Tak Gentar Dikejar Petugas di Malioboro, Sepasang Pengasong Air Mineral Berjuang Demi Biayai Anak Kuliah di UNY

Ilustrasi sepasang pengasong air mineral di Malioboro (Ega/Mojok.co)

Demi biayai anak yang masih kuliah di UNY dan sekolah Mts, sepasang suami istri tak gentar menjalani hari dengan kejaran aparat di Jalan Malioboro. Mereka mencari rezeki dengan mengasong air mineral. Pekerjaan yang penuh ketidakpastian.

***

Jogja sedang terik-teriknya saat saya berjalan-jalan di kawasan Malioboro untuk mencari bahan tulisan sambil mengamati hiruk-pikuk orang-orang yang tengah beraktivitas. Setelah berjalan cukup lama, saya duduk di salah satu kursi taman dekat Plaza Malioboro Mall dan membakar sebatang rokok sembari duduk santai.

Tiba-tiba saja, saya didatangi oleh seorang wanita paruh baya, ia menawarkan dagangannya berupa air mineral. Jam menunjukkan pukul sebelas, agak rawan jika tak bawa bekal minum saat beraktivitas di luar.

“Air, Mas, masih ada yang dingin,” tawarnya kepada saya yang tengah merokok.

sepasang suami istri jualan air mineral di malioboro.MOJOK.CO
Sepasang penjual air mineral di Malioboro (Ridoi/Mojok.co)

Karena tenggorokan saya terasa kering, saya pun memutuskan untuk membelinya.

Usai menyodorkan air minum yang saya beli, ibu itu ikut duduk di sebelah saya: beristirahat. Ia tampak kelelahan. Dari dahinya bercucuran keringat. Deras sekali.

Saya pun mulai membuka obrolan. Baru saya tahu kemudian, namanya Rini (53) warga asli Jogja yang mengais rezeki dengan menjajakan air mineral di sekitar kawasan Malioboro, Jogja.

“Baru sedikit (pembeli), hari ini sepi. Soalnya kan udah masuk sekolah, jadi sepi,” curhat Rini ketika saya bertanya apakah dagangannya itu sudah laku banyak atau belum.

Pilihan hidup jualan air mineral di Malioboro Jogja

Persis ketika saya menghabiskan batang kedua rokok saya, tanpa saya sadari datang seorang pria paruh baya yang juga mengasongkan air mineral. Ia mencangklong tas ransel di depan badannya. Dengan wajah lesu, ia kemudian duduk di samping Rini. Ia tampak begitu akrab dengan wanita tersebut.

Saat saya pastikan, ternyata ia adalah suami Rini, namanya Isnowo (55). Kami pun terlibat obrolan panjang penuh keramahan.

“Sudah lama jualannya, Bu?” tanya saya saat kami berjumpa pada Rabu (24/7/2024).

Ia bercerita, pekerjaan sebagai pedagang asongan air mineral di kawasan Malioboro, Jogja, belum lama ia jalani. Kira-kira baru dua bulan ini.

“Baru setelah lebaran (2024) kemarin, Mas, saya jualannya,” kenangnya.

Sebelum itu, Rini dan Isnowo bekerja dengan menitipkan dagangan seperti gorengan dan nasi bungkus ke kantin-kantin Sekolah Dasar (SD). Pagi-pagi buta, Rini sudah memasak dan menyiapkan dagangannya. Lalu Isnowo lah yang mengantarkan barang dagangannya ke kantin-kantin kenalannya. Hal itu keduanya lakukan setiap hari.

“Dapetnya ya nggak seberapa, Mas. Apalagi kalau makanan kan kalau nggak habis, itu baliknya yang rugi,” keluh wanita paruh baya itu.

Sementara, menurut Rini, jika berdagang air mineral, rugi yang didapatkan tidak separah jika menitipkan dagangan di kantin sekolah. Pun kalau dagangannya tidak habis, air mineral masih bisa ia jual lagi esoknya.

“Dulu kalau sore juga nitip ke angkringan. Tapi sekarang udah nggak, Mas, mending gini (mengasongkan air mineral) nggak terlalu rugi,” ucap Isnowo sambil mengelap keringatnya yang bercucuran deras. Pekerjaan itu mereka berdua jalani demi membiayai anak-anaknya yang sedang menempuh pendidikan.

Baca halaman selanjutnya…

Tercekik biaya anak yang kuliah dan sekolah di SMP swasta

Segala upaya untuk biayai pendidikan anak

Rini gantian bertanya tentang kesibukan saya selain kuliah dan magang. Saat saya bercerita, Rini berkata kalau saya mengingatkannya pada anaknya yang sedang berkuliah. Ia mengaku memiliki dua anak. Anak sulungnya sedang kuliah, sementara yang bungsunya baru akan masuk MTs.

“Yang satunya juga seumuran sampean, kuliah di UNY. Jurusan Geografi,” tutur Rini dengan senyuman hangat.

Ia dengan antusias menceritakan anak mbarep-nya yang sedang berjuang menghadapi revisian skripsi di UNY sembari bekerja di toko batik daerah sekitar Malioboro, Jogja. Hal itu sang anak lakukan agar tidak terlalu membebani orang tuanya yang sudah banting tulang demi membiayainya kuliah.

“Revisiannya juga sudah akhir, Mas, paling bulan depan bisa yudisium di UNY,” pungkas Isnowo.

Sementara anak bungsu Rini baru masuk di salah satu MTs swasta di Jogja. Biaya awal masuknya terbilang tak murah. Ia mengaku harus membayar sebesar Rp5 juta.

Tentu, ia merasa nelangsa. Namun, menurutnya tak masalah jika pendidikan anak membutuhkan biaya besar. Karena pendidikan adalah hal penting untuk masa depan anak-anaknya.

Dalam sehari-hari menjual air mineral di Malioboro, Jogja, tentu Rini kerap berhadapan dengan situasi sulit. Karena bagaimanapun juga, ia hanya bisa mengandalkan pengunjung dan para pekerja yang lewat di sekitar Malioboro.

“Saya biasanya jualan paling malam itu jam 10, Mas, soalnya kalau jam segitu orang-orang udah mulai nyari kopi,” kelakarnya.

Situasi sulit di Malioboro Jogja

Situasi sulit lain yang dihadapi adalah berkali-kali ditertibkan petugas karena berjualan di kawasan Malioboro. Namun, mau bagaimana lagi. Rini dan suami masih tetap “nekat” berkeliling menjajakan air mineral. Sebab hanya dari situlah keduanya bisa mendapat pemasukan, meski secara untung sebenarnya tak terlalu besar.

“Kalau sepi, biasanya cuma habis dua dus, Mas. Satu dus isinya 24 (botol),” curhat Isnowo.

Rini dan Isnowo menjual air mineralnya seharga Rp5 ribu per botol. Saya asumsikan, jika sehari habis dua dus alias 48 botol, maka ia mendapat uang sekitar Rp240 ribu.

Sebenarnya, bisa saja keduanya menjual dengan harga lebih murah. Katakan saja Rp4 ribu per botol. Hanya saja, hal tersebut bisa membuat pedagang lain komplain. Karena memang standar harganya adalah Rp5 ribu.

“Tapi kalau saya jual ke tukang becak, juru parkir, itu nggak apa-apa murah, sama-sama mencari nafkah,”  imbuh Isnowo.

Kami berbincang cukup lama, hingga tak terasa hampir satu jam. Sesaat setelah itu, seorang juru parkir memanggil pak Isnowo untuk membeli minum. Momen itu saya gunakan untuk berpamitan.

“Sehat-sehat ya, Mas,” Rini sambil menepuk pundak saya. Saya mengangguk dan tersenyum melihat Rini dan Isnowo yang masih tampak semangat mencari nafkah demi pendidikan anaknya di UNY.

Berulang-ulang saya sampaikan terima kasih ke Rini dan Isnowo. Keduanya benar-benar mengingatkan saya dengan kedua orang tua di rumah: dua manusia yang selalu mengupayakan yang terbaik untuk anak-anaknya. Sembari beranjak, saya berharap dagangannya laris manis hari ini, juga hari-hari berikutnya.

Penulis: Muhammad Ridhoi

Editor: Hammam Izzuddin

Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Program Kompetisi Kampus Merdeka-Merdeka Belajar Kampus Merdeka (PKKM-MBKM) Unair Surabaya di Mojok periode Juli-September 2024.

BACA JUGA Tangis PKL Malioboro, Sekarang Laku Satu Satu Barang Sehari Saja Kadang Sulit, Apalagi Jika Tak Ada Rombongan Study Tour

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version