Suara Wajan yang Lebih Nyaring dari Peluit Pelatih adalah Rahasia di Balik Prestasi Atlet PB Djarum

Ilustrasi - Suara Wajan yang Lebih Nyaring dari Peluit Pelatih adalah Rahasia “Tersembunyi” Prestasi Atlet PB Djarum (Mojok.co/Ega Fansuri)

Prestasi atlet PB Djarum bukan hanya lahir dari keringat di lapangan. Ada rahasia tersembunyi di dapur asrama, tempat di mana suara wajan kadang lebih nyaring daripada peluit pelatih.

***

Arena pertandingan selalu jadi panggung utama bulu tangkis. Sorak penonton, gesekan sepatu di lantai kayu, hingga suara kok yang dipukul raket membuat suasana riuh.

Audisi Umum PB Djarum, yang digelar 8–12 September 2025 di GOR Jati, Kudus, menjadi saksi. Dari tribun, semua orang bisa melihat kerasnya para atlet mengejar kok, melompat, lalu melakukan smash sekuat tenaga. Mereka saling berebut tiket untuk masuk menjadi bagian dari klub besar ini.

Namun, di balik keramaian itu, ada sebuah ruang yang tak kalah sibuk meski jarang tersorot kamera. Bukan lapangan latihan, melainkan dapur asrama.

Di tempat inilah energi para atlet diracik setiap hari: lewat sepiring nasi, potongan ayam, sayur segar, dan buah yang porsinya diatur presisi. Jika lapangan adalah panggung aksi, maka dapur adalah mesin sunyi yang bekerja tanpa henti.

Suara wajan lebih nyaring dari peluit pelatih

Pukul lima pagi, ketika sebagian atlet masih terlelap, dapur asrama sudah hidup. Api kompor menyala, bumbu ditumis, suara gilingan berpadu dengan harum tumisan.

Wajan besar mendesis, puluhan potong ayam digoreng dengan suara berderak. Panci sebesar setengah drum mendidih, spatula logam mengetuk wajan menciptakan ritme khas. Semua itu pertanda menu makan para atlet cilik PB Djarum hampir siap.

Sore itu, Rabu (10/9/2025), Head of Kitchen Asrama PB Djarum, Eka Kristiani, memberi arahan pada enam juru masak yang bekerja di bawah komandonya. Tangannya cekatan, matanya awas. Ia memastikan setiap menu sesuai standar gizi yang telah ditetapkan.

dapur asrama pb djarum.MOJOK.CO
Eka Kristiani sudah 20 tahun bekerja sebagai “kiper” nutrisi di asrama PB Djarum. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

“Kalau bahan tidak sesuai standar, langsung kami kembalikan. Gizi dan nutrisi itu mutlak,” katanya pada saya.

Dapur asrama PB Djarum yang lebih mirip “Laboratorium Nutrisi”

Eka sendiri adalah sosok senior di asrama PB Djarum. Lulusan D3 Ilmu Gizi Poltekkes Semarang ini sudah bekerja sejak 2006—hampir 20 tahun menjaga asupan atlet yang kemudian melahirkan nama besar seperti Liliyana Natsir, Maria Kristin, hingga Tontowi Ahmad.

“Sejak GOR ini diresmikan, saya sudah kerja di sini,” ujarnya.

Ia lalu menjelaskan catatan gizi yang dihitung detail: zat besi, kalsium, vitamin, semua ditakar presisi. Sebagai contoh, tiap atlet mendapat porsi daging rata-rata 150 gram saat makan besar, sementara sarapan lebih ringan dengan protein sekitar 50 gram.

Eka menyebut kalau dapur ini mirip seperti “laboratorium nutrisi”. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Hitungan itu masuk akal. Jika orang dewasa rata-rata butuh 2.000–2.500 kalori per hari, atlet bulu tangkis dengan jadwal latihan pagi dan sore membutuhkan 3.000–4.000 kalori.

“Di asrama PB Djarum, skema gizi diatur ketat, setara dengan pusat pelatihan di luar negeri,” katanya.

“Bahkan, saya pernah kerja di asrama kepolisian, tapi standar mereka tidak seketat di sini,” tambahnya.

