Jogja identik dengan kuliner manis, padahal tidak sedikit kuliner pedas di Kota Gudeg ini. Salah satunya Entok Slenget Kang Tanir yang ada di kawasan Jogja utara, tepatnya di kawasan Turi, Sleman.
***
“Mak pyarrr, puyenge ilang Mas kalau saya makan di sini,” kata Mas Agus Hertanto (39) sambil menyeka keringat di dahinya. Beberapa kali ia menggigit bibirnya dan sesekali menghembuskan napas karena sisa pedas dari makanan yang baru saja ia habiskan.
Udara sore yang dingin seusai hujan di kawasan Turi, Sleman, seperti jadi paduan yang pas dengan pedasnya menu entok slenget yang dinikmati oleh Mas Agus. Saya bertemu dengannya saat ia mau membayar pesanan, daging dan tengkleng entok.
Mas Agus adalah salah satu pelanggan pertama dari Entok Slenget Kang Tanir, salah satu kuliner pedas di Jogja bagian utara yang berdiri mulai 2006. “Waktu warung ini belum pindah, konter HP saya dekat, jadi kalau makan sering di Pak Tanir, rasany cocok,” kata Mas Agus.
Sejak tahun 2006 itu, ia selalu menyempatkan diri untuk makan. “Karena masakannya enak, saya ajak teman atau keluarga untuk makan di sini. Tingkat pedasnya bisa minta, daging entoknya juga empuk, yang paling saya suka balungannya,” ujarnya.
Mas Agus menjadi saksi, kalau Pak Tanir adalah pionir entok slenget, kuliner pedas di kawasan Turi. Sekarang sudah banyak warung entok slenget di kawasan Turi. “Saya sudah coba yang lain, ada empat mungkin di sekitar sini, tapi saya cocoknya di Pak Tanir ini,” katanya.
Dari sopir jadi juru masak
Rasa penasaran akan cita rasa Entok Slenget Kang Tanir membawa saya ke kawasan Turi, Jumat (19/11/2021). Sudah lama saya mendengar kuliner satu ini. Berbekal Google Maps, saya meluncur dari kantor, siang menjelang sore. Sayangnya saya berkali-kali kesasar karena tidak ada nama Entok Senglet Kang Tanir di Maps. Sampai akhirnya bertanya ke penduduk sekitar.
“Nggak tahu mas, sudah berkali-kali kami buat tapi tiba-tiba hilang, Mas bisa bantu nggak,” kata Mustanir (50) atau akrab dipanggil Kang Tanir begitu saya duduk dan memesan seporsi daging entok dan seporsi balungan.
Rupanya sudah beberapa waktu ini, Google Maps yang mereka buat selalu menghilang di mesin pencari. Saya berjanji membantunya, asal saya boleh ngobrol dengannya tentang sejarah Entok Slenget Kang Tanir.
Kang Tanir bercerita, kalau ia adalah orang yang pertama kali jualan entok slenget di kawasan Turi. Ceritanya bermula di tahun 2006 saat ia masih menjadi sopir angkot Tempel-Turi. Ketika gempa bumi melanda Yogya, ia bersama tetangganya tergerak menjadi relawan untuk membantu masyarakat di Bantul yang paling terdampak gempa bumi.
“Saya itu aslinya bukan pemasak, tapi seneng masak. Pas jadi relawan itu, saya kebagian tugas untuk masak,” kata laki-laki yang akrab dipanggil Kan Tanir. Kawan-kawan sesama relawan memuji masakannya yang pedas. Saat itu ia masak tongseng ayam tanpa menggunakan santan.
“Teman-teman bilang, mbok jualan menu seperti ini. Lah saya tanya ke mereka, apa laku? Kata mereka, layak untuk dijual,” kata Kang Tanir.
Rupanya omongan teman-temannya itu membuat Kang Tanir nggak bisa tidur semalaman. Ia lantas berpikir untuk banting setir dari sopir jualan makanan pedas. Tapi ia masih bingung jenis kuliner pedas yang akan ia jual.
Asal mula nama Entok Slenget Kang Tanir
Kalau jualan tongseng ayam lehor, menurutnya kurang menarik. Mau jualan tongseng kambing, sudah banyak. Saat itulah ia kepikiran untuk masak tongseng entok. Ia melihat di Jogja tidak banyak, bahkan di kawasan Kapanewon Turi, Sleman, belum ada yang jualan. Setahunya saat itu di Kanapenewon Pakem, ada yang jualan sate donal atau sate bebek.
