Urusan mie ayam, Jogja punya segudang tempat yang sangat sayang kalau dilewatkan. Beberapa warung mie ayam di Jogja ini layak disandingkan dengan gudeg, bakpia, hingga Olive Fried Chicken sebagai makanan yang perlu dicicipi saat berkunjung ke Jogja.
***
Setiap sudut jalan hingga gang sempit di Yogyakarta ada warung mie ayam dengan beragam gagrak dan ciri khas yang berbeda-beda. Sebagian di antaranya, bisa dikatakan punya ciri khas tersendiri yang berbeda dengan daerah lain. Bahkan ada varian mie ayam yang konon dipelopori warung dari Jogja.
Beberapa waktu lalu, Mojok pernah membuat seri liputan mie ayam yang memuat sejumlah kisah dari warung-warung mie ayam pilihan. Bukan hanya soal rasa, setiap penjual punya cerita yang menarik untuk dibagikan. Soal menjaga warisan hingga perjuangan melalui setiap mangkuk yang disajikan ke pelanggan.
Daftar mie ayam yang dibuat itu berdasarkan rekomendasi dari dua sosok yang tak perlu diragukan lagi jam terbangnya di dunia kuliner terkhusus mie ayam. Pertama ada Veta Mandra, ia merupakan pengelola akun Twitter @InfoMieAyamYK yang punya puluhan ribu pengikut. Beberapa tahun terakhir ia juga aktif menjadi bakul mie ayam di Bantul.
Selain itu, ada Dadad Wisesa, seorang influencer kuliner kondang dari Jogja yang juga gemar menyantap mie ayam. Pemilik akun @javafoodie ini punya daya jelajah dan pemahaman yang sukar ditandingi urusan kuliner di kawasan ini.
Lelaki yang akrab disapa Dadad ini berujar bahwa daftar warung yang pernah diliput Mojok ini cocok untuk pengetahuan dasar. Ia menyebutnya dengan istilah beginner package untuk mengetahui kekayaan varian mie ayam di Jogja.
Berikut ini, daftar mie ayam pilihan yang patut dicoba saat ada di Jogja. Masing-masing punya keunikan dan daya tarik tersendiri. Oiya, urutan tidak didasarkan pemeringkatan tertentu.
#1 Mie Ayam Bu Tumini
Hampir setiap hari, suasana ramai terlihat jika menengok cabang utama Warung Mie Ayam Bu Tumini di Jalan Imogiri Timur Nomor 187, utara Terminal Giwangan. Warung ini bisa dikatakan sebagai salah satu yang membawa pengaruh besar di dunia kuliner mie ayam di Jogja.
Pasangan Suparman dan Tumini mulai berjualan sejak tahun 1990 dengan menyewa bangunan kecil. Keluarga ini berasal dari Desa Jatiayu, Karangmojo, Gunungkidul.
Bagi yang pernah mencobanya, cita rasa Mie Ayam Bu Tumini begitu mudah diingat dan membekas di lidah. Tempat ini menyajikan mie ayam dengan kuah yang begitu kental. Rasa manis yang dominan meliputi setiap sajian. Ditambah mie dengan potongan ayam yang cukup besar.
Eko Supriyanto, anak dari perintis warung ini mengatakan bahwa kuah kental dan cita rasa manis yang dominan memang ciri yang ada sejak awal dari ramuan bumbu buatan orang tuanya. Mie Ayam Tumini ingin menciptakan rasa manis sesuai karakter sajian kuliner khas Yogyakarta yang dominan manis.
“Ya kalau bicara Yogya kan gudeg ya. Gudeg kan dikenal manis juga rasanya. Nah kita ingin buat yang manis, agar cocok sama lidah orang sini,” jelas Eko.
Selain rasa manis, kekhasan dari sisi kuah yang kental punya rahasia tersendiri. Kuah kental itu tercipta dari sawi dengan tambahan labu siam atau jipang.
