Pro Kontra di Balik Skuter Malioboro

Kehadiran skuter di Malioboro menambah gairah pariwisata di Yogyakarta. Ia membidik segmen anak muda. Namun, bagaimana aturan dan keamanan dari moda transportasi ramah lingkungan ini?

***

Malam itu (10/03/2022), terasa panjang. “Adoh-adoh tekan kene, kok ya mung udan (jauh-jauh sampai sini, kok ya hujan),” ucap seorang gadis ketika rintik air menyapa tubuhnya yang berbalut kaos lengan pendek dan celana jeans belel. Ia menggerutu ketika sneakers putihnya terkena cipratan air pejalan kaki lain.

Ifa (21), begitu panggilannya. Gadis asal Muntilan ini sengaja menyempatkan datang ke Malioboro demi menjajal skuter. Sayangnya perjalanan 28 km itu belum terbayar lunas lantaran cuaca kurang mendukung. “Disuruh nunggu tidak hujan, takutnya terpeleset saat main skuter,” ungkap Ifa menirukan anjuran penjaga docking skuter. Akhirnya, ia memilih menunggu di lorong pertokoan.

Bagi Ifa, skuter Malioboro tampak menarik. Kapan lagi menikmati keramaian Yogya di malam hari menggunakan skuter. Bahkan setelah pedagang kaki lima dipindah ke Teras Malioboro, kawasan ini lebih nyaman dan bersih.

docking penyewaan skuter di malioboro mojok.co
Docking penyewaan skuter di Jalan Mangkubumi, Yogyakarta. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

Setengah jam menunggu hujan reda. “Kurang tahu skuter ini yang mengadakan pihak mana, tapi menarik karena jadi hal baru bagi dunia pariwisata, khususnya Malioboro yang sudah terkenal di Indonesia sebagai ikon Yogya,” ungkap gadis berambut ikal itu yang kemudian berpamitan untuk mulai meminjam skuter. Ia berharap nanti bisa melakukan swafoto di Titik Nol Kilometer dan mengunggahnya di media sosial.

Hal berbeda diungkapkan Ari (47), yang kebetulan datang dari Kulon Progo bersama anak dan istrinya untuk jalan-jalan di Malioboro. “Ruwet,” ungkapnya setelah menyeberang jalan. Menurut Ari, skuter hanya membuat jalanan semakin semrawut. Pasalnya, saat mencari parkir, ia hampir dua kali menabrak skuter. Belum lagi ketika skuter itu tidak mau kalah seolah jalan pribadi mereka.

Ari mengaku kesal ketika beberapa skuter naik ke trotoar dan mengganggu pejalan kaki. Diperparah dengan anaknya yang merajuk ingin meminjam skuter. “Mengko malah dadi molo, jatuh, ngglimpang, tombok, (Nanti malah jadi musibah, jatuh, tombok),” ungkapnya kepada sang anak.

Di sisi lain, Ari mendukung skuter sebagai kendaraan non-emisi yang cocok untuk menjaga lingkungan. Namun, jika digunakan di Malioboro yang ramai dengan pengguna jalan, menurutnya kurang pas dan membahayakan, lebih baik disediakan ruang sendiri sebagai komoditas wisata.

Pro kontra dan kebijakan dari Dishub Kota Yogya

Skuter tidak hanya kontroversial bagi wisatawan. Namun, juga bagi mereka yang sehari-hari menggantungkan hidup di Malioboro. Seperti Budoyo (63), sopir andong yang menghabiskan malam dengan sebatang rokok. Sudah dua puluh tahun bekerja, namun skuter membuat penghasilannya menurun 5%. Meski begitu, ia tidak menyalahkan. Skuter adalah warna baru pariwisata.

Beberapa kali Budoyo melihat skuter menabrak andong. “Malah ada yang keplites,” katanya. Namun, kedua belah pihak tidak ada yang terluka. Sayangnya, pengguna skuter itu malah pergi tanpa meminta maaf. Ia berharap ke depan skuter tidak lagi berjalan olak-alik.

