Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Alasan Makanan Study Tour Sering Terasa Hambar di Lidah Wisatawan

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
7 Januari 2025
A A
makanan study tour.MOJOK.CO

Ilustrasi Alasan Makanan Study Tour Sering Terasa Hambar di Lidah Wisatawan (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Ketika masih bersekolah, setidaknya saya sudah empat kali mengikuti perjalanan wisata sekolah alias study tour. Masing-masing satu kali saat masih SD dan SMP, serta dua kali ketika SMA.

Destinasinya juga beda-beda. Ketika SD, saya dan rombongan melawat ke Jogja dan sekitarnya untuk menyambangi Malioboro dan Candi Prambanan. Ketika SMP, Bandung adalah daerah tujuan study tour kami. Sementara saat SMA, kami kembali berwisata ke Bandung dan Bali.

Meskipun kami bepergian ke lokasi yang berbeda-beda, tapi saya menemukan satu kesamaan dari perjalanan ini: makanan tidak enak. Konsumsi yang disediakan biro perjalanan di rumah-rumah makan, rasanya tak jauh-jauh dari kesan hambar.

Tipikal menu study tour: sayur tidak asin, sambal cuma “menang panas”

Awalnya, saya berpikir kalau kesan tersebut cuma saya yang merasakan. Namun, setelah saya membagikan keresahan kecil itu kepada beberapa kawan, ternyata mereka merasakan hal serupa.

Dayat (26), misalnya, mengaku relate dengan cerita makanan hambar di study tour tersebut. Sama seperti saya, ketika SD, SMP, dan SMA, lelaki asal Jawa Barat ini kerap melakukan perjalanan wisata sekolah. Dan, kesan yang dia dapatkan selalu sama: makanan yang disediakan biro tak pernah enak.

Dia, terutama sekali, mengeluh soal menu makanan yang terkesan itu-itu saja.

“Dari SD, SMP, SMA, itu-itu aja menunya. Nasi, ayam, tempe, sayur satu jenis, sama sambel. Gitu terus sampai hafal. Haha,” ucapnya sambil tertawa, saat Mojok temui, Senin (6/1/2025) malam.

Sementara Paskal (26), yang juga merasakan hal serupa, mengaku kalau makanan saat study tour itu terkesan tasteless. Terutama sekali ketika makan di kawasan rest area.

“Sayur itu asin aja enggak. Sementara sambel, bukan gurih pedas gitu, tapi lebih ke panas. Nggak ada rasa, tapi panas dimulut,” ungkap Paskal.

Juru masak di resto rest area sulit koreksi rasa

Awalnya, saya merasa pangkal masalah ini terletak pada biro perjalanannya. Namun, asumsi itu mentah setelah beberapa kali kami study tour pakai biro perjalanan lain, rasa makanan tetap sama.

Dugaan kedua saya mengarah pada resto yang memasak makanan. Sebab, mau tak mau mereka lah orang yang paham terkait proses produksi makanan sebelum sampai di piring wisatawan.

Akhirnya, dalam perjalanan saya ke Bali pada Senin (16/12/2024) silam, saya berniat menguji asumsi saya tadi. Kebetulan pada malam hari, bus yang membawa saya dan rombongan berhenti di salah satu rest area kawasan Caruban, Jawa Timur.

Di sana, kami dipersilakan untuk makan secara prasmanan. Tak lama setelah menghabiskan seporsi ayam, sayur, dan teh panas, saya pun mendatangi penjaga stand makanan yang sedang mengatur menu-menu di meja.

Perempuan berusia 20-an tahun, yang tak mau disebutkan namanya tersebut, memvalidasi asumsi saya.

Iklan

“Dalam sehari ada puluhan pesanan partai besar, Mas. Bisa puluhan rombongan. Datangnya pun kadang berdekatan,” jelasnya.

“Buat efisiensi waktu, jadi masak serba cepat. Kalau sudah begitu, wajar semisal juru masak kesulitan koreksi rasa,” imbuhnya.

