Orang-orang di Malang, Jawa Timur lebih mengenal warung ini dengan sebutan Warung Bubur Ayam Cirebon atau Warung Bang Ocrit, padahal nama aslinya Warung Ka’pincoet 09. Jadi andalan mahasiswa karena selain murah, warung ini buka 24 jam.
***
Saya memiliki trauma tersendiri terhadap bubur ayam. Di daerah saya, bubur ayam adalah makanan yang lazimnya dikonsumsi untuk orang yang tengah berada di rumah sakit atau baru keluar rumah sakit. Bubur yam makin suram dalam pikiran dan pandangan ketika saya tepar selama satu minggu di Puskesmas pada akhir 2019.
Pertengahan tahun 2020, pacar saya mengajak untuk menerabas kesuraman hari ke sebuah warung sempit, gang kecil di depan UIN Malang. Ketika lidah saya menyambut sesendok bubur ayam Ka’pincoet di situ, makpyar! Trauma dengan bubur ayam di rumah sakit pun sirna.
Saya memutuskan menjadi pecinta bubur ayam dan banyak mencoba di tempat lain. Namun, seperti cinta pada pandangan pertama, bubur di Warung Ka’pincoet 09 tetap menduduki posisi pertama. Selain rasanya yang luar biasa lezat, harganya juga relatif murah.
Masuk gang, tempat parkir sulit
Sudah berbulan-bulan saya tidak datang ke Warung Ka’pincoet 09 karena jaraknya yang memang cukup jauh dari rumah saya yang ada di Pujon. Perlu 50 menit ke arah barat dari pusat Kota Malang ke warung ini. Sejak menyelesaikan skripsi, saya jarang memiliki kepentingan di kampus. Saya merindukan bubur ayam dan mie ayamnya.
Rabu (16/2) saya memutuskan untuk sarapan di warung ini. Warung yang berada di Jl Kertoraharjo kecamatan Lowokwaru Kota Malang tersebut tepat berada di pojok pertigaan. Berada di himpitan beberapa bangunan yang merupakan tempat kos.
Tempatnya bisa dibilang sempit, tempat parkirnya ada di depan dan di samping warung yang sebenarnya tidak bisa juga disebut tempat parkir. Bahkan karena sudah penuh, saya memutuskan untuk meletakkan motor di UIN Malang, tempat saya kuliah dulu.
Dari kampus saya cukup berjalan lima menit untuk kembali ke Warung Ka’pincoet 09 tersebut. Rutenya, begitu keluar dari gerbang utama UIN Malang, saya hanya perlu ke arah Kantor PDM Muhammadiyah Kota Malang. Hanya beberapa langkah ada gang dengan nama Jalan Kerto Raharjo, nah dari sana saya tinggal lurus dan menemukan tempat tadi.
Tempat sempit, bubur ayamnya elit
Ketika saya masuk, aroma khas bubur ayam menyeruak. Saya tak sabar. Di dalam hanya tersisa satu kursi panjang dan tiga kursi plastik. Tempat duduk lainnya tengah dipakai pelanggan lain yang tengah menikmati hidangannya. Di depan saya ada seorang yang tengah menunggu dilayani dan di belakang saya ada dua orang yang tengah mengantre. Orang di depan saya memesan dua bubur untuk dibungkus dengan kuah terpisah giliran saya memesan satu bubur.
“Bubur ayam makan sini nggih, Pak!”
“Yoi, biasa apa spesial (tambah telur rebur)?”, tanya Bang Ocrit sambil mengambil mangkuk.
“Biasa mawon.”
“Oke, ditunggu ya, Mas,”
Saya segera menaruh tas di kursi yang berada di pojok. Mengamankan tempat duduk. Kemudian Bang Ocrit melayani pesanan-pesanan yang lain.
“Manggak, Mas,” kata Bang Ocrit dengan aksen sundanya yang lembut mengantarkan semangkuk bubur ayam dan semangkuk kecil kerupuk.
