Mie Ayam Pak Tekun dengan jujur mengakui, tempat jualannya kurang nyaman. Dalam mangkuknya juga ada dosa besar yang awalnya terlalu dipaksakan. Tapi ini salah satu mie ayam enak di Jogja.
***
Saya termasuk yang percaya bahwa tidak semua hal bisa berpasangan baik dengan lainnya. Memaksakannya hanya akan merusak salah satu pihak. Dalam hal ini, dulu saya termasuk penganut kepercayaan bahwa memasangkan mie ayam dengan tetelan adalah dosa besar yang sulit diterima akal sehat.
Setelah bikin trauma, tetelan bikin sensasi
Tentu alasan kenapa begitu saya kira cukup masuk akal. Kesan pertama saya mencoba mie ayam dengan tetelan adalah salah satu pengalaman terburuk. Saya tidak ingat warung mana tetapi ya seperti biasa, saya memesan mie ayam bakso biasa. Eh ternyata dalam mangkok mie ayam bakso itu juga diberi beberapa cuil tetelan.
Awalnya saya ingin menyingkirkan, tapi rasa penasaran akhirnya menang. Satu potong saya makan. Deg! Aroma amis menguar kuat di dalam mulut. Saya memang tak suka bau amis dari gajih (lemak) dari hewan macam sapi.
Menahan diri agar tak muntah, tetelan itu tetap saya makan. Berhasil tertelan masuk perut. Potongan lainnya saya sisihkan, tak mau saya memakannya. Tetapi bau amisnya benar-benar memporak-porandakan rasa kuah dan topping mie ayam yang sebenarnya lumayan enak.
Tetelan menghadirkan trauma. Tetapi manusia selalu bisa berubah. Perlahan saya mencoba membuka diri. Mencoba lagi beberapa mie ayam yang menyajikan tetelan. Ternyata saya dulu hanya sial, ketemu yang tidak “satu frekuensi” saja dengan lidah. Ternyata di warung lain, ada tetelan yang tidak amis, tidak “terlampau berkuasa” sehingga menghancurkan rasa mie ayamnya.
Ada tetelan yang justru menambahkan sensasi baru ketika dimakan bersama mie dan ayamnya. Banyak warung seperti itu, dan salah satu yang langsung jadi primadona pada suapan pertama saya adalah Mie Ayam Pak Tekun.
Mie Ayam Pak Tekun yang tempatnya tersembunyi
Mie ayam satu ini memang tersohor dengan tetelannya yang aduhai. Banyak yang menyebutnya sebagai salah satu hidden gem Jogja yang patut dicoba, dan saya mengamininya. Lokasinya ada di dekat Gardu PLN Kentungan (Jalan Kaliurang Km 8). Dari gardu itu ke arah timur. Pada gang kedua ambil kiri atau arah utara. Tak sampai 100 meter warung ini sudah tampak.
Warungnya kecil, hanya ada 3 meja di dalam dan 2 di depan warung. Mie Ayam Tekun ini sebenarnya kepanjangan dari Tempat Kurang Nyaman. Sungguh sebuah kejujuran mengakui bahwa warungnya memang kecil dan mungkin bagi sebagian orang akan membuat kurang nyaman.
Ya, saking kecilnya warung ini untuk parkir pun hanya bisa beberapa motor. Untuk mobil pun harus parkir di gang sebelah. Kalau di dalam, atapnya asbes. Bisa dibayangkan kalau cuaca sedang panas-panasnya kan?
Saya sampai pukul 11.30 WIB, setengah jam lebih cepat dari jam buka yang tertera di Google Maps. Ternyata warung sudah buka dan ada 4 pelanggan yang makan. “Wah masih sepi, aman.” Begitu batin saya. Langsung saya mendekat untuk memesan.
Ada beberapa pilihan menu seperti bakso dan mie ayam goreng. Akhirnya memutuskan untuk memesan menu lengkap mie ayam tetelan+ceker+bakso. Ada bakso telur juga tapi saya pilih bakso biasa dulu. Hampir beranjak ke meja makan, di bawah area masak ternyata ada bakso goreng. Godaan ini! Saya pesan 2.
“Ambil sendiri saja mas,” si ibu penjual menimpali. Duh, ingin saya borong semua tetapi harus ingat bahwa ketamakan hanya membawa sengsara jadi ya akhirnya sesuai pesanan, cuma ambil 2 saja.