Budoyo tidak membantah, skuter lebih murah dan fleksibel dibanding andong. “Skuter Rp35.000 per jam, andong Rp100.000 sekali putaran sampai Sosrowijayan. 6-5 orang. Kurang fleksibel,” ungkapnya. Namun, dua moda transportasi ini punya segmen pasar berbeda.

Hal serupa diungkapkan Warsito (55), sopir becak yang sedang meminum seplastik es teh manis. Meski dirugikan karena skuter mengganggu lalu lintas dan membuat wisatawan enggan naik becak, namun ia tidak bisa berbuat banyak. Ia berharap sesama pencari nafkah saling menghargai.

Pun dengan Dina (32), mantan pedagang kaki lima Malioboro. Selama berjualan di lorong pertokoan, kerap melihat skuter jatuh karena hilang keseimbangan. “Skuter lebih kencang dari pejalan kaki, dimainkan di trotoar bisa menabrak. Lihat saja, sekarang bersliweran, ada yang memotong jalan dan membuat kaget,” ungkapnya.

Bisnis sewa skuter di Malioboro sedang ramai berkembang. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

Jika menelisik lebih dalam, skuter telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Kendaraan ini bisa membantu mobilitas masyarakat, namun operasionalnya terbatas saat Car Free Day atau di jalur sepeda dengan separator.

“Di Malioboro, skuter hanya boleh beroperasi saat Car Free Day pukul 18.00-21.00 WIB, tidak boleh di jalan umum,” ungkap Sundarto (57), kepala bidang lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Yogya. Kecepatan skuter dibatasi 6 km/jam. Bilamana menggunakan kecepatan tinggi, maka dapat membahayakan pejalan kaki dan mengakibatkan kecelakaan.

Di lapangan, peraturan belum sepenuhnya diterapkan. Sundarto mengatakan skuter adalah kendaraan dengan kestabilan rendah. Tidak semua orang mahir menggunakannya. Dan, belum ada jalur khusus skuter di Malioboro. “Disarankan tidak lawan arah, karena saat Car Free Day, bus kota masih bisa melintas,” himbaunya. Ia pun menyarankan jika terpaksa lawan arah maka lewat trotoar.

Skuter di Malioboro serupa pisau bermata dua. Manakala sesuai koridor kebijakan, menjadi daya tarik wisatawan. Namun, membuat runyam ketika skuter yang tidak bisa bermanuver cepat, tertabrak atau menabrak kendaraan lain. “Kalau penggunanya patuh aturan, saya yakin ini baik,” ujarnya.

Berawal dari Komunitas Ngayogyakarta Electric Scooter

Skuter pertama yang beroperasi di Yogya letaknya di samping depan Toko Mebel Modern, 80 meter dari Tugu Yogya. Skuter Jogja Tour, sebutannya. Ditandai banner berwarna kuning muda. Ia sudah mewarnai Malioboro sejak Oktober 2021.

Adhi Pamungkas (22), mahasiswa part time fotografer ini mengatakan skuter berkembang dari komunitas bernama Ngayogyakarta Electric Scooter (N.E.ST) yang sudah ada sejak tiga tahun lalu. Komunitas ini sering mengadakan riding bersama di hari Minggu. Bukan hanya skuter, namun juga membawa serta sepeda listrik.

Selama menjadi pekerja lapangan di Skuter Jogja Tour, Adhi, biasa ia dipanggil, membantu dua rekannya mengurus sekitar 25 skuter. “Jalan Mangkubumi ini strategis, di depan ada parkiran, dekat dengan Tugu Yogya, dan perizinan lebih mudah daripada Malioboro,” ungkapnya.

