Akun Twitter @txtdrberseragam mendedikasikan diri untuk menyebarluaskan kelakuan absurd dan nakal aparat. Admin dari akun yang sudah memiliki lebih dari setengah juta pengikut ini enggan menyebut identitas. Ia berlindung di balik anonimitas dan menegaskan, “Kami tak punya niatan buruk pada aparat berseragam.”
***
Demi menuntaskan rasa penasaran, saya kirim sebuah pesan, ajakan untuk berbincang kepada akun Twitter @txtdrberseragam. Tak butuh waktu lama untuk menunggu balasan dari sang admin ketika saya hubungi lewat direct message (DM) Twitter. Ia langsung bersedia diwawancarai. Namun, saat dimintai kontak yang bisa dihubungi secara personal, ia tegas menolak. “Waduh tidak bisa Kak, kita merahasiakan identitas dari siapa pun. Lewat DM saja,” balasnya.
Tak mengira dapat banyak atensi
Tentu saya mencoba untuk memberikan opsi selain tanya jawab via DM Twitter. Supaya bisa berbincang langsung dua arah tanpa jeda panjang. Misalnya, dengan menggunakan aplikasi Zoom dengan nama disamarkan dan kamera dinonaktifkan. Namun, tetap saja ia menolak.
Kekukuhan Sang Admin agar identitasnya tak bocor barang sedikit pun akhirnya saya maklumi. Jalan yang ia tempuh memang berbahaya. Sang Admin mengaku sudah berulang kali mendapat teguran bahkan ancaman.
“Komplain terkait postingan selalu ada. Diancam juga ada. Tapi kita anggap gertakan saja sih,” sambungnya. Mulai dari ancaman pembobolan akun hingga dilacak alamatnya untuk didatangi jadi hal yang kerap dialami.
Akun @txtdrberseragam mulai mengudara pada Februari 2020. Bersamaan dengan tren akun-akun sejenis lain yang banyak bermunculan di Twitter. Mulai dari @txtfrombrand, @txtdrpemerintah, hingga @txtdarisisange. Polanya hampir sama, meneruskan kiriman dengan topik tertentu yang disubmit lewat DM untuk disebarluaskan melalui tweet. Area pembahasannya juga hampir serupa, ada di topik yang lucu, menjengkelkan, hingga permasalahan yang jadi perbincangan dari segmen masing-masing.
Akun ini tak pernah berkicau panjang. Hanya sepatah dua patah kata hingga satu kalimat saja. Jarang sekali lebih. Bahkan kadang tanpa berkata-kata, hanya sekadar unggahan gambar saja mendapat ribuan retweet, suka, dan balasan.
Sang Admin pun awalnya tak mengira bakal menjadi sebesar sekarang. Ia mengaku tidak punya pengalaman mengelola sosial media secara profesional. Hanya punya akun @txtdrberseragam dan akun pribadinya saja. “Ya awalnya iseng-iseng aja sih,” tambahnya.
Akun @txtdrberseragam juga tak membatasi diri pada topik terkait TNI dan Polri saja. Niat mereka ingin mengakomodasi semua lini orang berseragam. Sehingga tak jarang juga ditemukan cuitan tentang kelakuan menjengkelkan ormas-ormas tertentu.
Meski mayoritas cuitannya berkaitan dengan kelakukan buruk dari orang berseragam, ia mengaku tak punya latar belakang masalah pribadi dengan mereka. “Kita menghormati institusi TNI dan Polri, tidak ada dendam dan sentimen tertentu yang melatarbelakangi,” ujar sang admin. Jadi jelas, bahwa admin ini tidak punya dendam karena kekasihnya ditikung orang berseragam.
Akan tetapi, ada beberapa tingkah laku beberapa oknum yang ia sebut menjengkelkan dan membuat geram. Ia merasa perlu menjadi bagian dari kontrol sosial bagi para aparat berseragam melalui akun ini.
