Mie Ayam Pojok Teknik UGM ini jadi klangenan mahasiswa. Selain karena murah, kombinasi mie ayam dengan batagor dan siomay jadi pembeda dengan mie ayam lain di Jogja.
***
Setiap melintas di Jalan Dr Sardjito dari arah barat, sebelum melewati deretan lapak tukang jahit, mata saya selalu melirik ke sebuah warung mie ayam sederhana yang tampak selalu ramai. Letaknya persis di pojok simpang tiga, selatan Sekolah Vokasi UGM.
Para mahasiswa yang masih lengkap dengan beragam warna seragam korsa kerap terlihat memadati lapak kaki lima ini. Seperti Sabtu (12/11) siang, tepat jam makam siang, saat saya memutuskan mampir. Setiap sudutnya penuh mahasiswa yang butuh mengganjal perut usai atau bahkan sebelum melakukan kegiatan.
Saya masuk ke dalam setelah memastikan motor terparkir rapi. Memesan seporsi mie ayam batagor. Salah satu yang unik dari warung ini adalah kombinasi mie ayam dengan batagor atau siomay yang jarang ditemukan di tempat lain.
Siang itu para pegawai sibuk menyiapkan puluhan pesanan. Bukan hanya untuk mereka yang hendak makan di tempat ini. Namun, juga pesanan-pesanan yang hendak diantarkan ke luar atau dibawa pulang. Saya pun harus menunggu sekitar lima belas menit sebelum hidangan datang ke meja.
Saat pesanan datang, saya perhatikan lamat-lamat. Beberapa potongan batagor atasnya ada kerupuk pangsit yang memenuhi bagian atas mie. Saya sibak satu per satu isi mangkok yang penuh ini. Sebelum akhirnya mencicipi kuahnya yang kental bercampur dengan sedikit bumbu batagor.
Rasa gurihnya tercampur dengan manis-manis dari sedikit campuran bumbu batagor. Potongan ayamnya tidak terlalu banyak tapi disempurnakan dengan toping khasnya yang cukup mengganjal perut. Kondisi perut yang lapar karena tidak sempat sarapan membuat seporsi tandas dalam sekejap.
Sambil menyeruput es teh tawar setelah makan, saya penasaran dengan dua sejoli yang dari tadi bahu membahu melayani pelanggan dan menyiapkan pesanan. Saya berbisik ke salah satu pegawai yang lewat, “Mas, mereka berdua pemilik warung ini?”
“Nggih, betul Mas,” jawabnya seraya mengambil mangkok kosong saya.
Kombinasi unik berkat saran pelanggan
Saya pun berdiri menghampiri mereka berdua. Demi mendapatkan jawaban dari rasa penasaran saya tentang kombinasi unik di Mie Ayam Pojok Teknik ini. Dua sejoli ini bernama Sukamto (42) dan Sartilah (43). Keduanya berasal dari Wonosari, Gunungkidul.
Setelah menuntaskan beberapa urusan, sang istri Sartilah menghampir saya di meja. Perempuan ini lalu bercerita kalau lapak ini ia rintis pada tahun 2001. Setahun setelah mereka berdua menikah.
Sejak awal usaha ini mereka namai “Pojok Teknik”. Sesuai dengan lokasinya yang berada di pojok persimpangan selatan D3 Teknik Mesin UGM.
Saat itu, ia ingat belum ada banyak lapak-lapak yang berdiri di sepanjang Jalan Dr Sardjito. Jadi warung ini tergolong kaki lima yang babad alas di jalanan ini.
“Dulu kami berdua kan sama-sama kerja ngikut orang. Setelah menikah, bapak pengen buka usaha. Terus menemukan lokasi ini yang dianggap pas,” terang Sartilah.
Sukamto mulanya membantu saudara berjualan siomay dan batagor di tempat lain. Hal itu ia lakoni sejak 1996. Bekal itulah yang membuatnya berani membuka usaha sendiri setelah mempersunting Sartilah.
Sukamto yang menyusul bergabung bersama kami bercerita awalnya saudara-saudaranya meragukan lokasi yang ia pilih. Tempat itu dianggap tidak menjanjikan. Sepi dan belum banyak lapak-lapak lain yang hadir di sana. Tapi lelaki ini punya keyakinan bahwa tempat ini patut dicoba.
Selain itu, awal buka usaha ini, mie ayam belum hadir dalam pilihan menu. Kehadirannya menyusul setelah usaha ini berjalan tiga tahun.
Saat itu, ada satu dua pelanggan yang punya usulan bahwa batagor terlihat cocok jika disandingkan dengan mie ayam. Mendengar hal itu, Sukamto awalnya ragu. Ia mengaku tidak begitu demen makan mie ayam.
“Saya sendiri itu nggak terlalu suka makan mie ayam. Jadi awalnya belum yakin untuk mencampurkannya dengan batagor,” ujar Sukamto sambil menyesap rokoknya.
Namun, insting bisnis membuatnya terbuka pada potensi yang bisa dikembangkan. Menurutnya, mie ayam punya pangsa pasar yang lebih luas. Sedangkan saat itu, siomay dan batagor jualannya menyasar pelanggan mahasiswa saja.
Kesadaran itu membuat pasangan muda ini mencoba mencicipi banyak tempat mie ayam untuk menemukan resep yang cocok diterapkan di usahanya. Selain itu, mereka juga berkonsultasi ke saudara yang sudah lama berdagang mie ayam.
“Saya coba-coba tanya gambaran besarnya saja. Kalau resep detailnya itu kan rahasia masing-masing ya. Setelah itu saya coba buat sendiri,” ujar Sukamto. Ia lalu kembali beranjak membantu para karyawan yang sibuk melayani pelanggan.
Sartilah yang sedari tadi menyimak cerita sang suami lalu kembali menimpali. Perempuan ini mengisahkan bahwa fase awal berjualan memang penuh tantangan. Usaha mereka tidak serta merta langsung laris. Bahkan setelah menambahkan kehadiran mie ayam.
“Ya berat itu di lima tahun awal. Setelah ada mie ayam itu tetap butuh proses lagi biar ramai,” terang ibu dua anak ini.
Saking tidak menentunya pendapatan dari jualan, Sartilah pernah meyakinkan sang suami agar dirinya kembali bekerja saja. Demi mendapatkan kepastian penghasilan bulanan untuk menghidupi anaknya. Namun, ia mengaku kalau suaminya terus meyakinkan bahwa usaha ini bisa mendapatkan hasil yang diinginkan.
Hingga akhirnya usaha itu perlahan berkembang secara pasti. Menurutnya, tidak pernah ada lonjakan drastis, tapi terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Hal itu membuat keduanya mantap untuk menekuni dagangan ini.
Menu paling laris di Mie Ayam Pokok Teknik adalah mie ayam dan batagor. Baik terpisah maupun kombinasi keduanya. Sedangkan untuk siomay, pasar terbesar mereka justru dari pesanan-pesanan ke luar. Baik perorangan maupun pesanan borongan untuk acara hajatan.