa pendidikan dari Bakti Sosial Djarum Foundation. Kini, ia menempuh pendidikan di sekolah yang sama dengan Irsyad, hanya beda jurusan, yakni Nautika Kapal Niaga.
Di LKSA itu, keduanya tumbuh dalam suasana yang membuat mereka percaya bahwa masa depan bukan soal dari mana seseorang berasal, tapi tentang siapa yang mau mendampingi mereka tumbuh.
Awal dari rumah dhuafa
Kisah LKSA Dzikrul Hikmah bermula dari keprihatinan keluarga Ilham Wahyu, sang pengasuh. Ia masih ingat bagaimana dulu, di sekitar rumahnya, banyak anak yatim kesulitan bersekolah karena keterbatasan ekonomi.
“Waktu itu, keluarga kami cuma ingin bantu,” ujarnya.
Dari niat sederhana itu, berdirilah sebuah panti asuhan, tempat anak-anak yang kurang beruntung bisa bernaung. Seiring waktu, anak-anak yang datang makin banyak. Kebutuhan mereka pun tak lagi sebatas makan dan tempat tidur.
“Kami sadar, anak-anak ini perlu pendidikan, bimbingan, juga kasih sayang yang stabil,” kata Ilham.
Maka, pada 2013, rumah dhuafa yang awalnya bernama panti asuhan itu resmi menjadi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Dzikrul Hikmah. Anak-anak yang diasuh pun tak cuma dari kategori yatim, tapi anak-anak kurang beruntung lain sesuai kategorisasi kementerian sosial. Kini, sekitar tiga puluh anak tinggal di sana. Laki-laki dan perempuan, usia SD hingga SMA.
Dari “panti asuhan” ke “LKSA”
Perubahan nama dari panti asuhan menjadi LKSA bukan sekadar administratif. Bagi Ilham, istilah “panti asuhan” membawa beban psikologis yang tidak kecil bagi anak-anak.
“Kalau dengar kata panti, anak-anak sering minder. Tapi kalau dibilang LKSA, mereka merasa bagian dari lembaga yang setara dengan sekolah atau pesantren. Lebih percaya diri,” ujarnya.
Pola asuh di Dzikrul Hikmah juga menyesuaikan. Mereka menerapkan kurikulum semi-pesantren. Anak-anak punya jadwal ibadah dan pengajian yang teratur, tapi mereka juga bebas memilih sekolah dan bidang yang diminati.
“Yang penting, mereka disiplin, sopan, dan tahu tanggung jawab.”
Anak-anak belajar bukan hanya dari pelajaran sekolah, tapi juga dari rutinitas harian: mencuci pakaian, menyapu kamar, menyiapkan sarapan, hingga membantu memasak. Semua dilakukan bergantian.
“Mereka tidak hanya kami rawat, tapi kami didik supaya mandiri,” kata Ilham. “Kemandirian itu yang nanti jadi bekal utama mereka.”
Pendekatan baru dalam pengasuhan
Founder dan CEO LED Consultant, Ryan Singgih, adalah salah satu pendamping yang ditunjuk oleh Bakti Sosial Djarum Foundation untuk mendampingi lembaga-lembaga kesejahteraan sosial anak di Kudus, termasuk LKSA Dzikrul Hikmah. Ia sepakat dengan Ilham bahwa perubahan paradigma dari panti asuhan menuju LKSA sebagai langkah besar dalam cara orang melihat anak-anak yang diasuh.
“Dulu, panti asuhan dipandang sebagai tempat menampung anak-anak yatim atau miskin,” ujarnya. “Sekarang pendekatannya berbeda: LKSA bukan sekadar tempat tinggal, melainkan ruang tumbuh yang meniru struktur keluarga.”
Ryan menekankan pentingnya menganggap anak-anak LKSA sebagai bagian dari keluarga “normal.” Menurutnya, jika mereka diperlakukan seperti anak-anak pada umumnya, tanpa stereotipe buruk yang melekat, maka mereka tidak akan merasa berbeda.
“Perasaan ‘normal’ itu penting untuk membangun kepercayaan diri.”
Selain pengasuhan yang hangat, bagi Ryan, LKSA di bawah binaan Bakti Sosial Djarum Foundation juga memberi pelatihan soft skills, seperti public speaking, perencanaan masa depan, toleransi, nasionalisme, hingga keterampilan sosial.
“Anak-anak tidak cukup hanya disekolahkan. Mereka harus punya kemampuan hidup, seperti cara berpikir, berkomunikasi, dan mengenal diri sendiri.”
Ia menambahkan, anak-anak LKSA umumnya memiliki kemandirian yang luar biasa. Mulai dari bangun pagi sendiri, mencuci baju sendiri, menyiapkan makan sendiri–hal-hal yang kadang sudah jarang dilakukan anak-anak sebayanya.
“Dari kebiasaan sederhana itu tumbuh rasa tanggung jawab dan harga diri.”
Rumah yang mengajarkan tumbuh bersama
Sore hari saat waktu salat maghrib tiba, suasana LKSA Dzikrul Hikmah berubah hening. Anak-anak khusyu’ menjalankan salat berjamaah. Setelahnya, mereka–termasuk Irsyad dan Aglis–sudah harus siap mengikuti rangkaian acara wajib di malam hari, seperti mengaji.
Di penghujung obrolan, Ilham menjelaskan, tempat itu bukan sekadar asrama, melainkan rumah yang mengajarkan arti tumbuh bersama. Mereka datang dengan berbagai latar belakang yang berbeda, tapi hidup berdampingan dengan tujuan yang sama. Ilham menatap anak-anak itu dengan mata hangat.
“Kami tidak sedang menampung anak-anak. Kami hanya membantu mereka menemukan rumah baru tempat mereka tumbuh.”
Di antara tawa, jadwal belajar, dan doa yang mengalun setiap malam, anak-anak LKSA Dzikrul Hikmah tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan siap melangkah ke dunia luar. Mereka tidak hanya diasuh untuk hidup. Mereka dididik untuk menghadapi hidup, dengan kepala tegak dan hati yang lapang.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Darul Hadlonah Rembang: Beri Bekal Keterampilan ke Anak-anak Bermasalah Sosial untuk Arungi Kehidupan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan