Warung Sate Ayam Pertama di Cepu Blora, Sejak 1955 Pembelinya Tak Putus meski Pemiliknya Cemberut Terus

Ilustrasi - Warung Sate Pak Ngguk, warung sate [ertama di Cepu, Blora. (Mojok.co)

Setiap tiba di sebuah kota, dan sebelum atau sesudah mengeksekusi pekerjaan, saya biasanya akan jalan kaki sendirian. Tanpa navigasi. Asal jalan saja. Biasanya, justru dari cara seperti itu lah insting “jurnalis” saya akan terasah. Tiba-tiba ketemu “orang-orang unik”. Tiba-tiba bisa melihat banyak hal menarik. Seperti malam itu, Rabu (4/9/2024), dalam sebuah lawatan kerja di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Saya menemukan warung sate yang, katanya, adalah yang pertama di kota tersebut.

Bersama Direktur Mojok Puthut EA, Direktur Buku Mojok Aditia Purnomo, dan Khoirul Fajri Siregar dari KBEA, kami menginap di Hotel Cepu Indah 2 di Jalan Diponegoro, Kecamatan Cepu, Blora. Tidak jauh dari Taman Seribu Lampu.

Sementara mereka di kamar hotel untuk rehat sembari Menyusun agenda kerja, saya “lepas” sendiri. Keluar hotel. Menyisir jalanan. Lalu duduk di emperan toko yang sudah tutup. Menyesap rokok sambil memandangi lalu lalang orang-orang di kota kecil itu di jam-jam selepas Magrib.

Suasana Cepu, Blora, mirip Rembang (kota asal saya). Memang tetanggaan. Kota kecil yang terus berdenyut, meski agak mengkis-mengkis.

Mencari warung sate legendaris di Cepu Blora

Cukup lama saya “menyendiri”. Ponsel saya bergetar. Ternyata pesan masuk dari Puthut EA.

“Coba kamu cari warung sate ini. Enak. Legendaris juga di Cepu.” Begitu bunyi pesan tersebut. Puthut EA juga menyertakan nama warung yang dia maksud.

Saya berniat mencarinya melalui panduan Google Maps. Tapi sebelum itu, saya mau kembali ke hotel lebih dulu. Mengambil barang.

Tinggal beberapa jengkal sampai di hotel, saya melintasi sebuah warung yang ramai sekali. Warung sate. Saya sempat melewatinya, sampai kemudian putar balik untuk memastikan. Karena nama yang tertera di warung sate tersebut sepintas kok mirip dengan warung yang dimaksud Puthut EA.

“SATE  AYAM KAMPUNG BLORA PAK NGGUK”. “Pak Ngguk”. Lalu saya pastikan di Google Maps. Ternyata benar. Di depan saya adalah warung sate legendaris yang Puthut EA maksud.

Saya mengabarinya. Juga Aditia Purnomo dan Khoirul Fajri yang saat saya tiba di hotel pukul 20.00 WIB itu sedang santai di kursi depan kamar. Berempat, kami melangkah menuju warung sate Pak Ngguk.

Warung Sate Pak Ngguk, Warung Sate Pertama di Cepu Blora MOJOK.CO
Warung Sate Pak Ngguk di Jalan Diponegoro, Cepu, Blora. (Aly Reza/Mojok.co)

Bapak-bapak cemberut

“Walah, Mas, Ibu baru saja pulang. Ya pas jenengan masuk ini tadi, Ibu keluar,” ujar pria yang tengah membakar-mengipasi sate.

Kami sengaja duduk di meja yang berhadapan langsung dengan meja pembakaran sate. Awalnya, saya pikir pria yang membakar sate itu adalah pemilik warung sate Pak Ngguk. Ternyata bukan.

Warung sate Pak Ngguk saat ini dikelola oleh Sudarsih. Perempuan 70 tahun yang merupakan cucu menantu Pak Ngguk

“Pak Ngguk itu nggak punya anak. Terus angkat anak, to. Terus anaknya ini punya anak, cucu Pak Ngguk. Nah cucunya Pak Ngguk ini nikah sama Bu Sudarsih,” terang pria yang kemudian saya kenal bernama Sutrisno (30) itu.