Pesanan saya datang, semangkuk bubur berisi suwiran ayam, kacang, bawang goreng, seledri, dan kuah yang tidak terlalu pekat tapi juga tidak terlalu bening telah sampai. Biasanya bubur ayam berkuah kuning atau bersantan. Tapi ini nggak!
Cocok buat saya yang sarapannya nggak bisa aneh-aneh. Seporsi bubur ayam tersebut lengkap dengan semangkuk kecil kerupuk. Sempurnalah seporsi bubur ini. Saya ambil sesendok tanpa menambah apapun, rasanya modyar! Hangat memenuhi mulut, kunyahan pada bubur yang lembut beserta isiannya terasa hampir sempurna.
Sambal di bubur ayam yang sempurna
Karena saya makhluk yang menganut aliran bubur diaduk, tidak lupa saya menambahkan sambal. Wujud sambal di warung ini bagi saya seperti kurang meyakinkan, tetapi rasanya penuh keyakinan.
Sambal ini pula yang menurut saya adalah poin plus di warung ini. Jika kebanyakan bubur ayam pendampingnya sambal merah atau sekadar cabai yang diblender halus, maka Warung Ka’pincoet 09 akan memberikan sensasi berbeda, karena sambalnya adalah sambal hijau!
Ibadah suapan kedua saya lakukan dan makpyar! Mulut saya penuh cita rasa yang kompleks, hangat dan lembut dari bubur, gurih dari kuah. Keramaian rasa makin menjadi-jadi karena kacang tanah, bawang goreng, dan sambal hijau yang khas.
Kemudian kerupuk menyusul, menjadi penutup yang sempurna dalam satu suapan bubur ayam. Lima puluh menit perjalanan menerobos udara dingin Malang seolah sirna. Bubur yang saya santap memuaskan hasrat saya. Tidak sampai lima menit, bubur saya tandas, bersih termasuk semua kerupuk di mangkuk kecil. Tempat yang tersedia memang terbatas dan terkesan tidak nyaman, bahkan terdapat tulisan untuk tidak berisik. Tempatnya yang sempit, tempat parkir yang sulit namun memberikan rasa mewah yang elit.
Menu beragam, harga murah, dan rasa paripurna
Seporsi bubur ayam tersebut terbilang mewah menurut saya. Cuma Rp6.000,00. Bila ingin menambah telur rebus yang bisa di-request setengah matang kita hanya perlu menambah Rp2.000,00 saja. Gila, bukan? Ini Malang, lho ya.
Warung bubur ayam yang lain, dengan banyak cabang harganya menembus Rp10.000,00 dan Rp12.000,00 jika ingin menambah satu butir telur sebagai kudapannya. Bahkan ada yang Rp13.000,00 untuk seporsi bubur dan telur.
Beda lagi jika membicarakan warung nasi, rata-rata warung makan mematok minimal Rp7.000,00 untuk seporsi nasi dan dua jenis sayur. Nasi telur di Malang rata-rata sudah tembus Rp.8000, Bos! Tambah ayam? Minimal Rp10.000,00 yang harus ada di dompet kamu. Belum lagi kalau kamu kena parkir. Hahaha.
Selain bubur ayam, di warung ini juga tersedia jenis bubur lain seperti bubur kacang ijo, ketan hitam, bubur campur dan es bubur kacang hijau. Kalau sedang tidak ingin makan bubur di sini juga disediakan mie ayam yang tak kalah lezatnya.
Perihal minuman? Tenang saja, mulai dari Es Mega Mendung, dunia persodaan, kopi saset sampai minuman legenda berupa teh anget pun ada, harganya cuma Rp.2000 pula! Tempat yang terdapat di pojok pertigaan di gang-gang kecil antara Universitas Brawijaya dan UIN Malang benar-benar menjadi tempat makan idaman anak kos-kosan. Harga di bawah rata-rata, tetapi punya rasa paripurna!