Setiap hari, skuter akan dicek kelayakannya terlebih dahulu. Test drive rem, ban, dan gas untuk memastikan keamanannya. Sedangkan, perlindungan pengguna, saat ini hanya menggunakan helm. “Nanti sebelum main skuter bakal dikasih tahu rute dan aturannya, melintas dari Tugu Yogya sampai Titik Nol Kilometer, selepas pukul 21.00 WIB tidak boleh lawan arah jadi harus lewat Jalan Mataram sampai ke Abu Bakar Ali baru ke kiri Jalan Mangkubumi,” ungkap mahasiswa Fakultas Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Bergabung sejak Desember 2021, ia mengaku sudah beberapa kali melihat pengguna skuter yang jatuh. Namun, menurutnya itu adalah hal lumrah. “Orang jalan saja bisa jatuh, apalagi skuter yang perlu keseimbangan,” ungkapnya. Ia dan dua rekannya menyediakan kotak P3K untuk mengobati pengguna yang jatuh. Bahkan, tidak segan membawa ke rumah sakit terdekat jika membutuhkan pertolongan serius. Seperti saat penderita epilepsi kambuh setelah bermain skuter.

Adhi (sebelah kiri) dari Sewa Skuter Jogja Tour. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

Di mata Adhi, skuter adalah peluang baru pariwisata. “Tidak mungkin saya bilang jangan buka bisnis yang sama,” ungkapnya. Namun, menurutnya peminat Skuter Jogja Tour semakin bertambah karena dikenal sebagai jasa sewa skuter dengan pelayanan baik dan menyediakan gratis foto di depan Tugu Yogya. Satu orang biasanya dipatok 35.000 per jam.

Beberapa regulasi ditegakkan untuk mengatur pengguna skuter, seperti batas usia pengguna. Di atas 14 tahun hingga paling tua 50 tahun. Ada pengecualian untuk anak 12 tahun dengan postur badan mumpuni, ia diperbolehkan mengendarai skuter. Dan disediakan waktu untuk uji coba skuter tanpa memotong waktu sewa. “Ada yang sudah coba, tidak jadi sewa karena tidak bisa, ya tidak apa-apa,” ungkap Adhi yang butuh dua hari untuk belajar skuter.

Skuter Jogja Tour tergabung dalam Paguyuban Gowongan. Sebenarnya, jumlahnya pun sudah dibatasi. Namun, menurut Adhi, pembatasan skuter bukan hal yang tepat mengingat fleksibilitas untuk menyesuaikan medan jalan. Ia tidak menutup mata ketika pengguna skuter tidak tertib dengan kebut-kebutan dan keluar dari rute yang ditentukan. “Harapannya, pemerintah memberi jalan khusus skuter, banyak yang menyewa bukan sekedar iseng tapi alternatif kendaraan untuk bepergian di Jalan Mangkubumi sampai Malioboro,” ungkapnya yang pernah tutup pukul 04.00 WIB karena ramai penyewa.

Harapan Bagi Generasi Z

Untuk memuaskan rasa penasaran, saya kemudian menjajal skuter. Di Malioboro, persewaan skuter dikelola oleh Skuteraja.id. Ia memiliki 7 docking yaitu di depan Hotel Inna Garuda, Kantor DPRD, Sari Ilmu, Malioboro Mall pintu utara, Malioboro Mall pintu selatan, Batik Janoko, dan Kantor Kepatihan.

Setelah diberi pengarahan, saya menjalankan skuter dengan kecepatan paling rendah. Ada rasa berdebar ketika skuter dengan ciri khas merah oranye ini nyaris oleng. Mungkin memang benar, harus rileks, berani, dan tentu pintar menjaga keseimbangan untuk bisa bermain skuter.

Afan Robani (24), pengelola Skuteraja.id, mengatakan sudah meramaikan Malioboro sejak November 2021. Ia sudah menyangka ini akan menjadi kontroversi berbagai pihak.

Malioboro merupakan jantung Kota Yogyakarta, di mana hampir seluruh masyarakat dari berbagai lapisan daerah tumpah ruah. Karena itu, Alfan, biasa dipanggil, ingin semakin banyak anak muda yang datang ke Malioboro, bukan sekedar nongkrong di kafe. Skuter ini salah satu yang bisa dimanfaatkan sebagai tonggak ekonomi masyarakat.

Alfan Skuteraja.id saat ditemui Mojok.co. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

“Saya nggak ingin Malioboro kalah dengan destinasi lain. Lihat Borobudur dan Hyatt yang lebih dulu menggunakan skuter sebagai daya tarik generasi z. Ini sebagian kecil kontribusi untuk pemerintah Kota Yogya, harapannya bisa membangkitkan karang taruna di kampung sekitar Malioboro,” ungkap Alfan.