“Monggo mas,” pesanan saya diantar. Tetapi kok ceker dan baksonya tidak ada. Saya bertanya, “Lha ceker kalih baksone pundi bu? “
“Kui nggone mas e sijine mbak!”, sambut ibu penjual lainnya.
“Ealaaaah ngapunten, Mas! Hehe.”
Fokus bu, ini masih belum jam-jam sibuk lho. Hehe.
Mie ayam yang tenggelam di tetelan
Selang 5 menit dari drama salah pesanan, mie ayam saya datang. Tertegun saya terheran-heran. Setelah di Mie Ayam Takeshi saya terdiam karena topping ayamnya yang ora umum, hal serupa saya alami lagi hanya saja kali ini karena tetelan, ceker, pangsit goreng, bakso, ayam, timun, dan daun bawang yang berkumpul rapi seolah siap berfoto selfie. Penuh menghiasi mangkok kecil bergambar ayam jago itu. Mienya tenggelam dalam lautan tetelan.
Dari tampilan tetelan yang seolah jadi center ini saya sudah paham bahwa ini adalah tetelan yang sangat diterima lidah saya. Tanpa berlama-lama, satu potong saya coba. Kress! Sekali gigit daging yang berselimut sedikit gajih itu melepaskan potensi kelezatannya.
Empuk tapi masih ada sensasi kenyal menggigit. Tidak amis tetapi masih menyisakan bau khas daging sapi. Ini kalau mau hiperbola ala anime Shokugeki no Soma, seolah ada sapi yang menari-nari di lidah lalu baju saya tiba-tiba tercabik-cabik karena ledakan kelezatannya!
Saya mencoba kalem dulu. Bagaimanapun ini mie ayam, ya yang jadi fokus harus mie ayamnya. Tetelan juara kalau mie ayamnya biasa saja ya percuma. Kuah saya sruput. Ayam saya coba satu potong. Bakso, baik yang basah maupun goreng saya gigit sekali. Ceker pun begitu. Saya terdiam lagi. Saya membatin.
“Ya Allah, terima kasih. Kepada Pak Tekun telah Kau sampaikan wahyu berupa resep luar biasa yang menjanjikan semangkuk kebahagiaan bagi siapapun yang menikmatinya. ENAK TENAN BOSQUE!”
Kuah dan tetelan, sejoli yang saling menguatkan
Kuahnya punya rasa manis rempah yang lumayan kuat, serta gurih lamat-lamat. Kalau lidah saya tidak salah, ada 3 elemen penting di kuah ini yang menjadikannya juara yakni jinten, daun jeruk, dan serai. Ada apa dengan 3 bahan itu?
Ketiganya punya aroma yang cenderung memberikan rangsangan manis di otak, sehingga cocok antara aroma dan rasa sama-sama manis. Mungkin akan terlalu nonjok bagi yang tak suka manis, bagi saya sih pas.
Selain untuk memberi aroma manis, ketiga bahan tadi juga memberi kesan segar yang bisa menetralisir aroma lemak yang menempel dalam setiap potongan tetelan. Boleh dikata, kuah dan tetelan ini adalah sejoli yang saling menguatkan satu sama lain.
Ayamnya sendiri juga punya rasa gurih manis dengan baluran kuah kental. Karena rasanya mirip dengan kuah kaldu, seringkali si ayam harus rela kehilangan “sorotan panggung” akibat dari pesona tetelan yang begitu dahsyat, baik dari rasa maupun porsi.
Baru kali ini saya makan mie ayam lebih nyari tetelannya daripada ayamnya. Hehe. Tak masalah, baik sapi maupun ayam dalam mie ayam tetelan ini tampaknya sudah bersepakat untuk berbagi peran yang mungkin tidak berimbang tetapi menghasilkan sebuah kelezatan.
Menggunakan mie ukurang sedang, urusan kematangan, wes, juara deh. Satu hal yang bikin makin cinta adalah mienya mampu mengikat kuah coklat manisnya dengan erat. Jadi dalam setiap sruputan mienya tersibak rasa manis rempah yang begitu nyaman memanjakan lidah. Aduh ini saya nulisnya masih kemecer kalau mengingat lagi rasanya.
Baca halaman selanjutnya…
Topping-nya nggak ada yang tercela!
