Roti gembong banyak bermunculan di Yogyakarta. Bahkan ada yang mendapuk roti ini sebagai jajanan khas Kota Gudeg, saking terkenalnya. Padahal makanan ini baru diperkenalkan dan di Yogya pada tahun 2019 oleh anak muda berusia 19 tahun.
***
Setelah mengunjungi beberapa outlet roti gembong, Mojok.co mendapat informasi mengenai pelopor roti gembong pertama di Yogyakarta.
Dimulai tahun 2019
Adalah Rifawan Pradipta Kusuma (21), pemilik Roti Gembong Gedhe yang menjadi pelopor roti gembong di Yogya. “Pertama kali direncanakan itu sekitar bulan April, tahun 2019,” cerita laki-laki yang biasa dipanggil Adip ini.
Perjalanannya menekuni bisnis roti gembong bermula dari orang tuanya yang tinggal di Lombok. “Kebetulan, di Lombok, Om dan Tante saya berjualan roti gembong,” kata Adip yang saat ini menempuh semester 7 di Universitas Islam Indonesia (UII).
Adip yang hobi otomotif harus memutar otak agar hobi yang membutuhkan biaya cukup banyak itu bisa terpenuhi. Saat itu orang tuanya punya rencana mengembangkan roti gembong di Yogya. “Ayah dan Bunda itu tidak memberi uang, namun langsung diberi outlet beserta isinya,” ungkap Adip. Butuh waktu sekitar tiga bulan untuk mempersiapkan outlet roti gembong pertama itu, seperti membeli perlengkapan dan riset lokasi.
Berbekal modal dari orang tuanya, Adip membuka outlet roti gembong pertama di Jalan Affandi No. 9, Caturtunggal, Depok, Sleman. Saat itu, bernama Roti Gembong Mokoh.
Sebenarnya, Mas Adip memilih Jalan Affandi atau dikenal dengan Jalan Gejayan, sebagai tempat untuk mendirikan outlet pertama roti gembong hanya karena insting. “Dari kecil saya di Jogja. Saya lihat di Gejayan ini kok banyak toko dan selalu ramai,” ungkap Adip.
Selain itu, menurut Adip, Gejayan strategis karena dekat dengan banyak universitas besar, seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Sanata Dharma.
“Resmi dibuka itu tanggal 15 Juli 2019,” ungkap Adip.
Mengenalkan roti gembong ke masyarakat tidak semudah membalikkan telapak tangan. Adip pun mengakui banyak lika-liku yang harus dijalani. Apalagi ia juga disibukan aktivitas perkuliahan.
Pertama kali Roti Gembong Mokoh buka, Adip mengaku pernah membawa ke kampus untuk ditawarkan pada teman-temannya. “Dulu, produksinya masih delapan puluh saja, dan harus habis. Karena masih offline, jadi Saya bawa ke kampus dan tawarkan ke teman-teman,” ungkap Adip dengan mata menerawang.
Saat itu, Adip memang dituntut oleh orang tuanya agar roti gembong segera dikenal oleh orang-orang Yogya. Adip bahkan pergi ke kota kecil di sekitar Yogya seperti Magelang untuk jualan di sebuah event. Saat outlet sepi pengunjung, ditemani kasir ia datangi keliling Yogya mendatangi tempat yang sekiranya sedang ramai.
Promosi offline itu ia padukan dengan promo melalui media sosial. Saat itu, Adip memilih untuk melakukan giveaway dengan membagikan uang Rp300 ribu kepada pengikut akun outletnya di Instagram.
Bukan gembong tapi gèmbong
Adip mengatakan, roti gembong sendiri awalnya adalah makanan khas dari Kutai Kertanegara. Keluarganya suka dengan cita rasa roti ini. “Kalau orang yang nggak tahu, roti gembong ini mirip sama roti pasaran biasa, kayak roti sobek,” ungkap Adip menjelaskan.
Selain rasanya yang enak, roti gembong harganya terbilang murah dan mudah dibuat.“Roti gembong itu cepat dan terjangkau untuk semua kalangan,” ungkap Adip. Karena itu Adip yakin bahwa roti gembong bisa diterima oleh masyarakat Yogya yang sebagian besar anak sekolah dan mahasiswa sebagai terobosan baru.
Roti gembong sebenarnya merupakan roti khas daerah Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Adonan yang digunakan untuk membuat roti ini kecil, namun ketika sudah didiamkan selama satu sampai dua jam akan mengembang menjadi besar.
“Sebenarnya bukan gembong, tapi gèmbong. Diambil dari menggèmbong,” ujar Adip. Namun, Adip tidak mempermasalahkan hal itu, malah dengan perbedaan penyebutan, masyarakat jadi lebih penasaran dengan roti yang ia jual.