Yang penting ada garam dan micin

Wati (47), lebih dari dua puluh tahun bekerja sebagai juru masak resto yang kerap jadi jujugan wisatawan. Khususnya saat musim study tour. Perempuan asal Gunungkidul ini mengaku, bikin rasa masakan cocok ketika masak dalam porsi besar adalah masalah tersendiri.

“Begini aja, misalnya kita masak untuk 100 orang. Jelas mereka itu punya karakter dan selera yang beda-beda. Istilahnya beda orang, beda lidah,” jelasnya saat Mojok hubungi Minggu (5/1/2025).

“Makanya, bikin semua orang cocok sama masakan itu susah. Mungkin ada satu dua yang cocok, tapi ya banyak juga yang akhirnya kurang pas di lidah.”

Karena masalah waktu juga, yang mana dia kudu masak banyak dalam waktu yang cepat, mau tak mau cara instan diambil. Biasanya Wati dan timnya “menggarami” dan menambah micin banyak-banyak. Tak mau berjudi dengan percobaan bumbu dapur yang macam-macam, terutama rempah.

“Jadi paling standar masakan itu yang penting kerasa asinnya aja. Buat gurih tinggal banyakin penyedap. Karena itu paling aman juga buat wisatawan. Dan jangan salah, hampir semua resto kayak begini.”

Biro study tour paham, tapi tak bisa berbuat banyak

Bagi para penyedia jasa perjalanan study tour, masalah ini jelas bukan sesuatu yang baru. Menurut Yudhi (34), yang sudah bertahun-tahun bekerja di biro perjalanan, evaluasi yang kerap mereka terima adalah soal makanan.

“Biasanya kalau hubungannya sama sekolah gitu, panitia pada evaluasi soal makanan. Itu sering banget,” ucapnya kepada Mojok.

Sayangnya, orang-orang sepertinya tak bisa berbuat banyak. Khususnya kalau berhubungan dengan sekolah yang peserta bejibun, tapi dana terbatas.

“Jadi uang sudah ditangan, kami biasanya bagi berapa untuk bus, berapa untuk konsumsi. Kalau study tour sekolah, rata-rata buat sekali konsumsi kami anggarkan Rp12-15 ribu. Itu pun marjinnya udah kecil banget buat biro,” jelas Yudhi.

“Pastikan resto berhitung lagi. Dan ya kami susah berbuat banyak kalau dana yang dikasih pun udah terbatas. Makanya konsumsi sering kurang memuaskan.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Sopir Bus Pariwisata Cerita Tantangan Bawa Rombongan Study Tour, Sisi Lain Kehidupan di Jalan yang Berat atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 8 Januari 2025 oleh

Tags: biro busmakanan study tourpariwisataperjalanan wisatastudy tour
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

jurusan pariwisata. mojok.co
Ragam

Kuliah di Jurusan Pariwisata Tak Semenyenangkan Kelihatannya, Niat Santai Malah Terbantai

3 Juli 2025
Trauma ikut study tour, dianggap kampungan karena pakaian MOJOK.CO
Ragam

Trauma Ikut Study Tour karena Dipermalukan dan Dianggap Kampungan, Insecure hingga Dewasa

12 Maret 2025
Guru Pendamping Study Tour Paling Menderita, Stres dan Tanggung Jawab Besar tapi Dianggap Paling Bahagia.MOJOK.CO
Ragam

Guru Pendamping Study Tour Paling Menderita, Stres dan Tanggung Jawab Besar tapi Dianggap Paling Bahagia

10 Maret 2025
‘Anak Bali Ilang Baline’ - Bagaimana Pariwisata Mencabut Akar Budaya dan Identitas Masyarakat Adat Pulau Dewata?.MOJOK.CO
Ragam

‘Anak Bali Ilang Baline’ – Bagaimana Pariwisata Mencabut Akar Budaya dan Identitas Masyarakat Adat Pulau Dewata?

3 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025
Sirilus Siko (24). Jadi kurir JNE di Surabaya, dapat beasiswa kuliah kampus swasta, dan mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola amputasi MOJOK.CO

Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

16 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

18 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.