Di mata Alfan, ketika skuter ini bisa digandrungi anak muda, maka Malioboro akan masuk di lini masa mereka, mulai terekspos di media sosial dan kembali hidup. Ia ingin menghidupkan budaya Yogya, karena itu, nantinya akan dibuat jalur skuter untuk masuk di kampung sekitar Malioboro, mempromosikan budaya dan ciri khas, serta oleh-oleh, sehingga dapat mendongkrak ekonomi masyarakat. “Efek domino itu yang dicari, tapi banyak yang menyalahartikan,” ungkapnya.

Tiga bulan awal, Alfan sengaja belum melibatkan warga kampung. Ia tidak ingin mereka dirugikan saat uji coba. Namun, sekarang, ia sudah menemukan pola operasional skuter. Harapannya, warga kampung sekitar Malioboro berkontribusi agar rintisan ini tidak mangkrak.

Membangun Skuteraja.id, Alfan tidak mengharapkan keuntungan. Bahkan, hasil penyewaan skuter dibagikan kepada masyarakat melalui Jumat Berbagi. “Bayangkan saja, skuter ini dibeli dengan harga 5-6 juta, jumlahnya saat ini 200, tapi hanya dioperasikan 80, kalau mau serakah, saya operasikan semuanya,” ungkap Alfan. Namun, ia juga ingin mempertahankan estetika Malioboro. Bahkan skuter itu diletakkan di docking yang perizinannya resmi dari pemerintah, bukan sekedar di pinggiran toko.

Selain itu, Alfan masih menjamin asuransi pengguna skuter. Jika ada insiden menabrak delman atau jatuh, maka menjadi tanggung jawab Skuteraja.id. Ia mengungkapkan dengan harga sewa 40.000 per jam, namun ganti rugi mencapai 300.000, maka tidak ada keuntungan yang masuk. “Karena harapan saya, anak muda Yogya tertarik dengan wisata di kotanya sendiri,” ujarnya.

Skuter memang bukan kendaraan sehari-hari di jalan raya. Alfan memperhatikan betul standar operasional prosedur yang berlaku, seperti umur minimal 15 tahun, berat maksimal 80 kg, dan harus menggunakan kecepatan paling rendah. Skuter bukan untuk balapan. Ia berharap penggunanya fokus ketika menggunakan skuter, tidak sambil bermain telepon genggam. “Roda skuter kecil, ada risiko jatuh jika jalan lubang,” ungkapnya.

Wisatawan berswafoto menggunakan skuter di malioboro. (Brigitta Adelia/Mojok.co)

Mencegah kecelakaan, Alfan membagi tim yang bertugas mengawasi di sisi dan tengah Malioboro. Ia pun tak segan memantau di lapangan, melihat pengguna skuter yang ugal-ugalan dan keluar jalur. Menurutnya, agar skuter bisa tertata rapi, butuh kerja sama dari seluruh pemilik skuter di Jalan Mangkubumi dan Malioboro, karena kadang tidak seragam dalam menyampaikan kebijakan kepada pengguna.

“Harapannya, Yogya bisa jadi percontohan eco living. Saya masih memikirkan solusi agar tidak mengganggu pengguna jalan, entah nanti hanya satu-satu dengan kecepatan rendah, atau bagaimana, tapi saya butuh kerja sama pemangku kebijakan. Prinsip, semua bisa diatur,” pungkas Alfan.

Skuteraja.id beroperasi hanya pukul 18.00 sampai 24.00 WIB. Mengingat sudah hampir tutup, saya lantas mengembalikan skuter di docking depan Kantor Kepatihan dan mengambil jaminan identitas diri. Nantinya, skuter dengan tipe Sagway Nineboard G30 akan dibawa ke basecamp untuk di-charge dan maintance agar keesokan hari dapat kembali beroperasi.

Reporter: Brigitta Adelia
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Cerita dari Warga Godong: Selasa Kliwon, Tali Pocong, dan 7 Hari Tidur di Lantai dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version