Lulusan Sejarah Berakhir Jadi Assistant Store Manager Uniqlo, Ingin Pekerjaan yang Linear dengan Jurusan tapi Realitas Tidak Seindah yang Dibayangkan

Lulusan Ilmu Sejarah Berakhir Jadi Assistant Store Manager Uniqlo, Ingin Pekerjaan yang Linear dengan Jurusan tapi Realitas Tidak Seindah yang Dibayangkan

Lulusan Ilmu Sejarah Berakhir Jadi Assistant Store Manager Uniqlo, Ingin Pekerjaan yang Linear dengan Jurusan tapi Realitas Tidak Seindah yang Dibayangkan

Seperti halnya jurusan-jurusan lain di Fakultas Ilmu Budaya, jurusan Ilmu Sejarah sering kali dianggap sebagai jurusan yang akan membuat lulusannya susah mendapat kerja. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Luthfan (22), pekerja Uniqlo satu ini.

“Realitasnya memang sedikit kalau bicara ketersediaan lapangan kerja, tapi tergantung kreativitas individu,” kata pemuda asal Pasar Minggu satu ini.

Luthfan adalah lulusan baru Universitas Indonesia tahun 2023 dari jurusan Ilmu Sejarah. Per Juli 2023 lalu, ia mulai menjabat sebagai assistant store manager di perusahaan retail fashion Uniqlo di salah satu mall di kawasan Jakarta Utara. Ia menjabat sekitar sebulan sebelum diwisuda. Dibandingkan kebanyakan teman seangkatannya, ia tergolong cepat, malah sangat cepat, mendapat kerja.

Luthfan lulus tepat waktu—empat tahun. Sejak SMA, keputusannya sudah bulat. Ia memang bermimpi untuk melanjutkan studinya di jurusan Ilmu Sejarah UI. Ia memang sangat suka dengan bidang ini dan sangat menghargai proses historiografi sejarah. Dulu ia sempat tidak terima dengan pendapat saya yang mendiskreditkan sejarawan. “Yang menang yang menulis sejarah,” kata saya kepada Luthfan. “Ya gak gitu lah. Itu ada cross check-nya,” sanggahnya tidak terima.

Semasa kuliah, Luthfan sudah beberapa kali bekerja. Ia sudah mulai bekerja sedari awal masuk kuliah. “Emang pengin kerja aja, mencukup kebutuhan finansial diri sendiri,” jelasnya.

Coba-coba pekerjaan lain di luar dunia Ilmu Sejarah

Selain karena kebutuhan keuangan, stereotipe lulusan sejarah yang dianggap susah dapat kerja juga menjadi alasannya. Ia tidak mau jadi bagian dari stereotipe itu. Oleh sebab itu, ia aktif mencari dan mencoba beberapa pekerjaan sebelum kelulusan tiba. 

Sewaktu semester dua misalnya, Luthfan pernah mengikuti kegiatan volunteer untuk mengajar orang-orang yang mengikuti paket C. Di sana, ia mengajar mapel sosiologi—bukan sejarah—kepada bapak-bapak dan ibu-ibu, murid-muridnya yang mengejar ijazah SMA. Namun, bayarannya saat itu masih kurang baginya. “Cuman seratus ribuan paling,” katanya.

Sebenarnya Luthfan ingin memiliki pekerjaan yang linear dengan jurusannya. Pada semester lima, ia pernah diterima magang di Arsip Nasional Republik Indonesia dan Direktorat Sejarah Kemendikbud. Namun, setelah selesai, persepsinya bekerja di lembaga pemerintah berubah. Ia jadi tidak minat. “Gua ga minat, soalnya kerjaannya monoton,” katanya sebelum berangkat kerja Jumat (3/5/2024).

Satu lagi pekerjaan linear yang sebenarnya Luthfan cita-citakan adalah menjadi dosen sejarah. Namun, biaya dan persyaratan-persyaratan untuk menjadi dosen menjadi penghalang untuknya. “Yang menghalangi sebenarnya, nomor satu, adalah kapitalisme, ya. Namanya kita hidup di zaman yang segalanya butuh uang,” katanya sedikit bergurau. Setahunya, syarat minimal untuk menjadi dosen itu minimal S3, dan ia tidak punya biaya untuk sampai ke situ.

