Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal

Sego Koyor Bu Parman, Kuliner Malam di Jogja untuk Adu Otot 

Agung Purwandono oleh Agung Purwandono
26 September 2022
A A
Beranda Liputan Kuliner
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Mencari tempat makan atau kuliner malam di Jogja itu tidak sulit. Sego Koyor Bu Parman salah satunya. Sejak tahun 1968, warung ini buka jelang tengah malam. Awalnya hanya warung makan biasa, sampai kemudian muncul menu koyor atau otot sapi yang justru jadi primadona warung ini. 

***

Saya melihat piring di atas meja, tempat orang yang duduk di kursi Warung Sego Koyor Bu Parman itu tandas tak bersisa. Saya menyapanya. Namanya, Budi (51), seorang karyawan sebuah peternakan ayam di Sidoarjo, Jawa Timur. Duduk di sebelahnya, Angga (30) piringnya masih menyisakan nasi yang beberapa suap terakhir ikut tandas juga. 

Saat saya tanya gimana rasa menu koyor yang ia makan, Budi mengacungkan dua jempolnya. Ia masih menahan pedas dari makanannya. “Ueenaaak!” katanya. Budi kemudian bercerita, sebagai orang Jawa Timur yang identik lebih suka rasa gurih asin, menu sego koyor memang terasa lebih manis. Karena itu ia kemudian mengambil sambal agak banyak agar koyor yang ia makan rasanya menjadi seimbang. Nggak kemanisan.

“Tapi ini memang enak. Koyornya empuk,” kata Budi meyakinkan. 

Angga tersenyum, nggak sia-sia ia mengajak Budi untuk makan di Sego Koyor Bu Parman. Setiap ada teman yang datang dari luar kota, Sego Koyor Bu Parman ada dalam list-nya untuk mengajak teman makan tengah malam. 

Baca Juga:

5 Kasta Lotek Enak di  Jogja, Silakan Coba dan Buktikan Mojok.co

5 Kasta Lotek Enak di  Jogja, Silakan Coba dan Buktikan

1 November 2025
Kuliner Semarang.MOJOK.CO

10 Tahun Merantau Bikin Sadar Kalau Kuliner Semarang Super Enak, Sedangkan Jogja Overrated

24 Oktober 2025

“Sampai saat ini, semua teman dari luar daerah yang saya bawa ke sini pasti puas. Kata mereka selain enak, juga unik,” kata Angga. 

Sego Koyor Bu Parman, kuliner malam hari di Jogja.
Sego Koyor Bu Parman, cocok jadi jujugan orang-orang yang ingin menikmati kuliner malam di Jogja. (Agung P/Mojok.co)

Koyor sendiri adalah otot sapi atau urat sapi yang biasanya menempel pada daging serta tulang punggung dan lutut sapi. Kalau tidak tahu teknik memasaknya, koyor atau otot sapi ini benar-benar mengajak adu otot. Tentu saja adu otot yang dimaksud adalah antara otot dimulut orang yang memakannya dan koyor sapi. 

Bermula dari sebuah warung makan di terminal

Warung Sego Koyor Bu Parman awalnya adalah warung makan di terminal Yogyakarta. Saat itu terminal pertama di Kota Yogyakarta berada di kawasan loji kecil di belakang Benteng Vrederburg atau tak jauh dari Jalan Sriwedani. Di sinilah warung makan kecil ini berdiri pada tahun 1968. 

“Dulu itu simbah (Bu Parman) jualannya itu sayur terik dan brongkos,” kata Andung. Saat itu, anak Bu Parman yang bernama Suparti meminta untuk menambahkan koyor dalam menu terik, bukan daging seperti pada umumnya. Ternyata menu koyoran justru lebih disukai oleh para pelanggan.

“Bu Suparti itu ibu saya, anak sulungnya Bu Parman,” kata Andung. Saat itu menurut Andung, warung neneknya memang buka khusus di malam hari. Tidak ada alasan pasti, yang jelas memang untuk memenuhi kebutuhan makan pekerja malam di sekitar terminal. Apalagi dulu di sekitar itu juga ada Pasar Sriwedani. 

Sekitar awal tahun 1970-an, terminal pindah di sekitaran Taman Hiburan Rakyat (THR) atau Jalan Brigjend Katamso (dulunya Jalan Kintelan). 

Sego Koyor Bu Parman ikut pindah. Tahun 1980-an, karena sudah tidak bisa menampung kendaraan, terminal di tempat itu kembali pindah ke Umbulharjo. Namun, Bu Parman memilih tetap jualan di kawasan Brigjend Katamso, di depan sebuah bengkel motor. 

“Simbah memutuskan untuk tidak ikut pindah, tetap jualan di sini. Bukanya juga tetap malam hari,” ujar Andung yang malam itu berjaga bersama istrinya. Ibunya, Bu Suparti masih dalam perjalanan dari rumah mereka di kawasan Prawirodirjan, nggak jauh dari lokasi mereka jualan. 

Iklan
Sego Koyor Bu Parman
Seporsi nasi koyor di Warung Bu Parman dihargai RP17.000. (Agung P/Mojok.co)

Jam buka Sego Koyor Bu Parman setiap hari mulai pukul 22.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB. Setidaknya dalam rentang waktu itu, dua panci besar koyor dan tulang lunak habis. Satu panci berisi sekitar 10 kilogram koyor dan tulang lunak. Bahkan kadang mereka harus memasak nasi 3 hingga 4 kali dalam semalam karena banyaknya pengunjung yang datang atau sekadar membeli untuk dibungkus.

Cara masak yang benar dan bumbu rahasia

Soal bumbu koyor, Andung mengatakan sebenarnya sama seperti bumbu pada umumnya. Hanya saja, keistimewaan koyor dan tulang lunak tersebut ada pada cara memasaknya. “Tidak semua orang bisa mengolah koyor. Kalau salah, malah jadi alot. Selain itu memang ada resep rahasianya,” kata Andung tersenyum. 

Kalau sudah alot, maka adu kuat antara otot sapi dan otot mulut bisa saja dimenangkan oleh otot sapi atau koyor. Saya beberapa kali mengalami ini di rumah makan yang menyajikan menu kikil dan otot sapi. Rasanya sayang kalau membiarkan kikil dan otot sapi nggak bisa dimakan.

Di tempat Bu Parman, otot sapi atau koyor tidak bersanding dengan kikil, tapi dengan tulang lunak sapi. Ketika menggigitnya ada sensasi empuk sekaligus ‘renyah’. Adu otot tak perlu ngoyo karena koyor Bu Parman mudah dikunyah. 

Sego Koyor Bu Parman, mulai buka sejak tahun 1968. Sejak awal memang buka malam hari. (Agung P/Mojok.co)

Sego Koyor Bu Parman juga menyediakan lauk tambahan. Ada ayam goreng, telur, tahu, juga irisan babat. Seporsi sego koyor, dihargai Rp17.000, kalau tambah potongan babat jadi Rp25.000.

Sejak Bu Parman meninggal tahun 2011, usaha Sego Koyor Bu Parman dikelola oleh anak-anaknya. Bu Suparti, ibu Andung sebagai anak sulung dan orang yang dituangkan memegang kendali. Ia dibantu oleh adiknya secara bergantian. Sedang Andung, sudah sejak remaja mendapat tugas untuk menyiapakan warung serta merapikan warung usai jualan. 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA: Warung Es Puter Pak Sumijan Lasem: Kemewahan di Balik Uang Rp5 Ribu

 

Tags: KulinerKuliner Jogjakuliner malamsego koyor
Agung Purwandono

Agung Purwandono

Jurnalis di Mojok.co, suka bercocok tanam.

Pos Selanjutnya
Syekh Siti Jenar: Syekh Kontroversial Yang Dijatuhi Hukuman Mati

Syekh Siti Jenar: Syekh Kontroversial Yang Dijatuhi Hukuman Mati

Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.