Perpaduan potongan sawi hijau dengan labu siam yang diblender menciptakan kuah kental yang akhirnya menjadi ciri khas warung ini. Serat sayuran itu membuat penampakan seporsi mie ayam di sini memang sederhana, tak banyak toping-toping berseliweran di atasnya. Namun punya kompleksitas rasa yang tercipta dari perpaduan bumbu-bumbunya.
“Memang secara bumbu itu jatuhnya lebih boros ya. Tapi itu yang menurut kami bikin enak. Jadi dipertahankan,” tutur Eko.
Kini, cita rasa khas Tumini tak hanya bisa dicicipi di dekat Terminal Giwangan saja. Ada beberapa cabang lain yang dikelola keluarga dan kerabat. Tumini berhasil melahirkan gagrak mie ayam yang disebut Sarirasa Jatiayu.
Namun, tidak hanya lewat jalur keluarga saja, para karyawan yang pernah bekerja di tempat ini juga banyak yang akhirnya membuka cabang sendiri. Sebagian dari mereka pun membawa ciri khas yang dipelajari dari warung Bu Tumini. Sehingga tak heran, jika warung ini cukup berpengaruh pada khazanah mie ayam di Jogja.
#2 Mie Ayam Goreng Mekaton
Mie Ayam Goreng Mekaton disebut sebagai pelopor mie ayam goreng di Indonesia. Warung ini punya beberapa cabang yang semuanya berada di daerah Sleman. Mulai dari Seyegan, Cebongan, hingga Moyudan. Jaraknya memang sedikit jauh ke arah barat dari pusat Kota Yogyakarta.
Setiap porsinya berisi mie dengan ukuran yang terbilang besar dan kenyal dihidangkan dengan tumpukan potongan-potongan daging ayam tanpa tulang. Di sisinya, potongan sawi yang masih tampak segar menutupi hampir separuh sajian mie. Alih-alih menggunakan sawi hijau atau caisim, Mie Ayam Goreng Mekaton dikenal dengan ciri khasnya yang menggunakan sawi putih.
Mie ayam goreng, tak secara harfiah digoreng betulan dalam wajan. Penyajiannya mirip dengan membuat mie instan goreng. Pertama mie direbus, kemudian tiriskan dan tuangkan ke piring yang sudah dengan diisi bumbu-bumbu khasnya. Mie yang sudah teraduk dengan bumbu kemudian ditambah potongan daging ayam dan sawi. Tak lupa, ditaburi bawang goreng yang membuat rasanya semakin istimewa.
Arjun, anak dari perintis Mie Ayam Goreng Mekaton bercerita orang tuanya yang bernama Suharno dan Wahimah merintis usaha mie ayam di Jogja sejak tahun 1996. Awalnya tidak tercetus untuk membuat mie ayam goreng.
“Ide itu juga muncul lantaran banyak pelanggan yang ingin menyantap sajian mie tanpa kuah. Akhirnya ya sudah, dibuat dan akhirnya itu jadi ciri khas warung ini,” jelas anak ketiga dari pemilik warung ini.
#3 Mie Ayam Prima Rasa Ngeposari
Warung mie ayam satu ini memang terkenal di kalangan warga Gunungkidul. Sudah lebih dari seperempat abad berdiri dan selalu konsisten lewat rasanya yang gurih berbalut kuah kental.
Setiap hari warung dengan warna dominan biru ini selalu ramai pembeli. Apalagi saat hari libur, kendaraan plat luar daerah banyak bertengger di area parkir.
Soal cita rasa, tekstur Mie Ayam Prima Rasa Ngeposari tergolong kenyal. Bumbunya gurih. Apalagi saat dipadukan dengan sambal cabai merah yang melumuri suwiran ayamnya yang empuk. Ada beberapa pelengkap sajian seperti acar timun hingga kecambah.
Sumarno bercerita bahwa mie ayam ini dirintisnya bermodalkan tujuh ekor kambing. Dulu ia seorang diri mengurus warung ini. Seiring berjalannya waktu, warung bertambah ramai. Butuh suntikan tenaga sehingga kini warung Pak Marno telah memiliki 8 orang karyawan. Biasanya, saat lebaran, Pak Marno akan menambah jumlah karyawannya hingga 15 orang.