Mulai dari arogansi aparat muda yang memamerkan kuasanya. Hingga kesewenang-wenangan dalam melakukan tugas. Dua hal yang kerap membuat pemilik akun @txtdrberseragam mengaku tak tahan.
Akun ini juga turut meramaikan tagar tentang keresahan pada aparat di Twitter. Misalnya #percumalaporpolisi dan #satuharisatuoknum yang ramai serta beberapa kali menjadi trending di Indonesia tahun 2021 lalu. Kemunculan tagar-tagar tersebut merupakan buntut dari beberapa kasus yang melibatkan anggota kepolisian.
Dalam lansiran Humas Polri, Divisi Propam mencatat data pelanggaran disiplin, kode etik profesi Polri (KEPP) dan pidana selama tahun 2021. Pelanggaran disiplin anggota Polri, tercatat ada 1.694 kasus. Kemudian pelanggaran KEPP ada 803 kasus dan pelanggaran pidana ada 147 kasus.
Saat topik-topik tentang aparat ramai di lini masa media sosial, di situlah akun ini mendapat banyak penayangan. “Secara umum, pengikut akun ini terus bertambah setiap hari. Apalagi kalau ada tweet yang ramai,” tambahnya.
Pada November 2021 misalnya, mengingat kuartal keempat tahun lalu banyak kasus melibatkan oknum aparat yang mencuat, akun @txtdrberseragam dikunjungi hingga 11 juta kali. Belum lagi tweet-nya yang dalam sebulan mencapai 72,3 juta penayangan.
Sang admin mengaku harus menyortir puluhan DM yang masuk dalam satu hari. Akun ini juga tidak menggunakan bot untuk menyortir DM yang masuk. Mereka mengaku mengecek satu-satu DM yang dan mengunggahnya secara manual.
DM kebanyakan merupakan cuplikan layar dari unggah sosial media para aparat dan ormas berseragam yang dianggap absurd maupun menjengkelkan. Selain kiriman, kerap juga admin mengunggah cuplikan berita beserta tautan webnya yang berupa pelanggaran-pelanggaran oleh aparat.
Tetap mengapresiasi aparat yang menginspirasi
Di antara berbagai sentimen negatif yang tersebar, Sang Admin mengaku tetap memberi ruang untuk apresiasi pada segala bentuk prestasi aparat berseragam. Ia menolak saat saya menyebut bahwa apresiasi itu hanya sekadar upaya untuk menyeimbangkan.
“Bukan hanya sekadar penyeimbang ya, admin sendiri juga respect terhadap aparat berseragam yang melakukan hal baik dan tentunya patut diapresiasi,” jawabnya.
Misalnya saja saat beredar informasi tentang Bripka Andi Ikbal Rosani, seorang polisi di Bone, Sulawesi Selatan yang giat berkeliling membawa bacaan untuk anak-anak. Admin memberikan apresiasi. “Respect,” kutip @txtdrberseragam dengan emoticon jempol pada cuitan @maman1965 tentang kegiatan Bripka Andi Ikbal.
— txtdariorangberseragam (@txtdrberseragam) November 19, 2021
Menariknya lagi, Sang Admin mengaku menjalankan kerja sama dengan beberapa aparat berseragam. Ia enggan menyebutkan detail kerja samanya. ”Mendukung kita dan membantu menindaklanjuti oknum-oknum yang nakal hahaha,” katanya.
Sepak terjang akun ini memang mengundang perhatian sebagian kalangan aparat, saya menjumpai salah satunya. Sebut saja Agung (23)*, seorang polisi yang baru empat tahun bertugas ini mengakui kalau ada sejumlah kelakukan kawan sesama aparat yang kurang pas baginya.
“Memang menurut saya aparat yang suka pamer itu wagu. Menurut saya foto-foto dikasih caption sombong dan memamerkan atribut berlebihan juga tidak perlu,” ujarnya saat saya hubungi lewat telepon.