Menurut Adip, roti gembong ini lebih besar daripada roti pada umunya. Karena itu, ia memberi nama Roti Gembong Mokoh. Selain karena Mokoh merupakan nama kerja sama dengan om dan tantenya di Lombok, Mokoh ini diambil dari Bahasa Sasak yang berarti besar. Sayang, di Yogya, kata Mokoh terdengar asing.
Tepat setalah satu tahun, tepatnya 15 Juli 2020, Adip mengganti nama menjadi Roti Gembong Gedhe. Dalam Bahasa Jawa, gedhe berarti besar. Nama Roti Gembong Gedhe digunakan oleh semua outlet di bawah manajemennya. Saat ini, akun Instagram @rotigembonggedhe sudah mencapai 31,9 ribu followers. Roti Gembong Gedhe ini mematok harga sepuluh ribu sampai dua puluh ribu untuk satu kotak roti.
Fokus jualan roti gembong, lupa kuliah
Adip tidak berlatar belakang tata boga. Saat ini ia menempuh Jurusan Ekonomi UII. Namun, memang ia bisa memasak. “Di Lombok, Om dan Tante saya mengajarkan bagaimana belanja bahan baku, membuat roti gembong, dan manajerial,” ungkap Adip. Kebetulan, di tahun 2020, semua perkuliahan terhambat karena virus covid-19 masuk ke Indonesia. “Saya meninggalkan kuliah dan fokus di roti gembong,” ungkap Adip tertawa.
Dulu, sebelum berkembang seperti sekarang ini, setiap pagi, sekitar pukul 05.00 Adip sudah berangkat dari rumah. Ia akan menyiapkan keperluan untuk mulai membuat roti gembong. Biasanya, shift satu akan selesai pukul dua siang. Namun, ia akan berada di outlet sampai selesai shift dua, atau sampai toko tutup. Kadang ia mengantar sendiri pesanan sampai rumah pelanggan. Selain melalui medsos, Roti Gembong Gedhe cepat dikenal melalui promo dari mulut ke mulut.
Roti Gembong Gedhe dibuat dan dijual hari itu juga. Tidak ada roti gembong yang diproduksi hari kemarin untuk menjaga kualitas. “Kalau ada yang tidak laku, biasanya akan dibagikan ke panti asuhan, masjid, atau yayasan,” ungkap Adip. Hal itu dilakukan agar pembeli merasa aman dan nyaman dengan menerima roti baru.
Dianggap oleh-oleh khas Yogya
Roti Gembong Gedhe sekarang tidak hanya ada di Yogya, melainkan sudah sampai ke Jawa Tengah. “Dulu, aku pernah berpikir untuk cukup di Jogja saja, namun orang tua inginnya sampai seluruh Indonesia,” ungkap Adip. Ia mengingat Roti Gembong Gedhe mulai ada di luar Yogya sekitar Juni 2020, tepatnya di Semarang.
Outlet Roti Gembong Gedhe yang ada di Semarang itu bukan milik Adip, namun berada di bawah manajemennya. “Jadi, Maret 2020, aku mulai membuka kerja sama atau mitra,” ungkap Adip. Berbeda dengan franchise, kerja sama atau mitra yang dijalankan Adip ini seperti menjadi investor atau menitipkan modal dan kepercayaan pada manajemen Roti Gembong Gedhe. Investor hanya akan menerima keuntungan bersih, tanpa mengurus outlet Roti Gembong Gedhe.
Untuk menjalin kerja sama atau menjadi mitra Roti Gembong Gedhe, maka dibutuhkan waktu tiga bulan dari mulai melakukan pembayaran sampai outlet buka. “Yang mengurus untuk kerja sama atau mitra ini, Bunda,” ungkap Adip. Sampai saat ini, masih banyak yang mengantre menjadi mitra. Karena keinginan dari Adip antara pengelolaan dan pembukaan toko harus bersinergi agar puas, maka dilakukan seleksi untuk menentukan kerja sama atau mitra, mengingat saat ini Yogya sudah hampir penuh titik strategisnya.
Dari 107 outlet Roti Gembong Gedhe di Jogja dan Jawa Tengah, terdapat 3 outlet yang merupakan milik pribadi keluarganya. “Adik pulang ke Jogja dari Singapura karena lockdown. Akhirnya ikut di Jalan Godean, lampu merah ke barat,” ungkap Adip. Begitu juga orang tuanya di Lombok, memilih pulang ke Yogya karena usaha travel umroh tidak berjalan dalam kondisi pandemi saat ini. Orang tuanya pun membuka toko di Jalan Palagan Tentara Pelajar, lampu merah jembatan baru Universitas Gadjah Mada, sisi barat.
Ditanya soal roti gembong yang dicap sebagai oleh-oleh khas Yogya, Adip tertawa. “Sebenarnya, roti gembong ini untuk konsumsi sehari-hari,” kata Adip. Hal itu lantaran roti gembong harus dikonsumsi dalam waktu satu sampai dua hari saja.
Adip memang tidak bisa menolak label yang diberikan bahwa roti gembong sebagai oleh-oleh khas Yogya. “Itu ide masyarakat sendiri, tapi aku juga senang,” ungkap Adip. Bicara tentang bahan baku, rupanya Adip jujur mengakui ia membeli dari luar negeri, Selandia Baru. “Sebenarnya bahan baku itu bisa ditemukan di Indonesia. Tapi, kami pilih dari New Zealand karena kualitasnya terjaga,” ungkap Adip.
Kini Adip jarang ke outlet, ia harus kembali dalam rutinitasnya sebagai mahasiswa dan mengejar ketinggalan kuliahnya yang sempat terbengkalai. Meski demikian, Adip juga masih membantu dalam administrasi di kantor. “Saya percaya di outlet sudah ada kepala outlet dan karyawan yang kompeten,” ungkap Adip menjelaskan.
Berusaha konsisten di tengah persaingan
Jumlah outlet dan karyawan yang banyak, membuat tantangan tersendiri bagi Adip. “Kadang aku berpikir, bagaimana cara agar tetap konsisten dan bisa meminimalkan komplain pembeli,” ujar Adip tertawa. Hingga saat ini, Mas Adip pun masih menerima satu atau dua komplain dari pembeli. Misalnya saja pembeli ingin roti gembong rasa coklat, namun diberi oreo, atau kualitas dan pelayanan yang di bawah standar.
Selama ini juga, Adip masih berproses untuk membenahi dengan memantau dari kantor dan peningkatan kapasitas karyawan.
Melihat banyaknya merek roti gembong di Jogja, Mas Adip mengaku sudah memiliki firasat. “Kalau sesuatu yang baru bisa diterima masyarakat, pasti akan banyak yang meniru,” ungkap Adip. Ia mengaku tidak masalah dengan persaingan saat ini. Menurutnya, keberadaan kompetitor malah akan membuat seru persaingan dalam usaha.
“Supaya nggak flat saja. Lagi pula, ketika ada yang meniru berarti aku bisa menginspirasi mereka, dan aku harus meningkatkan manajerial menjadi lebih baik lagi,” kata Adip . Memang, keberadaan kompetitor sering kali membuat sebuah bisnis menjadi goyang. Namun, Adip mencoba untuk terus konsisten dan membiarkan pembeli yang menentukan pilihannya ingin merek roti gembong yang mana.
Saat ini, Roti Gembong Gedhe melebarkan sayap membuat roti tradisional lain yaitu Bude atau Roti Bluder dan Spongde atau Roti Castella. Hanya saja, dua roti itu masih terbatas di outlet Roti Gembong Gedhe di Jogja dan beberapa outlet Roti Gembong Gedhe pilihan yang terjangkau di Jawa Tengah.
Menurut Mas Adip, ketika pembeli, masyarakat, mitra, merasa senang, percaya, dan nyaman dengan kualitas dan pelayanan produk, maka menjadi kepuasan batin bagi pebisnis. “Kalau punya prinsip hanya cuan, ketika suatu hari tidak untung, maka akan kecewa dan motivasi agar bisnis terus berjalan itu akan hilang. Berhenti,” pungkas Mas Adip.
Roti gembong yang kini identik dengan oleh-oleh khas Yogya setidaknya dibuktikan saat saya bertemu Nana (28), wisatawan asal Surabaya. Ia saya jumpai tengah mampir ke sebuah outlet roti gembong di Jalan Affandi. Perempuan itu ditemani dengan seorang laki-laki dan balita sibuk melihat daftar menu yang tersedia. “Rasa keju dua, red velvet satu, dan coklat satu,” ucapnya pada pelayan. Keluarga kecil itu kemudian duduk untuk menunggu pesanan.
Ternyata, ini kedua kalinya Nana berkunjung ke Jogja. “Kemarin itu di rumah Kakak ada roti gembong, rasanya enak. Kebetulan mau pulang, jadi ini beli untuk oleh-oleh keluarga dan teman di Surabaya,” ucapnya sembari menunjuk ke arah rumah kakaknya di sekitar Jalan Demangan.
BACA JUGA Menguak Alasan Mengapa Seseorang Betah Mencintai Diam-diam dan liputan menarik lainnya di Susul.