Di Kota Pekalongan, banyak ditemui penjual nasi uwet. Satu warung legendaris yang jadi pelopor adalah Warung Makan Nasi Uwet Haji Zarkasi. Berdiri tahun 1959, warung ini menciptakan uwet menggunakan daging dan jeroan kambing asli.
***
Setiap kali melewati ruas Jalan Sulawesi, di Kota Pekalongan, Warung Makan Nasi Uwet H. Zarkasi ini seperti selalu ngawe-awe. Pelanggannya tak pernah sepi. Sama seperti ketika saya saat melewatinya, Minggu (12/06/2022). Sejumlah pelanggan yang tampaknya satu keluarga, sedang menikmati hidangan nasi uwet yang dipesan.
Mereka berempat, ibu dan tiga anaknya yang sudah dewasa. Keluarga itu duduk menempati bangku kayu panjang berwarna putih.
Saya pun duduk di bangku panjang yang berseberangan letak, dekat kotak kaca tempat aneka jenis masakan diletakkan agar terhindar dari lalat.
Saya lalu memesan nasi uwet plus minuman teh manis. Tak lama menu yang saya pesan pun terhidang di depan saya. Di dalam warung, selain dilengkapi dengan dua bangku panjang, juga terdapat empat set meja makan lengkap dengan kursinya.
Terkait dengan menu nasi uwet, sebenarnya sudah beberapa kali saya menikmatinya. Rasanya sungguh lezat, hampir sama dengan gulai kambing. Tekstur daging uwetnya empuk dan tidak bau prengus sebagaimana daging kambing yang kita kenal.
Daging dan jeroan yang diikat jadi satu pakai usus
Seorang ibu memakai hijab, Bu Kusnah (52), keluarga dari pemilik warung, di sela-sela kesibukannya melayani pembeli, kepada Mojok ia mengatakan, mengapa olahan lauk itu dinamakan daging “Uwet.”
“Uwet itu singkatan dari Ulam Wedus Tulen yang berarti lauk tersebut terbuat dari daging kambing asli, bukan dari daging sapi, kerbau atau ayam,” papar Bu Kusnah menjelaskan.
Dikatakan, satu ikat lauk uwet terbuat dari irisan jeroan kambing, yakni paru, babat,usus, dan potongan daging kambing. Usus wajib ada karena berfungsi sebagai pengikat. “Jadi irisan jeroan daging kambing agar bisa menyatu, diikat dengan usus. Kalau misalnya diikat dengan tali rafia, namanya bukan lagi uwet, ” ujar Bu Kusnah sambil tertawa berderai.
Bu Kusnah menambahkan, Warung Makan Nasi Uwet H. Zarkasi berdiri sejak tahun 1959.
“Menurut cerita almarhum ayah mertua saya, yaitu Bapak Zarkasi. Pertama mendirikan warung makan, ia berencana membuat menu masakan yang di Kota Pekalongan saat itu belum ada. Misal, kalau membuat masakan gulai kambing sudah banyak. Soto atau tauto juga ada di mana-mana, termasuk opor atau ayam goreng,” ungkap Bu Kusnah, salah satu menantu perempuan almarhum H.Zarkasi itu.
Akhirnya, kata Bu Kusnah, almarhum ayah mertuanya membuat lauk berupa kumpulan irisan jeroan dan daging kambing yang diikat jadi satu dengan usus. Kenapa harus diikat dengan usus, tujuannya kalau matang usai diolah tidak terurai, maka jadilah lauk daging “Uwet,” singkatan dari Ulam Wedus Tulen.
Mengutip cerita almahum ayah mertuanya yang meninggal dunia pada tahun 2010 itu, tidak lama setelah menu nasi uwet dikenal masyarakat, beberapa warung nasi di Pekalongan ikut membuat menu yang sama.
“Namun, kebanyakan warung makan yang ikut-ikutan memasak lauk daging uwet tidak dapat bertahan lama. Mungkin, meskipun bahannya sama, tapi beda tangan, beda rasa,” terang Bu Kusnah, isteri dari almarhum Zaeni, anak ke-5 dari 10 bersaudara, pasangan almarhum Zarkasi dan almarhumah Hj. Asidah. Almarhumah Hj. Asidah sendiri meninggal pada tahun 2001.