Daging entok atau nama lainnya, mentok atau itik manila, yang dikenal alot dan amis kalau dimasak, bisa ditaklukan oleh Kang Tanir. “Waktu itu juga bingung mau ngasih nama menunya, akhirnya tak kasih nama entok slenget, slenget itu dari semlenget yang artinya pedas banget,” kata Kang Tanir.
Awal-awal jualan, sehari ia menjual satu ekor entok. Itupun gak langsung laku. Sekitar satu tahun ia mencari pasar. Ada temannya yang menyarankan untuk menyebar brosur ke berbagai tempat. Tapi Kang Tanir menolak. Menurutnya, bagi-bagi brosur hanya untuk warung yang besar atau restoran, sementara ia warung kecil. Ia ingin warungnya dikenal lewat getok tular.
“Perjuangannya hampir satu tahun, kalau nggak habis hari itu ya di makan sendiri sama keluarga,” kata Kang Tanir tertawa.
Karena mahasiswa, Entok Slenget Kang Tanir makin terkenal
Entok Slenget Kang Tanir dapat moment laris mahasiswa UGM datang ke warungnya. Dari awalnya satu, mahasiswa itu cerita ke teman-temannya.
“Selain mahasiswa UGM, seingat saya waktu itu mahasiswa AMIKOM dan AKAKOM,” kata Kang Tanir. Padahal kalau dari sisi jarak, warungnya masuk ke jalan kampung dan jauh dari kota. Dari kampus UGM jaraknya sekitar 15 kilometer.
Sejak itu, Entok Slenget Kang Tanir dikenal sebagai salah satu kuliner pedas di Jogja, khususnya di Kabupaten Sleman. “Banyak yang datang dari luar kota,” kata Kang Tanir.
Entok Slenget Kang Tanir makin dikenal setelah sering muncul acara kuliner di televisi. Di era sosial media, banyak influencer yang mengulas entok slenget. Termasuk sosok, Nex Carlos yang oleh netizen disebut sebagai ‘pesugihan online’ karena tempat makanan yang didatanginya biasanya makin jadi buruan penggila kuliner.
Sejak berdiri, Entok Slenget Kang Tanir hanya punya dua menu, daging entok yang dimasak tongseng tanpa santan dan tengkleng entok atau balungan. Meski terbilang sebagai kuliner pedas, cita rasa manis khas Jogja masih terasa di Entok Slenget Kang Tanir, berbeda dengan rica-rica mentok yang saya nikmati di Kutoarjo.
Meski memiliki cita rasa pedas, Entok Slenget Kang Tanir bisa dipesan sesuai selera. Yang nggak pedas, juga tersedia, yang ingin nambah pedasnya, boleh saja.
Level pedas bisa menyesuaikan
Level pedasnya juga menyesuaikan dengan permintaan karena begitu pemesan datang, Kang Tanir baru memasak sesuai tingkat kepedasan yang diinginkan. Meski baru dimasak, tapi daging entoknya sudah siap.
Hanya menambah bumu-bumbu dan menyesuaikan dengan tingkat kepedasan yang diinginkan pelanggan. Sehingga tak perlu menunggu lama untuk segera menyantapnya.
Sebelu pandemi, Entok Slenget Kang Tanir menghabiskan bahan baku daging entok 15 ekor atau lebih. Kondisi pandemi membuat sepi pelanggan. Namun, sekarang perlahan-lahan pelanggannya mulai kembali berdatangan. “Ya sekarang sekitar 7-10 entok,” katanya. Bahan baku sebanyak itu biasanya habis dalam waktu 3-4 jam setelah buka.
Salah satu ikon kuliner pedas di Kabupaten Sleman ini, buka pukul 16.00 hingga habis. Habis di sini bisa pukul 19.00 sudah habis, atau paling lama pukul 20.00 WIB. Lokasinya di tepi Jalan Raya, Pakem-Turi, Pules Lor, RT.001/RW.001, Donokerto, Kec. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Purnawan Setya Adi
BACA JUGA Kisah Gadis Pembuat Serabi Kalibeluk yang Diampuni Sultan Agung dan liputan menarik lainnya di Susul.