#4 Mie Ayam Pakde Wonogiri
Warung mie ayam ini terletak di Kulon Progo. Tepatnya di Karangtengah Kidul, Margosari, Pengasih, Kulonprogo.Kehadirannya memang belum lama, namun langsung menyita perhatian penggemar mie ayam di Jogja lantaran porsinya yang terbilang “brutal”.
Kehadiran mie ayam ini sebenarnya sudah lama. Sosok bernama Hadi mulanya berjualan mie ayam di Lampung sejak 20 tahun lalu. Baru pada 2018, ada saudara yang menawarkan ruko untuk membuka warung di Kulon Progo.
“Pak Lik saya, yang punya ruko ini (tempat jualan Mie Ayam Pakde Wonogiri), menawarkan Pak Hadi untuk pulang dan mendirikan warung mie ayam di sini (Kulon Progo). Kemudian berdirilah warung ini pada tanggal 9 Juni 2018. Menjelang Ramadan seingat saya,” kata Bowo (36), menantu Hadi yang mengelola Mie Ayam Pakde Wonogiri.
Ramainya Warung Mie Ayam Pakde Wonogiri tak lepas dari ulasan di grup Facebook Info Mie Ayam Jogja yang dikelola oleh Veta Mandra. Selain itu juga pernah dipromosikan oleh Dadad Sesa lewat @javafoodie.
“Saya lupa siapa namanya, pokoknya dia sempat pesan mie dengan porsi jumbo begitu. Padahal saat itu belum ada di menu. Ya sudah kita turuti saja. Itulah awal lahirnya menu mie ayam porsi brutal.”
Oktavolama Akbar, kontributor Mojok yang mengulas cita rasa Pakde Wonogiri menuliskan bahwa saat menjajal terasa rasa gurih menyapa lidah dipadu tekstur kenyal mie yang paripurna. Potongan ayamnya legit.
Sensasi asin dan gurih jelas terasa. Ini bukan tipikal mie ayam dengan rempah yang kuat, tetapi bagi Anda penikmat rasa asin mie ayam, Pakde Wonogiri patut dicoba.
Konsistensi menjaga kualitas adalah kunci yang menjadikan Mie Ayam Pakde Wonogiri bisa ramai seperti sekarang. Membludaknya pembeli membuatnya terus berbenah dan meningkatkan kualitas agar tidak terhempas hanya karena viral semata.
#5 Mie Ayam Om Karman
Om Karman adalah salah satu jujugan mie ayam di daerah Bantul. Meski ada label Wonogiri yang biasanya cenderung dominan gurih ketimbang manisnya, ternyata Om Karman sedikit berbeda. Rasa manis terasa jelas. Namun, berpadu dengan bumbu yang sedikit terasa pedas.
Karman, sang pemilik warung yang berasal dari Wonogiri bercerita bahwa ia memang melakukan sedikit adaptasi. Karman ingin buat mie ayam dengan cita rasa manis agar sesuai dengan lidah orang Yogyakarta.
“Kalau saya ngikutin selera Wonogiri ya harusnya dominan gurihnya. Tapi kan saya di sini (Yogyakarta), jadi menyesuaikan tempat juga. Saya tambahkan lada dan jahe agar manisnya pas dan agak pedas sedikit rasanya,” jelas bapak tiga anak ini.
Selain kekhasan rasanya, Om Karman menyediakan meja yang isinya (sajian pendampingnya) banyak. Ada bakso goreng, daun bawang, hingga sambal yang melimpah.
Warung Mie Ayam Om Karman dirintis sejak tahun 1998 saat pemiliknya memutuskan merantau ke Bantul. Sebagaimana kebanyakan perantau Wonogiri, ia tertarik untuk mencoba peruntungan berjualan makanan satu ini.
Baca Halaman Selanjutnya
#6 Mie Ayam Pak Pendek