Sutrisno (30), karyawan di Warung Sate Pak Ngguk, Cepu, Blora. (Aly Reza/Mojok.co)

“Sebenarnya “Pak Ngguk” itu julukan. Nama aslinya Djoyo Suwito,” sambungnya.

“Ngguk”, lanjut Sutrisno, berasal dari kata “ngerengguk”, yakni sebutan untuk orang yang berwajah cemberut. Dan konon begitu lah mendiang Pak Ngguk dulu. Wajahnya selalu cemberut. Jarang senyum.

Lah, tapi kok warung satenya bisa disukai banyak orang dari generasi ke generasi dan selalu ramai? Nanti akan terjawab.

Warung sate pertama di Cepu Blora

Sutrisno sudah bekerja di warung sate Pak Ngguk di Cepu, Blora, selama sepuluh tahun sejak 2014. Dia menggantikan posisi pakliknya yang sebelumnya juga kerja di sana.

“Kalau untuk warung sate ini sudah ada sejak 1955-an. Kalau dari cerita yang kami dapat, sih, begitu,” ungkap Sutrisno.

“Dari cerita yang kami dapat, sate Pak Ngguk ini jadi warung sate pertama di Cepu, Blora, loh, Mas,” sahut Endah (49), pelayan lain di warung sate itu. Sedari awal, dia ternyata menyimak obrolan saya dengan Sutrisno.

Endah juga sudah sangat lama bekerja di warung sate legendaris tersebut.

Kata Endah, lokasi warung sate Pak Ngguk sudah tiga kali pindah. Baru menempati lokasi sekarang—di Jalan Diponegoro—pada 2015. Buka dari sore hingga antara jam sembilan sampai sepuluh malam.

Bumbu kacang yang disangrai di pasir

Sepintas, menu di warung sate Pak Ngguk memang tidak jauh berbeda dari warung sate pada umumnya. Khususnya di daerah Blora. Sate ayam kampung dihidangkan dengan nasi atau lontong, lalu diguyur dengan bumbu kacang.

Namun, kata Endah, bumbu kacangnya itu lah yang jadi ciri khas. Bumbu kacang yang membuat pembeli akan kembali, meski dulu setiap beli harus menghadapi wajah Pak Ngguk yang nyaris selalu cemberut.

Sudahlah jadi warung sate pertama di masa itu, syukur enak pula. Jadi pembeli tak kapok kembali meski kerap dicemberuti.

Bumbu kacangnya tampak kental dan nglengo (berminyak). Rasanya perpaduan antara manis, pedas, gurih.

Saat mencecapnya, rasa pertama yang dideteksi lidah adalah manis dan sedikit gurih. Beberapa saat kemudian, baru lah terasa, ternyata ada pedas-pedasnya.

Sate, nasi, dan bumbu kacang di Warung Sate Pak Ngguk. (Aly Reza/Mojok.co)

“Itu kacang tanah, disangrai di pasir, terus diblender,” jelas Endah sekilas memberi gambaran umum proses pembuatan bumbu kacang itu, di sela-sela menghidangkan menu pesanan ke sejumlah pembeli yang masih datang, meski sudah mendekati jam tutup.

Belum lagi, meski dihidangkan dipiring, tapi nasinya disajikan menggunakan daun pisang. Dengan taburan bawang goreng di atasnya. Bagi orang desa, makan di atas daun (baik daun jati maupun pisang), sedapnya nambah-nambah.

“Dalam sehari, kami biasanya habiskan lima sampai delapan potong ayam,” ucap Sutrisno menyambung penjelasan Endah. Sementara untuk harga per porsinya mulai Rp25 ribu.

Satu-dua pembeli masih datang. Sutrisno dan Endah dengan berat hati mengabarkan bahwa satenya sudah habis. Sudah mau tutup pula.

“Waduh,” hanya itu yang keluar dari mulut para pembeli yang kecele itu.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kisah Patah Hati di Warung Pecel Cepu Blora, Racik Bumbu yang Dirindukan di Amerika hingga Rusia

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version