Topping-nya nggak ada yang tercela!
Bagaimana dengan topping tambahan yang lain? Cukup dua kata: tak bercela! Bakso basahnya punya tekstur kenyal menggigit dengan urat yang menambah kekayaan rasa sapi. Bakso gorengnya pun begitu, meski tampak berminyak ternyata masih nyaman dimakan. Garing di luar, lembut di dalam. Keduanya menambah sensasi rasa khas olahan daging sapi yang secukupnya, seperlunya. Memang begitulah seharusnya sebuah topping pelengkap.
Cekernya gimana? Wes yo enak jelas! Los dol daginge langsung mrothol!
Tandas juga akhirnya satu mie ayam topping ultimate. Meski porsi mienya tidak jumbo, tetapi sudah sangat mampu membuat perut saya kenyang. Mie ayam yang baru berdiri pada tahun 2019 ini memang layak jadi kesayangan warga sekitar Jalan Kaliurang.
Tempat boleh nggak nyaman, tetapi di lidah, duh, nyaman pake banget! Di dompet pun begitu. Pesanan saya tadi cukup ditebus dengan harga Rp21.500,00 saja. Kalau mau tambah makanan ringan Rp500-an juga ada. Mau minum, berbagai merek minuman kemasan juga pepak, lengkap!
Semakin siang, situasi makin ramai. Yang datang, meski hanya satu dua orang, rentang waktunya cepat. Semua meja mulai penuh. Nomor antrian mulai dibagikan dan mereka yang tidak kebagian meja duduk lesehan di jalan kecil di selatan warung.
Pemandangan yang entah kenapa mengingatkan saya pada suasana halal bi halal di kampung. Saya pun segera bergegas membayar dan pulang agar pembeli lain kebagian meja. Sebuah pengalaman pertama yang menyenangkan dari Pak Tekun. Mungkin sudah selayaknya singkatan TEKUN diganti dari TEmpat Kurang Nyaman menjadi TEtelan Kualitas UNggul!
Kata mereka yang jadi pelanggan setia Mie Ayam Pak Tekun
“Rasanya pas perpaduan antara gurih manis, tetelannya jos dari rasa maupun porsi. Daun bawang dan acar jadi nilai plus hanya minus di tempat emang tempate kurang nyaman (tekun sesuai nama). Rasa sih soal selera tapi temenku lainnya cocok sih sama rasa dan porsinya,” Aji (28) pelopor gerakan #JumatMieayaman.
Dewangga (31) seorang fotografer dan pemain Pokemon Go ini juga pelanggan setia di warung mie ayam ini. “Rasa enak, porsi pas, ada kriuk-kriuk dan tetelan ginuk-ginuk,” katanya.
Husnul(23) pecinta mie ayam lainnya mengatakan ia kerap kecewa kalau datang sore hari ke Mie Ayam Pak Tekun. Kecewa karena sering bakso gorengnya sudah habis. Soal cita rasa, ia angkat jempol.
“Tipe mie ayam kuah kentel yang rasanya kayak kari gitu tapi ga banyak kecap gitu loh. Aku suka ayamnya pas aja dan mie nggak “lodoh” (overcooked). Cuma kalau sore bakso gorengnya cepet abis,” kata Husnul.
Soal bakso goreng yang enak juga diakui oleh Fabs (26), pelanggan setia Mie Ayam Pak Tekun. “Dari jaman bakso gorengnya gepeng, trus diiris korek, trus yang agak empuk, rasanya masih oke,” katanya yang kerap menjadikan mie ayam bakso jadi menu favoritnya di Mie Ayam Pak Tekun.
Saya pulang ke Bantul dengan perut kenyang dan hati senang. Di tengah perjalanan saya baru teringat, lupa tanya nama asli penjualnya! Setelah tanya sana sini, pemilik warung mie ayam ini namanya Tedy Kuntandi, kalau disingkat jadi Pak Tekun! Sayang saya belum berkesempatan ngobrol dengannya. Haduh untuk urusan liputan saya jadi nggak tekun gara-gara terlena kelezatan tetelannya. Hehehe.
Reporter: Oktavolama Akbar Budi Santosa
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mie Ayam Pojok Teknik UGM, Kombinasi Aneh yang Enak dengan Batagor dan rekomendasi kuliner lainnya di Goyang Lidah.