Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Kuliner

Ikan Bakar Rasa Sayange, Warung Makan yang Laris karena Tantangan Mahasiswa Indonesia Timur di Jogja

Agung Purwandono oleh Agung Purwandono
5 Juni 2024
A A
Ikan Bakar Rasa Sayange, Warung Makan yang Laris karena Tantangan Mahasiswa Indonesia Timur di Jogja MOJOK.CO

Ikan Bakar Rasa Sayange, Warung Makan yang Laris karena Tantangan Mahasiswa Indonesia Timur di Jogja. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Warung Ikan Bakar Rasa Sayange jadi jujugan orang-orang yang ingin menikmati menu ikan bakar di Yogyakarta.  Bumbunya hanya rendaman jeruk nipis, garam, dan minyak goreng. Terkenal karena penuhi tantangan mahasiswa asal Indonesia Timur

***

Dagingnya empuk, meski menyandang sebutan bandeng laut, tapi durinya sedikit. Cuma berbumbu garam dan rendaman jeruk nipis, ikan ini nikmat sekali dinikmati dengan sambal colo-colo. 

Biasanya selain senangin, di warung ini saya beli ikan barakuda bakar, tapi pagi itu saya memilih ikan kuwe yang tak terlalu besar sebagai menu sarapan pagi saya. 

Makan saya makin nikmat karena sambil mendengarkan cerita pemilik warung tentang bagaimana warung ini berdiri dan jadi jujugan orang-orang Indonesia Timur yang ada di Yogyakarta. 

Ikan Bakar Raya Sayange yang buka pagi hari 

Hari masih pagi saat saya datang ke warung ini. Saya tahu warung ini baru buka pukul 9 pagi, tapi saya sengaja datang satu jam sebelumnya. Bukan apa-apa, terakhir saya datang ke warung ini siang hari, ikan favorit saya habis. 

Rupanya bukan saya pelanggan yang datang paling pagi hari itu. “Tadi ada yang datang pukul tujuh pagi, lah kami belum buka, belum siap apa-apa, jadi yang pergi lagi,” kata Bu Ning. 

Nama warung ini Warung Makan Bu Ning Rasa Sayange, Khas Indonesia Timur. Bagi yang belum tahu, pasti menduga warung ini seperti kebanyakan warung makan pada umumnya. Namun, bagi yang tahu, warung ini spesialis ikan bakar. 

“Nasinya belum ada, tapi ubinya sudah matang,” kata Bu Ning. 

Banyak pilihan jenis ikan di Warung Ikan Bakar Rasa Sayange. (Agung P/Mojok.co)
Banyak pilihan jenis ikan di Warung Ikan Bakar Rasa Sayange. (Agung P/Mojok.co)

Bagi saya itu nggak masalah. Justru saya biasa makan ikan di warung ini tanpa nasi. Cuma ikan saja, dengan sambal colo-colo dan kadang dengan ubi. 

Pagi itu, saya memesan menu dua ikan favorit. Ikan senangin dan barakuda. Saya pilih bukan yang ukuran besar, tapi yang sedang-sedang saja. 

Berawal dari tantangan mahasiswa Indonesia Timur

Ada cerita di balik kemunculan warung makan ikan bakar yang jadi langganan orang-orang dari Indonesia Timur ini. Saya mendengarkan langsung cerita dari Wahyuningrum (58) atau akrab disapa dengan nama Bu Ning sedang memilah daun kemangi.

“Dulu itu warung makan biasa. Sempat jualan di Terban, baru tahun 2005 pindah ke sini,” kata Bu Ning membuka cerita. Suaminya, Budiyono (67) duduk santai di dekatnya dan sesekali menimpali untuk melengkapi cerita Bu Ning. Sedang anak bungsunya, Rio (31) tengah fokus membakar ikan pesanan saya.

Bu Ning menceritakan ia membuka warung ramesan di akhir tahun 1980-an. Ia ingat, anak sulungnya saat itu masih berusia 3 tahun.

Iklan

Setelah pindah ke tempat yang sekarang, pelanggan warungya banyak dari orang-orang Indonesia Timur, kebanyakan dari Sulawesi, seperti Ternate dan Ambon di UGM. 

Mahasiswa yang kebanyakan sedang kuliah S2 di UGM itu menurut Bu Ning suka dengan cita rasa masakan di warungnya yang nggak manis. Menu warungnya macam-macam, ada ikan goreng, ayam goreng dan lauk lainnya selayaknya warung makan kecil di tengah perkampungan. 

Ikan Bakar Rasa Sayange jadi salah satu warung ikan bakar di Jogja yang buka pagi hari MOJOK.CO
Ikan Bakar Rasa Sayange jadi salah satu warung ikan bakar di Jogja yang buka pagi hari. (Agung P/Mojok.co)

Tahu cara membuat ikan bakar yang enak

Rupanya, menu yang Bu Ning hidangkan, termasuk sambalnya, cocok dengan lidah mahasiswa tersebut. “Kata mereka, ‘masakan ibu enak, nggak manis’,” kata Bu Ning menirukan omongan mahasiswa tersebut. 

Suatu hari, salah satu mahasiswa meminta Bu Ning untuk menyediakan menu ikan bakar. Rupanya mahasiswa asal Ternate tersebut kangen dengan makan ikan bakar. Ditantang demikian, Bu Ning menyanggupi. 

Mahasiswa tersebut bukan hanya menantang, tapi juga memberikan tips soal bumbu ikan bakar yang ia suka, yaitu ikan direndam di perasan air jeruk nipis, garam, dan minyak goreng. 

Bagi Bu Ning tantangan itu sebenarnya tidak berat. Ini karena saat merantau ke Lampung, oleh adik iparnya yang orang Bangka ia diajari membuat ikan bakar yang enak. Tantangan dari mahasiswa Sulawesi itu menurutnya nggak jauh beda dengan yang ia pelajari, yang penting bumbunya nggak pakai gula.

“Dulu aku pernah tinggal di Lampung. Adik ipar saya orang Bangka dan nggak jauh beda, jadi tahu cara buat ikan bakar yang enak,” kata Bu Ning. 

Tutup warung ramesan, beralih ke ikan bakar

Bu Ning ingat, pertama kali ia uji coba jual ikan bakar, hanya ada 10 ekor ikan laut yang ia beli di pasar. Kalau nggak salah ingat, ikan kembung. Rupanya ikan bakar buatannya disukai oleh mahasiswa yang menantangnya. 

“Mahasiswa tersebut lantas memberitahu kawan-kawan lainnya, ada yang dari Papua, Manado dan lainnya, mereka bilang cocok dengan ikan bakar buatan saya,” ujar Bu Ning. 

Dari mahasiswa-mahasiswa tersebut ia mendapat masukan untuk melengkapi menu-menu di warungnya dengan macam-macam hidangan khas Indonesia Timur seperti pepeda, ikan kuah kuning, udang dan cumi bakar. Sayurnya juga makin lengkap seperti sayur garu, keladi, ubi atau kasbi, hingga pisang rebus dan lainnya. 

Bu Ning, dan putranya Rio. Keluarga mereka memilih tidak buka cabang. (Agung P/Mojok.co)

Banyak orang-orang yang suka dengan ikan bakarnya. Suatu hari ada orang tua dari Manado yang makan di warungnya. “Saya nyebutnya opa, ia menyarankan saya untuk menamai warung dengan nama “Rasa Sayange”,” ujar Bu Ning.

Hanya beberapa bulan sejak jualan ikan bakar, Warung Ikan Bakar Rasa Sayange makin ramai. Bu Ning dan keluarganya memutuskan untuk fokus pada ikan bakar. Ia tidak lagi menjual makanan yang ia geluti sejak tahun 1980-an. 

“Dari yang semula hanya 10 ekor, meningkat, 10 kilo, 20 kilo, sampai pernah dalam sehari 1 kwintal,” kata Bu Ning. 

Orang-orang yang datang bahkan rela lesehan di gang depan warung demi menikmati ikan bakar di warungnya. Sayang, seperti tempat usaha makanan lainnya, warungnya kena imbas Covid 19. “Sekarang sudah mulai membaik, sehari bisa sampai 50 kilogram ikan segar, tapi belum sebanyak sebelum pandemi,” ujar Bu Ning. 

Rio anak bungsu Bu Ning menimpali, warungya jadi jujugan banyak pemain bola prefosional untuk menyantap ikan bakar. “Pemain Liga Indonesia kalau main di Jogja itu sering banget makan di sini. Bahkan pemilik klubnya. Begitu juga pemain-pemain timnas kalau ada latihan di Jogja, biasanya mampir ke warung kami,” katanya.

Nggak mau buka cabang, anak-anak bantu semua

Dari seorang teman, saya mendengar kabar kalau hidup bu Ning dan Pak Budiyono ini sederhana. Setiap bulan, konon ia memberi uang saku ke masing-masing anaknya sampai puluhan juta rupiah. 

Saya lalu mengonfirmasi hal tersebut pada Bu Ning dan Pak Budiyono. Keduanya lantar tertawa. Tidak mengiyakan tapi juga tidak menolak, Bu Ning mengatakan, ia sudah bersyukur dengan yang ia dapat. 

“Ya saya hanya bisa bersyukur, ketiga anak saya lulus sarjana. Udah pada berkeluarga. Kalau soal nyangoni, ya semua tak sangoni, termasuk rumahnya,” kata Bu Ning tertawa. Ketiga anaknya sampai sekarang masih membantunya. Tiga anaknya cowok semua, ada yang kuliah di UNY, STIE YKPN dan Akindo. Cucunya 5 orang. 

Bu Ning dan suaminya tidak ingin buka cabang. Alasannya, biar keluarganya ngumpul semua dan tidak pusing karena punya cabang. “Seperti ini sudah sangat bersyukur. Buka cabang marai mumet, sudah cukup, disyukuri wae,” katanya. 

Cukup itu menurut Bu Ning adalah ia dan suaminya bisa berlibur kapan saja, karena ada anak-anak yang jaga warung. “Ke Mekah sudah pernah, bulan depan kalau nggak ada alangan mau ke Labuan Bajo sama bapak,” kata Bu Ning menunjukkan foto-foto bersama suaminya saat berlibur. 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Warung Pak Ndut Pinus Berjuang Perbaiki Ekonomi Keluarga, Malah Nelangsa karena Sering Dicolong Mahasiswa UIN Jogja yang Tak Punya Malu

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

 

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 5 Juni 2024 oleh

Tags: ikan bakarikan bakar rasa sayangeKuliner Jogja
Agung Purwandono

Agung Purwandono

Jurnalis di Mojok.co, suka bercocok tanam.

Artikel Terkait

5 Kasta Lotek Enak di  Jogja, Silakan Coba dan Buktikan Mojok.co
Pojokan

5 Kasta Lotek Enak di  Jogja, Silakan Coba dan Buktikan

1 November 2025
Kuliner Semarang.MOJOK.CO
Kuliner

10 Tahun Merantau Bikin Sadar Kalau Kuliner Semarang Super Enak, Sedangkan Jogja Overrated

24 Oktober 2025
Roti kembang waru, kuliner tradisional Kotagede yang bisa jadi pilihan oleh-oleh khas dari Kota Jogja MOJOK.CO
Kilas

Oleh-oleh Khas Jogja Tak Cuma Bakpia, Ada Roti Tradisional Legend Sejak Zaman Mataram Islam

21 Oktober 2025
Kenorakan-kenorakan orang yang pertama kali ke Jogja dan bikin risih (Dari angkringan, Tugu Jogja, hingga Jalan Malioboro) MOJOK.CO
Ragam

Kenorakan-kenorakan Orang yang Pertama Kali ke Jogja, Niat Kelihatan Kalcer tapi “Nggak Mashok!”

20 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.