“Meski orang tua mendorong buat ambil S2, ‘Gapapa, jadi dosen,’ tapi kondisi finansial diri sendiri dan orang tua ternyata gak memungkinkan. Apalagi setelah tahu biaya S2 dan S3 sebesar itu, kan,” jelas Luthfan. “Gua maunya jadi dosen sejarah di almamater. Kalau di UI, setahu gua minimal udah harus S3. Dan mereka jarang buka formasi dosen,” tambahnya.

Uniqlo pun tiba

Hingga pada Januari 2023, Luthfan mendapat info lowongan program management trainee (MT) Uniqlo saat scrolling Linkedin. Layaknya primadona, program MT sering diperebutkan oleh para mahasiswa dan lulusan baru. Ia menjadi jalan keluar sekaligus jalan pintas, terutama bagi jurusan-jurusan yang prospek kerjanya tidak khusus, karena menawarkan jenjang karier yang menjanjikan dan biasanya terbuka untuk semua jurusan, bahkan yang tidak nyambung seperti jurusan Ilmu Sejarah. Sekalipun demikian, jalannya tidak mudah. Banyak yang gugur saat menjalani MT.

Awalnya, Luthfan, lulusan Ilmu Sejarah ini takut untuk mendaftar, tapi ia memutuskan untuk tetap ikut. “Takut aja karena beda banget dari jurusan,” katanya. Ia akhirnya mengikuti seleksi MT selama sekitar lima bulan. Ia bercerita banyak sekali yang gugur. Dari sekitar 20.000 peserta, hanya 49 yang lolos, dan ia adalah salah satu dari 49 orang itu. Mendengar itu, saya maklum. Sepengetahuan saya ia memang cepat tanggap dan bahasa Inggrisnya—syarat MT Uniqlo—memang begitu baik.

Jumlah peserta yang lolos membuktikan susahnya tahapan yang Luthfan lalui. Beberapa peserta lain yang lolos pun adalah pascasarjana Master of Business Administration (MBA). Luthfan menunjukkan bahwa ia mampu bersaing dengan sekelas pascasarjana MBA. Pada bulan Juli, ia akhirnya mendapat offering letter dari Uniqlo.

Ketika tiba waktu penempatan, Luthfan berdoa ditempatkan di store Uniqlo di sebuah mall yang baru buka di kawasan Tanjung Barat, mengingat rumahnya yang berada tidak jauh di Pasar Minggu. Namun, ternyata ia ditempatkan di sebuah mall di Jakarta Utara. Kendati demikian, ia tetap bersyukur. “Gapapa, yang penting masih di Jakarta,” katanya. Ia bercerita salah satu peserta yang lolos mundur karena penempatan di Riau.

9 bulan kemudian

Sekarang sudah sekitar 9 bulan Luthfan bekerja di Uniqlo. Ia masuk closing shift. Jam pulangnya selalu tengah malam. Akhir pekan pun ia lebih sering masuk. Meski begitu, itu sudah tidak menjadi masalah baginya. Ia justru menikmati jam kerjanya. “Gua udah bisa nikmatin ritme kerjanya. Pas yang lain masuk kerja, gua libur. Kalo jalan-jalan jadi enak, sepi,” katanya.

Luthfan, lulusan Ilmu Sejarah ini juga bilang kalau ia cinta kerja di Uniqlo. Bagaimana tidak cinta, gaji yang ia terima sebagai lulusan MT itu kira-kira bisa dua kali UMR Jakarta. Lumayan besar untuk lulusan baru. Selain itu, ia juga bercerita kalau lingkungan kerjanya mendukung hak-hak karyawan. “Di sini disiplin banget, mungkin karena perusahaan multinasional Jepang. Jadi gak serampangan,” ungkapnya.

Ketika ditanya apakah ia masih ada keinginan menjadi dosen, jawabannya tergantung. Luthfan sebenarnya ingin karena passion, tapi ada faktor-faktor yang sekarang jadi pertimbangannya. Beberapa di antaranya adalah gaji dan jenjang karier. Apalagi belakangan ini sedang hangat isu tentang gaji dosen. “Kalo gak sebesar sekarang, gak mau,” jawabnya.

Reporter: Voja Alfatih
Editor: Hammam Izzudin

BACA JUGA Jangankan Mendapat Pekerjaan, Lulus dari Jurusan Sejarah Saja Susah

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version