Pelanggan yang setia
“Rasanya tuh gurih, lembut, ayam suwirnya banyaaak. Terus bubur yang nggak ada santannya. Kuahnya itu enak, cocok bareng sambelnya.” Islah (23) yang sudah berlangganan selama 4 tahun semenjak menjadi mahasiswa baru di UIN Malang.
Labbaika (22) seorang guru TK dan Kpopers mengatakan bubur yang topingnya tidak pelit tersebut semakin sempurna dengan sambelnya yang khas. Selain bubur ayamnya, ia juga setia pada mie ayam yang ada di Warung Ka’pincoet 09.
“Jadi mie ayamnya tuh enak, mie nya tebel, terus kuah nya rich banget rasanya, bukan yang cuma modal garam sama lada. Terus topping ayamnya ga pelit, banyak banget, dan ayamnya tuh enak, bumbunya tuh meresap,” kata Labbaika. Satu lagi yang menurutnya istimewa, adalah sambalnya.
Firman (23) yang baru lulus kuliah mengamini omongan Labbaika. “Bubur ayam ini enaknya dia gak pakai santen. Jadi nggak berat-berat banget buatku. Gurihnya pas, nggak maksa. Ayam suwirnya juga banyak, nggak pelit. Terus bisa pesan telur setengah mateng. Apalagi sambel ijonya, aneh tapi enak,” katanya.
Bubur ayam yang buka 24 jam
Selesai membayar dengan rindu yang tertuntaskan saya sempat bertanya jam buka dan jam tutup Warung Ka’pincoet 09 tersebut. “Buka tutup jam berapa, Pak?”
“Gak pernah tutup, Mas. 24 Jam nonstop!” Ah, warung bubur murah, rasa nikmat, menu beragam ditambah buka 24 jam. Idaman yang sempurna.
Sembari melayani pelanggan, Bang Ocrit bercerita. Ia asli Cirebon. Di Malang sudah lebih dari 25 tahun.
Dua hari setelahnya saya datang lagi ke warung ini. Kali ini saya memesan mie ayam. Saat itu yang ada di warung istri Bang Ocrit.
“Kalau buka 24 jam yang jaga gantian ya, Bu?” tanya saya mengingat perjumpaan dua hari sebelumnya dengan Bang Ocrit.
“La iya gantian,” jawabnya sambil menyemplungkan suatu adonan ke minyak panas. Sejak saya datang sampai menandaskan mie ayam tersebut istri dari Bang Ocrit bergerak seperti robot dengan baterai penuh, nggak berhenti-berhenti.
Istri Bang Ocrit bercerita, ia dan suaminya memang sejak awal meniatkan untuk jualan bubur ayam di Malang.
Banyak yang nggak jujur ambil kerupuk
Bagi mahasiswa di yang kos di sekitaran kampus UB dan UIN Malang, Warung Ka’pincoet ibarat penyelamat mereka. Selain mudah dijangkau, murah, dan buka 24 jam, pokoknya jadi kesayangan mahasiswa.
“Semua rata-rata yang beli itu mahasiswa,” kata istri Bang Ocrit menegaskan. Ia menambahkan hampir tidak ada mahasiswa yang utang atau gak bayar. Rata-rata kalau pun nggak bawa uang, mereka ke warung itu lagi esok harinya.
Perhatian saya lantas tertuju pada satu toples besar berisi kerupuk putih kecil yang sudah yang terbungkus plastik. Bukan pada kerupuknya perhatian saya tertuju, melainkan pada satu sisi toplesnya. Di situ tertulis harga perbungkus kerupuknya dengan tambahan “Tolong Jujur”.
“Pakai tulisan saja ada yang masih banyak yang nggak jujur. Apalagi kalau nggak pakai,” katanya menjelaskan kenapa ada tulisan itu di wadah kerupuk.
“Yah namanya juga anak-anak, Mas,” katanya tersenyum.
Penulis: Ahmad Yusrifan Amrullah
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Preman Pensiun dari Semarang, Dirikan Panti Asuhan untuk Puluhan Anak di Sleman dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.