Namun, menurut Agung hal-hal yang ia sebutkan tadi merupakan sesuatu yang dianggap wajar di lingkungannya (kepolisian). “Orang kan memang macem-macem, kita nggak tahu sisi kehidupan orang secara mendalam. Jadi lihatnya harus dari sudut pandang yang luas, jangan langsung menghakimi,” lanjut polisi yang berdinas di sebuah kabupaten di Jawa Tengah ini.
Ia berharap agar jangan berlebihan dalam merendahkan aparat berseragam. Apalagi menyamaratakan seluruhnya. “Ya sepengalaman saya tiga tahun jadi polisi, memang ada yang bobrok. Tapi di sisi lain ada yang benar-benar baik. Macem-macem,” ujarnya.
Di balik segala dinamika pengelolaan akun ini, sang admin mengaku tetap memanfaatkan peluang untuk bisa mencari rezeki. Bermodalkan portofolio akunnya, kini mulai ada promosi berbayar yang diterima. “Ya lumayan lah untuk tambahan uang jajan,” ujar sang admin.
Tarif promosi yang ditawarkan akun ini, saat saya wawancarai, berkisar antara Rp120 ribu hingga Rp 300 ribu. Dengan berbagai skema dan ketentuan yang ditetapkan oleh sang admin.
Mengelola akun ini hanya ia jadikan sebagai aktivitas sampingan. Ada pekerjaan tetap yang ia jalani sehari-hari. Jika dulu hanya seorang diri, kini pun sudah ada admin kedua yang menemani. Sehingga akun ini dikelola oleh dua orang, yang sampai kini masih menolak untuk membeberkan barang sedikit pun identitasnya.
“Banyak audiens kami yang menebak perihal personal admin, mulai dari umur hingga profesi. Tapi hal-hal demikian rasanya perlu kami tutup rapat-rapat. Perlu ada akun sipil yang jadi pengontrol secara anonim,” ketiknya dengan bijak.
Dosen Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta, Edy Susilo MSi menganggap keberadaan akun-akun semacam @txdrberseragam merupakan hal yang wajar di era sekarang. Media sosial merupakan tempat semua pihak bisa mengekspresikan diri.
“Mungkin bagi aparat yang terkait bisa menunjukkan kinerja yang baik. Bahkan membuat konten serupa yang menarik. Tidak perlu baperan apalagi sedikit-sedikit melaporkan,” ujar Edy saat dihubungi Jumat (21/1).
Ia tak menampik, bahwa keberadaan UU ITE merupakan momok bagi orang-orang yang gemar mengkritik pihak yang berkuasa. Ditambah lagi kemungkinan adanya doxing dan pembunuhan karakter bagi para pengkritik tadi.
Maka dari itu ia menekankan pentingnya penggunaan humor dan kreativitas dalam menyampaikan kritikan-kritikan tadi. “Lebih aman kalau melipir melalui humor, sindiran, satire, hingga meme. Selain kritik, itu juga bisa menghibur pengguna media sosial,” tambahnya.
Bagi akademisi yang kerap meneliti isu komunikasi pemasaran dan media sosial ini, komunitas berseragam memang sudah banyak menjadi perhatian banyak orang sejak dulu, termasuk para peneliti. Seragam bukan sekadar pakaian penanda sebuah profesi. Terdapat simbol pencapaian, kebanggaan, dan esprit de corp atau semangat kesatuan.
“Untuk kesatuan berseragam yang memiliki power seperti polisi dan tentara, makna seragam lebih menonjol lagi. Seragam itu sendiri sudah menunjukkan sebuah kekuasaan dibandingkan dengan pakaian sipil,” jelasnya.
Selain itu, sinisme dan kritikan terhadap aparat juga muncul karena mereka dianggap sebagai elemen yang punya banyak keistimewaan. “Gaji tetap, tunjangan, pangkat, fasilitas, dan jaminan pensiun,” katanya. Namun secara kinerja, kadang di luar ekspektasi masyarakat.
Reporter : Hammam Izzuddin
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Tenun Lurik Kurnia, Upaya Merawat Warisan 3000 Tahun dan liputan menarik lainnya di Susul.