Di antara anggota keluarga lain yang semuanya kuliah S1 bahkan ada yang S2, seorang pemuda memilih mencukupkan diri jadi lulusan SMA. Ia tak ingin membebani keluarga, meski harus mengalami pahitnya gagal usaha dan PHK kerja.
Zain (21), lahir di generasi keluarga yang cukup berpendidikan. Ia tinggal bersama keluarga dari ibunya, karena sudah berpisah dengan bapak sejak beberapa tahun silam. Di keluarga ini, semuanya mengenyam pendidikan tinggi.
Mulai dari keluarga inti, kedua orang tuanya merupakan sarjana. Kakaknya juga sudah lulus S1. Sementara, pakde dan budenya juga berpendidikan tinggi. Bahkan pakdenya S2. Semua sepupunya juga sedang menamatkan kuliah. Namun, ia memutuskan hanya menjadi lulusan SMA setelah rampung sekolah pada 2021 silam.
“Ibuku memang cuma dua bersaudara. Jadi, keluargaku cukup ramping dan semuanya berpendidikan tinggi,” katanya kepada Mojok, Kamis (11/4/2024).
Zain sadar bahwa pendidikan tinggi penting. Saat SMA, ia juga sempat terpikir untuk melanjutkan ke bangku kuliah S1. Ia ingin mengambil studi manajemen atau ekonomi karena mengaku tertarik ke dunia bisnis.
Namun, jelang masa akhir SMA ia merasakan kebingungan. Ia mengaku, selama SMA tidak belajar secara giat. Gairah untuk belajar formalnya tidak terlalu tinggi. Sehingga, jika melanjutkan studi ke pendidikan tinggi Zain takut tidak bisa kuliah serius.
“Apalagi saat SMA ibu ekonominya sedang bermasalah. Banyak beban ekonomi, rasanya nggak enak untuk kalau kuliahnya nggak serius,” tuturnya.
Sehingga, saat kelas 12 SMA ia benar-benar tidak mempersiapkan diri untuk mendaftar kuliah. Tidak ikut SNBP apalagi daftar SNBT karena pesimistis lolos dan bisa kuliah S1. Sementara itu, ibunya meski tetap mendorong untuk kuliah namun membebaskan pilihan sang anak.
Lulusan SMA memilih langsung buka usaha
Saat sebagian teman yang lain mempersiapkan kuliah, pemuda asal Banjarnegara ini mengaku malah tertarik memikirkan bisnis. Bersama temannya yang juga ingin mencukupkan jadi lulusan SMA, Zain mulai merencanakan bisnis kuliner.
Begitu selesai ujian nasional, ia meminta modal kepada ibunya untuk membuka usaha. Ia meyakinkan bahwa hal tersebut lebih ringan daripada membiayai kuliah. Akhirnya, dengan modal sekitar Rp10 juta ditambah modal lain dari temannya, ia membuka usaha kuliner.
Namun, begitu tahu Zain langsung buka usaha dan tidak kuliah, ada saudara yang langsung mempertanyakan keputusan tersebut.
“Ya mencecarku dengan banyak pertanyaan, kurang sepakat dengan keputusanku. Tapi ya gimana, mau bantu saja tidak, ibuku saja pasti perlu utang kalau untuk biaya awal kuliah, ini saja untuk modal usaha ibu mencari pinjaman,” curhatnya.
Akhirnya, usaha itu tetap ia jalankan. Meski, pada perjalanannya tidak semudah yang ia bayangkan. Hingga enam bulan, hasil usahanya hanya cukup untuk menutup kebutuhan operasional harian. Sementara untuk kebutuhan hidup, Zain, masih meminta kepada ibunya meski berusaha sangat hemat.
Kondisi itu ia jalani hingga setahun, hingga akhirnya, ia yakin bahwa usahanya tidak bisa bertahan. Ia mengaku, pada usaha pertama ini banyak melakukan kesalahan.
“Ya aku sadar, masih banyak cara yang belum benar. Banyak saran dari keluarga atau kakakku yang tidak aku lakukan juga,” tuturnya.
Baca halaman selanjutnya…
Gagal berbisnis, kerja malah kena PHK
Kerja kena PHK
Akhirnya, setelah menganggur hampir setahun, ia mendapatkan pekerjaan yang sebenarnya cukup menjanjikan. Menjadi sopir di sebuah perusahaan kontraktor swasta di Kalimantan. Gajinya saat itu belum terlalu besar, sekitar Rp3,5 juta per bulan. Namun, baginya sudah cukup lumayan karena sudah disediakan tempat tinggal dan makan.
Sayangnya, terjadi permasalahan di perusahaan yang membuat ada pemangkasan pekerja besar-besaran. Zain menjadi salah satu korbannya.
“Harus pulang awal 2024 ini. Ya meskipun dibilang ada kemungkinan dipanggil kembali tapi tetap nggak meyakinkan,” tuturnya.
Zain mengaku sempat stres. Lulusan SMA ini kembali bingung menata masa depannya. Untuk meminta uang kepada orang tua sudah sungkan. Sementara tabungan dari kerjanya makin hari makin menipis.
“Tapi aku nggak merasa menyesal jadi lulusan SMA doang. Ya beginilah jalan yang aku pilih walaupun beda sama keluargaku yang lain. Walaupun kadang dipadang sebelah mata,” terangnya.
Baginya, kegagalan ini memang jadi pembelajaran. Dulu, ia berpikir bahwa usaha bisa jadi jalan pintas menuju kemandirian. Namun, ternyata jalannya tidak semudah yang ia bayangkan.
Ia sempat berpikir bahwa jika sudah dapat pekerjaan hidupnya akan lebih pasti dalam jangka panjang. Nyatanya, kepastian di pekerjaan juga tidak selalu ada.
“Mungkin memang semua butuh proses. Caraku nggak sepenuhnya benar, tapi ya harus aku jalani dengan tanggung jawab,” pungkasnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News