Bu Kusnah juga mengungkapkan, meski daging uwet terbuat dari jeroan kambing rasanya beda dengan gulai kambing.
“Gulai kambing menggunakan santan, kalau daging uwet tidak,” ujar dia.
Zakaria (53) anak ke-6, atau adik ipar dari Bu Kusnah menambahkan, saat pandemi Covid 19, selama dua tahun, Warung Makan Nasi Uwet “H.Zarkasi” sempat mengalami lesu pembeli. Zakaria mengatakan, saat ini warung makan dikelola bersama oleh 5 anak H. Zarkasi yang masih hidup dari 10 bersaudara dan dibantu para menantu.
Dua tahun pandemi Covid-19, pelanggan warung ini turun hingga 40 persen. Sekarang, berangsur-angsur pelanggan mulai berdatangan lagi.
“Setiap hari rata-rata, kami menghabiskan 200 ikat daging uwet atau sebanyak 6 kg jeroan daging kambing. Sedangkan harga daging kambing saat ini Pekalongan Rp.120 ribu/kg,” kata Zakaria.
Salah seorang pelanggan bernama Ivan (29) dari Pemalang yang datang bersama ibu dan kedua adiknya kepada Mojok.co mengatakan, ia dan keluarga selalu menyempatkan diri untuk mampir di Warung Makan Nasi Uwet “H.Zarkasi.
“Kami merasa cocok dengan menu makanannya, terutama daging uwet, yang enak, empuk dan tidak bau layaknya daging kambing,” komentar Ivan.
Dikunjungi pejabat negara dan Srimulat
Yang membuat bangga keluarga besar almarhum H. Zarkasi adalah warung makan mereka pernah dikunjungi oleh almarhum Menteri Penerangan (Menpen) Harmoko dan almarhum Basuki komedian terkenal dari grup Srimulat.
“Kalau tidak salah ingat, sekitar tahun 1985 saat itu beliau menjabat sebagai menteri penerangan di era Pak Harto, almarhum melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Pekalongan. Oleh panitia, almarhum Pak Harmoko dijamu menu nasi uwet dan garang asem. Rupanya beliau cocok dengan kedua menu tersebut, utamanya dengan lauk daging uwet. Saat itu almarhum ayah saya, oleh panitia diminta datang ke pendopo Kabupaten Pekalongan untuk melayani tamu negara dari Jakarta itu,” sebut Zakaria.
Beberapa bulan kemudian, cerita Zakaria, Harmoko bersama rombongan ketika ada acara di wilayah ex-Karesidenan Pekalongan, mampir ke warungnya, untuk makan siang dengan lauk daging uwet. “Saya masih ingat komentar beliau, singkat tapi jelas: enak,” ujar Zakaria.
Selain, itu sejumlah pelawak atau komedian terkenal dari grup Srimulat, juga pernah makan siang di warungnya.
“Mereka adalah, Basuki, Kadir, Doyok, dan Polo. Bahkan almarhum Basuki bilang, kepanjangan dari singkatan Uwet bukan Ulam Wedus Tulen, tetapi diubah menjadi, Ulam Wedus Enak Tenan,” tutur Zakaria tersenyum, mengenang kedatangan para komedian terkenal itu.
Tarif lauk daging uwet yang melegenda di Pekalongan hingga kini, menurut Bu Kusnah, kakak ipar dari Zakaria, untuk satu porsi nasi dan dua ikat uwet, dibanderol sebesar Rp.25.000,- dengan rincian, satu ikat daging uwet Rp 10 ribu, dan sepiring nasi Rp 5 ribu, tidak termasuk harga minuman.
Selain lauk daging uwet, juga tersedia menu lainnya yaitu, garang asem, opor ayam, ayam goreng, sate ayam rebus, empal jepit dari daging sapi, telur dan lainnya.
“Setiap hari warung kami buka, dari jam 06.00 hingga jam 14.00 WIB, kemudian tutup untuk istirahat dan buka kembali pukul 17.00 – hingga pukul 22.00 WIB. Selama bulan Ramadan tutup, kembali buka 7 hari setelah Lebaran,” terang Bu Kusnah.
Reporter: Kasirin Umar
Editor: Agung Purwandono