Mojok berbincang dengan sejumlah mahasiswa Jogja yang berasal dari luar daerah untuk mengetahui besaran uang saku bulanan yang mereka dapat dari orang tua. Muncul nominal yang cukup beragam demi menutupi kebutuhan makan, sandang papan, kebutuhan perkuliahan, sampai gaya hidup Jogja yang semakin metropolitan.
***
Pagi menjelang siang di masa awal bulan, Fakhri terbangun di kamarnya. Ruangan gelap yang tak terkena terpaan sinar matahari sepanjang hari. Sebelum beranjak dari rebah dan beraktivitas, ia pasti mengecek ponselnya.
Lapar ia rasakan. Awal bulan membuatnya tak pernah ragu untuk mengeluarkan uang lebih demi memanjakan perut dan rasa magernya. Untuk sarapan, jika sedang sedang enggan keluar, ia pasti memesan lewat layanan ojek online.
“Kalau awal bulan, terutama seminggu pertama, uang makan per hari sekitar 50 ribu lah. Bisa lebih. Pesan Shopeefood atau beli yang agak enak di luar,” ujarnya.
Kondisi berbeda ketika sudah memasuki pekan kedua, ketiga, hingga hari-hari terakhir akhir bulan. Pertengahan bulan, Fakhri biasanya memilih makan di warmindo dengan menu konsisten yakni nasi telur.
“Kalau dah akhir bulan, masak sendiri,” kelakarnya.
Saat ini, mahasiswa UMY semester akhir ini memang tidak sedang banyak kesibukan. Tugas utamanya hanya satu: menyelesaikan skripsi.
Mahasiswa dengan uang saku lebih dari UMR Jogja
Fakhri mulai kuliah di Jogja pada 2018 silam. Sejak saat itu, uang saku bulanan dari orang tuanya, rata-rata Rp2,5 juta. Bisa lebih dan kurang, tapi umumnya ia mendapat jatah di angka itu. Nominal itu belum termasuk untuk biaya tempat tinggal atau kos.
Angka tersebut jelas di atas angka Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2023 yang besarnya Rp1.981.782,39. Bahkan melebihi Upah Minimum Kota (UMK) Kota Yogyakarat yang mencapai Rp2.324.775,51.
Fakhri bahkan meminta tambahan uang saku kepada orang tuanya jika jatah bulannya kurang. “Ketimbang utang sana-sini. Mending jujur ke orang tua,” celetuknya.
Di luar urusan makan, pengeluaran terbesar Fakhri adalah membeli pakaian dan penunjang kebutuhan gaya hidup lainnya. Sesekali, ia juga menganggarkan biaya untuk minum alkohol.
“Ya sebulan sekali palingan untuk minum,” paparnya.
Selain Fakhri, saya juga berbincang dengan seorang mahasiswi UII bernama Tari (22). Ia mengaku mendapat jatah uang saku bulanan sebesar Rp2-2,5 juta. Belum termasuk biaya sewa kamar kos.
Buat Tari, pengeluaran terbesarnya adalah saat ingin membeli makanan yang sedikit mewah. Ia mengaku setidaknya sebulan sekali sampai dua kali menyantap daging di restoran all you can eat. Harganya bisa sekitar Rp100 ribu sekali makan.
Namun, makan mewah hanya sesekali saja. Sisanya, ia lebih sering makan di warmindo atau pesan melalui ojek online saat sedang malas keluar dari kamar kos eksklusif miliknya.
Tari mengaku jika ada keperluan seperti membeli sepatu atau baju baru, ia akan meminta tambahan jatah uang saku ke orang tuanya. Selain itu pada masa ujian ia juga merasa uang sakunya kurang lantaran harus membeli buku dan berbagai keperluan untuk belajar.
“Prinsipnya kalau nggak ada kebutuhan khusus uang segitu cukup. Kalau ada perlu tambahan minta orang tua lagi,” bebernya.
Tinggal di kos eksklusif untuk tekan pengeluaran
Rama (20), mahasiswa Jogja yang lain mengaku punya jatah bulanan di kisaran dua jutaan. Ia mendapat kiriman setiap pekan dengan nominal Rp500-700 ribu.
“Dulunya sih bisa lebih, tapi sekarang karena tinggal di kost eksklusif jadi dibatasi sejumlah itu uang bulanannya,” kata mahasiswa sebuah sekolah tinggi pariwisata di Jogja ini sambil menyumut sebatang rokok.
Saya menjumpai Rama di kamar kosnya yang punya fasilitas terbilang lengkap. Mulai dari pendingin ruangan, kasur busa, lemari, meja belajar, hingga televisi. Ruangan itu juga dilengkapi kamar mandi dengan pemanas air.
Tinggal di kamar kos semacam itu membuatnya relatif bisa menekan pengeluaran nongkrong. Sebab kenyamanan sudah ia dapat di dalam ruangan dengan luas hanya sekitar 3×3 meter ini.
“Aku sehari habis Rp40 ribu untuk dua kali makan,” terangnya.
Selain makan, pengeluaran besar hariannya adalah untuk membeli rokok. Sehari ia rata-rata menghabiskan sebungkus rokok seharga Rp25-30 ribu. Sekitar setengah jam kami berbincang saja, ia sudah menghabiskan 2-3 batang rokok.
Di luar itu, tentu ada pengeluaran-pengeluaran lain seperti uang bensin, perlengkapan mandi, hingga keperluan laundry. Hal-hal itu membuat mereka perlu duit lebih dari upah minimum pekerja di daerah ini demi memenuhi kebutuhan dan gaya hidup.
buat yang nanya lagi BIAYA HIDUP DI JOGJA, ± 650 ribu/bulan (satu kali makan) kalau GENGSI HIDUP tergantung pada pribadi masing masing jog pic.twitter.com/vtwo0Syv7P
— JOGJA MENFESS (@jogmfs) June 5, 2023
Percakapan di Twitter tentang biaya hidup di Jogja.
Baca halaman selanjutnya…
Siasat mahasiswa Jogja berhemat