Tidak heran bila Eka menyebut dapur ini lebih dari sekadar dapur: sebuah “laboratorium nutrisi”.

Menghabiskan makanan, setara dengan menyelesaikan latihan

Saya menanyakan menu harian yang biasa disajikan. Ternyata, cukup variatif: ayam goreng tepung, sup hangat, nugget, soto, hingga rendang. Ayam goreng tepung hampir selalu jadi favorit, sementara sop buntut muncul beberapa kali seminggu.

Ada juga “fast food ala PB Djarum”. Yakni ayam goreng tanpa MSG, makaroni schotel, atau lumpia sehat.

Meski sudah variatif, Eka mengaku bahwa tetap saja ada atlet yang protes. Mengaku bosan dengan menu yang itu-itu aja. Eka pun terkekeh saat menceritakannya.

“Tapi aturan di sini, makanan harus habis. Boleh nambah, boleh banget. Tapi wajib habis,” jelasnya. “Pernah ada juga yang ketahuan menyisakan sayur. Saya catat namanya, biasanya kena sanksi pelatih.”

Ada aturan tertulis dan wajib ditaati para atlet PB Djarum. Yakni, makan harus habis. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Dari situ saya mengerti: di PB Djarum, disiplin makan dipandang sama pentingnya dengan disiplin latihan.

Sore itu, Eka mengajak saya melihat para atlet makan di ruang makan. Ruangan lapang itu bisa menampung 40 orang sekaligus. Karena jumlah atlet lebih dari seratus, mereka makan bergiliran. Tak ada yang boleh membawa makanan ke kamar; semua wajib makan bersama untuk menjaga disiplin.

Meski aturan ketat, Eka menyebut ada sedikit kelonggaran. Misalnya, saat Jumat biasanya ada “menu luar” seperti nasi Padang atau makanan khas daerah. Sedangkan Minggu, atlet boleh jajan di luar, meski dapur tetap menyediakan menu pokok.

Meski ketat, Eka bilang ada kelonggaran. Misalnya, di hari Minggu, atlet diperbolehkan jajan di luar–tapi wajib menghabiskan porsinya di dapur. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Dapur asrama PB Djarum: “pondasi yang tak terlihat”

Menjelang malam, saya berpamitan dengan Eka yang kembali sibuk mengatur ruang makan. Saya melangkah ke dalam GOR untuk menyaksikan pertandingan Audisi Umum PB Djarum yang masih berlangsung.

Di lorong asrama, saya berpapasan dengan beberapa atlet yang berbaris menuju ruang makan. Mereka adalah anak-anak yang dulunya juga berawal dari tribun penonton—sama seperti peserta audisi yang kini sedang berjuang di lapangan.

Salah satunya adalah Dionysius Hayom Rumbaka. Mantan atlet Pelatnas PBSI ini adalah jebolan asrama PB Djarum. Sejak 2015, ia memutuskan pensiun sebagai pemain dan melanjutkan karier sebagai pelatih di tempat ini.

Kebetulan, Coach Hayom ini adalah orang yang akrab dengan Eka.

“Mbak Eka itu, menyediakan makan buat saya dari segini (kecil, usia 12 tahun) sampai sebesar ini. Dari saya masih atlet cilik sampai sekarang jadi pelatih,” ungkapnya, menceritakan dedikasi Eka.

“Dapur ini sudah kayak dapur rumah. Mbak Eka sudah kayak ibu.”

Sementara itu saya membayangkan Coach Hayom dan banyak atlet PB Djarum lain melakukan smash keras, pergerakan lincah, hingga keringat bercucuran. 

Dan, yang jarang orang ketahui, di balik aksi enerjik itu ada aroma tumisan, disiplin di meja makan, dan ketegasan seorang penjaga nutrisi. Dapur yang saya kunjungi tadi adalah mesin sunyi yang tak pernah berhenti.

Dapur ini, seperti kata Eka, “Sebuah pondasi tak terlihat, namun krusial, di balik lahirnya para juara PB Djarum.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: GOR Jati, Kawah Candradimuka di Kudus yang Jadi Saksi Bisu Lahirnya Para Legenda Bulu Tangkis Indonesia atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version