Tidak pernah terbayangkan dalam benak narasumber Mojok, bahwa jajanan yang dulu terlampau jauh dari jangkauan mereka, ternyata kini bisa mereka beli di Indomaret.
Gandika (24) dan Syarof (25) tidak tahu persis kapan Indomaret masuk ke kota mereka, Rembang. Toh dulu semasa kecil, mereka teramat jarang keluar kampung. Dulu belum seperti sekarang, yang setiap rumah per anggota keluarga punya motor masing-masing.
Paling jauh, mereka hanya main di kecamatan terdekat dengan kampung mereka.
Gandika maupun Syarof punya cerita yang sama perihal cara pandang mereka terhadap jajanan di Indomaret. Ada jajanan yang dulu mereka tidak membayangkan bisa membelinya, ternyata sekarang mudah saja mendapatkannya.
Menenggak Milo kaleng di Indomaret
“Bapakku merantau di Malaysia. Sampai sekarang masih. Nah, dulu oleh-oleh paling ditunggu dari Malaysia adalah Milo,” ungkap Gandika, Senin (27/1/2025).
Saya agak relate dengan Gandika. Bapak saya juga kerja di Malaysia. Dulu setiap bapak menelepon mengabari akan pulang, maka saya akan langsung nitip dibawakan Milo. Bapak biasanya akan menenteng dua bungkus Milo bubuk ukuran besar.
Sama seperti saya, Gandika akan menghemat betul Milo tersebut. Meski kadang dia tergoda untuk menggadonya: menyantapnya dalam bentuk bubuk, tidak diseduh sebagai minuman.
Sebab, bagi keluarga kampung dengan ekonomi pas-pasan seperti saya dan Gandika, menenggak Milo adalah kemewahan yang hanya bisa dirasakan beberapa tahun sekali. Tergantung kapan bapaknya akan pulang dari Malaysia. Kalau setahun sekali masih mending. Tapi kadang ada yang sampai tiga tahun sekali baru pulang.
“Eh beranjak dewasa, aku baru tahu kalau di Indomaret ternyata jual Milo. Sekarang malah ada versi kaleng, susu kotak, dan biskuit,” kata Gandika.
“Sekarang nggak butuh nunggu setahun sekali. Kalau lagi pengin, beli kalengan di Indomaret. Toh sudah bisa cari uang (kerja) sendiri,” sambungnya.
Hadiah Koko Crunch untuk adik
Gandika tahu belaka, bagi orang Rembang, Indomaret masuk kategori warung mewah dan identik dengan harga mahal. Keluarga Gandika masih berpikir seperti itu. Alhasil, ibunya lebih sering belanja di toko-toko biasa di pasar.
Tapi Gandika tidak ingin, terutama adiknya, hanya menatap ngiler layar televisi saat ada iklan jajanan yang menggiurkan. Misalnya Koko Krunch.
“Masa kecilku dulu juga gitu. Bagiku, enak ya jadi orang kaya, sarapan pakai Koko Krunch. Eh, sekarang ternyata bisa beli,” ujar Gandika.
Sering kali jika sedang pulang dari kerja di perantauan, Gandika akan membelikan sang adik Koko Krunch di Indomaret. Biasanya akan dia gunakan untuk sarapan dan bahkan santap sore bersama adik perempuannya yang masih kelas lima SD.
Ada perasaan lega saat melihat sang adik bisa menyantap sereal yang identik sebagai sarapan orang kaya itu. Tidak jarang pula Gandika akan mengajak sang adik untuk jajan-jajan di Indomaret.
Adik Gandika selalu tampak antusias, saking betapa mewahnya Indomaret bagi orang Rembang berkeuangan pas-pasan seperti keluarganya.
Baca halaman selanjutnya…
Membayar lunas hal-hal yang dulu bikin ngiler
Cokelat dan es krim di Indomaret tak terbayangkan bisa terbeli
Gandika mungkin lebih beruntung, karena dia masih bisa mencicipi Milo, walaupun katakan lah hanya setahun sekali. Sementara masa kecil Syarof (25) malah tidak sama sekali.
Bapak Syarof bukan orang perantauan. Hanya kuli bangunan serabutan. Maka, sensasi menunggu oleh-oleh Milo tentu saja tak pernah Syarof rasakan.
“Dulu mengandalkan kebaikan hati teman yang bapaknya baru pulang Malaysia. Menunggu dibuatkan Milo pas main di rumahnya,” ungkap Syarof yang sejak lulus SMA sudah bekerja ke pabrik-pabrik luar daerah.
Milo dan Koko Krunch dulu agaknya jauh dari bayangan Syarof. Dulu keinginan paling besar Syarof terkait jajanan adalah mencicipi es krim dan cokelat sebagaimana iklan di televisi.
“Es krim terenak yang pernah kucoba di masa kecil adalah Campina keliling. Kan ada yang harganya Rp2 ribu,” ungkap Syarof.
“Dulu itu pengin banget yang es krim tiga warna dalam satu wadah. Tapi entah kenapa, dulu itu kayak nggak kejangkau,” sambungnya.
Membayar lunas
Setelah bisa menghasilkan uang sendiri, Syarof pun akhirnya bisa membayar lunas jajanan yang menggiurkannya di masa kecil itu.
Setiap pulang ke Rembang, dia sering mengajak adik laki-lakinya yang sudah SMP untuk sekadar nongkrong di Indomaret. Syarof akan membiarkan sang adik memilih es krim mana yang dipengini.
“Mau Cornetto, mau Magnum, terserah. Aku juga beli cokelat-cokelat yang dulu tak terbeli seperti SilverQueen,” katanya.
Bahkan, Syarof juga sering membeli es krim tiga warna yang dulu dia incar. Di rumah, es krim tersebut jadi bancaan: bapak-ibunya ikut mencicipi. Sisanya, adiknya lah yang menghabiskan.
Syarof melihat pemandangan itu dengan perasaan puas. Dia merasa bisa membayar lunas keinginan sepele masa kecilnya, yang dulu seperti jauh sekali.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Minuman Indomaret yang Temani Saya Hadapi Kerasnya Kehidupan Orang Dewasa, Yang Jelas Bukan Kopi Golda atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan