Es Buah PK di Yogyakarta ada sejak tahun 1976. Tak peduli musim panas dan hujan, warung legendaris ini tetap laris
***
Hujan deras mengguyur Jogja di siang menjelang sore. Namun, di sisi utara trotoar Jalan Pakuningratan, orang-orang tidak gentar menikmati semangkuk es buah dengan parutan es batu yang melimpah. Deretan kursi hingga lesehan yang terlindungi dari hujan berkat tenda sederhana penuh terisi.
Keramaian ini membuat saya perlu menunggu sejenak. Sampai ada dua orang yang tampak seperti sepasang kekasih beranjak dari duduknya untuk membayar dan meninggalkan tempat ini. Baru akhirnya ada kursi yang bisa saya duduki.
Suasana warung ini begitu padat. Selain oleh para pelanggan yang hilir mudik bergantian, suara klakson kendaraan dari kepadatan Jalan Magelang beberapa meter di sisi barat warung menambah kesan ramai.
Melihat raut nikmat pelanggan, saya jadi penasaran bagaimana nikmatnya es buah ini dipadukan hawa Jogja yang sedang dingin ini. Seporsi es buah saya pesan.
Dari penampakannya, es buah ini terlihat sederhana. Warna kuahnya tidak mencolok. Begitu pula dengan isiannya. Ada rupa-rupa buah seperti nangka, sawo, nanas, hingga kelapa muda. Dipadukan dengan tambahan agar-agar hitam dan beberapa pelengkap lainnya.
Saat dicicip perlahan, rasa manis berbalut asamnya terasa nikmat. Manisnya pas buat saya yang sebenarnya tidak begitu suka minuman dengan gula terlalu banyak. Buat saya ini segar dan tidak membuat tenggorokan mengeluh gatal.
Saya mengamati para karyawan Es Buah PK yang terus sigap melayani pelanggan. Di antara mereka ada seorang lelaki tua berbalut baju batik lengan pendek. Sosok yang rambutnya telah beruban itu begitu khidmat saat memarut es batu. Seorang karyawan di sebelah saya memberi tahu kalau lelaki paruh baya itu adalah Karmiyo Hadi Suprapto (66). Ia merupakan pemilik usaha Es Buah PK.
Begitu Hadi terlihat senggang, saya mencoba mengajaknya berbincang. Ia pun menyambutnya dengan ramah. Senyum terpancar dari wajahnya. Tidak terlihat lelah meski tetap ikut melayani pelanggan di tengah cipratan rintik air hujan di warung kaki lima sederhana miliknya ini.
Legendaris sejak 1976
Sosok yang akrab disapa Hadi tersebut bercerita kalau usaha ini sudah dirintisnya sejak tahun 1976. Lelaki asal Wonosari, Gunungkidul ini merantau ke Jogja tiga tahun sebelumnya.
“Awalnya saya jualan lain-lainnya dulu ngikut orang. Mulai dari wedang ronde sampai es campur,” ujarnya.
Tiga tahun awal merantau ke Jogja itu ia lakoni untuk mengumpulkan modal. Selain untuk membuka usaha yang lebih matang, juga untuk menikah. Tahun 1976 buat Hadi adalah tahun yang penuh keberkahan karena ia bisa menikah sekaligus memulai jualan es buah yang akhirnya menjadi jalan rezekinya hingga sekarang.
“Saya coba berjualan es buah, ternyata lebih banyak yang minat. Pelanggan lebih suka karena porsinya banyak pakai mangkok. Selain itu juga karena pesaingnya belum banyak,” ucapnya ramah.
Awal berjualan es buah pun Hadi masih berkeliling menggunakan gerobak. Seingatnya, baru di tahun 1980 ia menempati trotoar di Jalan Pakuningratan untuk berjualan.
Secara komposisi bahan, ia juga belum menemukan pakem andalan di tahun-tahun awal berjualan. Perlu proses yang cukup lama sampai akhirnya ia menemukan racikan es buah yang tepat dan bikin pelanggannya kangen untuk kembali datang.
“Es buah yang sekarang ini baru ada setelah banyak evaluasi. Saya lihat dulu, biasanya apa yang disisakan pelanggan dari mangkoknya. Misal sering ada nanas yang sisa, ya itu yang saya buang,” terangnya.
“Semua ini berkat pengalaman di lapangan,” sambungnya dengan yakin.
Nama PK muncul dari julukan para pelanggan yang kebanyakan anak muda. Hadi awalnya mengaku bingung kenapa diberi julukan begitu. Sampai akhirnya ada seorang pelanggan yang menjelaskan.
“Akhirnya ada yang menjelaskan kalau PK itu ya singkatan nama Jalan Pakuningratan. Tempat saya biasa mangkal,” ujarnya tertawa.
Dulu pelanggannya banyak dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Seingat Hadi, sekitar Pakuningratan dulu banyak kos-kosan.
Rahasia tetap laris di musim hujan
Sejak menetap di Jalan Pakuningratan, dagangan Hadi sudah punya banyak penggemar loyal. Tidak peduli musim, setiap hari tempat ini dipadati orang yang menikmati seporsi es buah.
Menurut Hadi, rahasia yang membuat es buahnya digemari terletak di sirupnya. Sirup itu bukan produk kemasan melainkan racikannya sendiri. Hasilnya, ia bisa membuat cita rasa yang tidak membuat tenggorokan gatal dan terasa asam tapi segar.
“Kalau es ini kuncinya di sirup,” paparnya.
Menurutnya, banyak pelanggan yang kangen dengan cita rasa sirupnya. Bahkan ada sebagian pelanggan yang sudah pindah ke luar kota lalu membeli sirup di sini untuk dibuat es buah sendiri di rumahnya nanti.
“Banyak pelanggan lama kalau ke Jogja mampir ke sini. Lalu beli sirupnya saja,” ujarnya.
Hadi juga tidak kompromi soal kualitas buah. Saat buah yang ia pesan datang, para karyawan akan menjajalnya terlebih dahulu. Memastikan rasanya sesuai dengan standar yang ia inginkan.
“Kalau nangka harus manisnya pas. Sedangkan sawonya harus yang tua. Kalau pas dicoba kurang pas ya tidak kita sajikan untuk pelanggan,” jelasnya.
Selain menikmati semangkuk es, pelanggan juga bisa membeli bakso. Kehadirannya bakso hangat dapat melengkapi kenikmatan es yang dingin. Awalnya Hadi berpikiran kalau dagangan es-nya sudah ramai, mau diselipi produk lain apa pun akan tetap dibeli.
Namun, waktu berjalan, lelaki ini pun berusaha meracik bakso yang nikmat sehingga dapat membuat pelanggan kangen dengannya. Hal yang ia perhatikan betul adalah elemen kuah dari bakso tersebut. Baginya, kuah adalah fondasi sehingga harus dibuat nikmat.
Kehadiran bakso ini juga jadi rahasia kenapa Es Buah PK tetap ramai di tengah musim hujan. Saat di mana sebagian orang mungkin menghindari minuman yang dingin. Sebagian orang datang untuk menyantap bakso saja. Tapi akhirnya jadi kepingin minum es buah juga.
“Kalau musim hujan begini sebenarnya banyak orang yang lebih ingin beli bakso saja. Tapi nanti tertarik beli es juga. Jadi bakso pasti tambah laris namun es-nya tetap laku,” jelas lelaki dua anak ini.
Hadi berhasil menemukan pendamping yang pas untuk es buah. Setelah usahanya berkembang dan membuka cabang, ia pun mengaplikasikan hal serupa. Cabang kedua dibuka di Jalan Kyai Mojo, Yogyakarta pada 1990. Kemudian cabang ketiga ada di Jalan Godean, Sleman lima tahun berselang.
“Bahkan yang di Godean saya tambahin menu soto. Ternyata tetap laris juga,” ujarnya bersyukur.
Baca halaman selanjutnya
Kunci Es Buah PK bisa bertahan puluhan tahun
Kunci Es Buah PK bisa bertahan puluhan tahun
Usaha ini berhasil membuat orang asli Wonosari ini bisa hidup sejahtera di Jogja. Dengan bangga, Hadi bercerita kalau ia berhasil menyekolahkan kedua anaknya sampai sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Dua-duanya lulusan UGM. Padahal saya cuman lulusan SMP,” ucapnya bangga.
Ada kisah menarik tentang kedua anak Hadi tersebut. Saat sekolah dulu, mereka dianggap berasal dari keluarga tidak mampu karena orang tuanya berjualan es buah kaki lima. Bahkan sempat ditawari keringanan biaya sekolah.
“Ya namanya orang kan melihatnya berbeda-beda. Bagi saya tidak masalah yang penting anak tetap lancar sekolahnya,” ujarnya tertawa.
Dua anaknya kini membantunya mengurus usaha. Istrinya juga aktif membantu. Namun, sekarang sedang menunaikan ibadah umrah di Mekkah. Pekan lalu, Hadi juga baru pulang dari Tanah Suci.
“Gantian berangkatnya Mas, biar dagangannya nggak ditinggal,” ujarnya santai.
Di cabang Pakuningratan, Hadi dibantu oleh delapan karyawan. Ada dua karyawan yang bahkan sudah ikut bersamanya sejak awal membuka lapak di trotoar tahun 80-an.
“Itu dia sudah dari dulu ikut bantu di sini. Alhamdulillah betah,” ujar Hadi sambil menunjuk seorang lelaki berbadan gempal yang sedang menyiapkan seporsi bakso. Lelaki itu menengok dan tersenyum.
Buat Hadi, kunci menjalankan usaha yang sudah bertahan hampir setengah abad ini adalah rasa senang. Hati yang senang saat bekerja dan melayani pelanggan membuatnya usahanya berkembang.
“Selain itu juga memperhatikan karyawan. Ya coba memberikan yang terbaik untuk mereka. Tanpa mereka tidak bisa bertahan sejauh ini,” tutupnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono