Kisah anjing setia Hachiko tak hanya bisa ditemui di Jepang. Di Lumajang, kawasan yang terdampak erupsi Gunung Semeru, seekor anjing bernama Nemo setia menunggu di rumah tuannya pasca erupsi terjadi. Ia bahkan memberi pentunjuk adanya jenazah korban erupsi di sekitar rumah tuannya.
***
Sudah 12 hari seekor anjing jenis mix herder yang diketahui warga bernama Nemo, mencari keberadaan tuannya. Pasca erupsi Gunung Semeru yang terjadi 4 Desember 2021, Nemo tetap setia menunggu di kawasan rumah tuannya yang sudah tertimbun abu vulkanik di lereng Gunung Semeru.
Rumah tuannya berada di Dusun Curahkobokan, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Wilayah ini masuk zona hitam pemukiman terdampak erupsi. Zona terlarang untuk dimasuki relawan karena berbahaya.
Sejumlah relawan yang turun ke lokasi, menyaksikan keberadaan anjing Nemo. Ia terus berada di kawasan tersebut berhari-hari, hingga kesaksian para relawan tersebut sampai ke telinga Founder Animals Hope Shelter, Christian Joshua Pale pada hari ke-4, pasca erupsi.
“Karena saya kebetulan berada di grup relawan rescue Semeru, setelah menyelamatkan landak dan kalkun yang tertanam selama 5 hari. Saya tanya apakah ada yang melihat anjing, dari situ saya dapat cerita dari para relawan, ada juga yang hubungi saya secara pribadi,” kata Joshua saat dihubungi, Sabtu (18/12/2021).
Joshua datang ke Semeru bersama 3 temannya dari Surabaya pada hari ketiga pasca erupsi. Sedari awal ia memang mengambil peran untuk menyelamatkan hewan yang terdampak erupsi.
Tidak hanya anjing, ia juga menyelamatkan bebek, angsa, kucing dan hewan-hewan lain yang dinilai tidak jadi prioritas. Ia dan tiga temannya hanya diperbolehkan menyisir kawasan di luar zona hitam pemukiman terdampak erupsi.
Mengetahui ada anjing yang berada di zona hitam, ia lantas meminta bantuan kepada relawan, polisi, agar diperbolehkan menyelamatkan Nemo. “Selama beberapa hari, relawan yang bersama anjing, sudah berupaya menangkap, tapi karena dia di zona hitam, tidak semua relawan bisa masuk,” katanya.
Sementara sejumlah relawan yang bisa masuk ke zona hitam, fokus mencari jenazah atau orang yang kemungkinan masih selamat. “Tapi karena relawannya bukan dog lovers, mereka takut, padahal anjingnya ini jinak. Tapi karena mereka pikir najis, takut, jadi tidak digubris,” katanya.
Nemo diketahui hanya memakan sisa logistik dari para relawan di sana. “Nemo dapat makan dari relawan, dapat nasi bungkus, jadi dia makan dari itu, cuma yang kasian airnya, karena tidak ada,” jelasnya.
Dibantu sejumlah relawan dari Baret Rescue, ia bersama teman-teman dari Animals Hope Shelter akhirnya mendapat akses masuk ke zona hitam pada hari ke-12 pasca erupsi. “Akhirnya dapat izin, kami dikawal tim SAR, dengan TNI-AL, polisi menjaga keselamatan kami juga,” katanya.
Sampai di lokasi pada hari ke-12, ia menyaksikan Nemo masih setia duduk di kawasan pemukiman yang sudah tetimbun abu vulkanik. Bersama temannya, ia coba mendekati Nemo secara perlahan dan berhasil mengalungkan tali ke lehernya.
Saat ditemukan, Nemo sudah dalam keadaan sakit, batuk dan sesak. Joshua memperkirakan, usia Nemo sudah terbilang tua, umurnya lebih dari 10 tahun. “Akhirnya ketemu, anjingnya sepuh dan dia sudah mengalami ISPA, batuk-batuk,” terangnya.
Memberi petunjuk adanya jenazah
Dari kesaksian sejumlah relawan, kata Joshua, Nemo sebenarnya sudah memberi isyarat ingin menunjukkan adanya jenazah korban erupsi semeru di sekitar rumah tuannya. “Nemo ini dari hari pertama erupsi, sebenarnya dia sudah memberi isyarat ke warga dan relawan,” jelasnya.
Namun, kata Joshua, di antara relawan yang abai, terdapat satu relawan dari Baret Rescue yang menangkap sinyal isyarat dari Nemo pada hari ke-3. Ternyata Nemo ingin menunjukkan adanya jenazah yang nyaris terkubur abu vulkanik.
“Sampai dia ketemu dengan mas Radit dari baret rescue. Terus dia punya feeling, akhirnya diikuti, setelah diikuti ternyata di situ ditemukan 3 jenazah,” jelasnya.
Kendati demikian, Nemo masih belum beranjak dari rumah tuannya. Belum diketahui, apakah jenazah yang ditemukan merupakan tuannya. “Setelah membantu menemukan jenazah, dia tetap di sana,” ujarnya.
Saat ini, Nemo sudah dalam perawatan Animals Hope Shelter. Joshua memutuskan akan segera membawa Nemo ke Surabaya untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut di klinik.
Setelah mengevakuasi Nemo, Joshua didatangi seorang pemuda, yang mengaku keponakan dari paman yang memelihara Nemo. Namun, Joshua mengambil keputusan tidak menyerahkan Nemo, hingga kondisi anjing kembali sehat.
“Ponakan yang punya anjing sudah datang, kita harus permisi mereka mengaku memelihara, sebagai peninggalan paman yang sudah meninggal. Takutnya kayak Hachiko di Jepang, dia gak mau kalau gak sama tuannya. Sekarang fokus dulu, perawatan dan pengobatan,” jelasnya.
Selama di Semeru, Joshua dan teman-temannya sudah menyelamatkan satu ekor landak, dua ekor kalkun, satu ekor bebek yang putus kaki kirinya, seekor ayam, dua anak bebek, 27 kucing dan 5 ekor anjing.
“Sudah selamatkan landak, kalkun terpendam selama 5 hari. Kalkunnya patah sayap kiri, dan dua kakinya tertimbun lahar,” katanya.
Joshua menyebut, anjing memang memiliki karakter setia pada tuannya. Di kawasan lereng Gunung Semeru masyarakat yang memiliki kebun, biasa memelihara anjing untuk membantu menjaga tanaman dari serangan babi.
Tidak hanya anjing, Animals Hope Shelter juga menilai kucing memiliki hubungan emosional yang kuat dengan tuannya. “Banyak kucing yang tetap bertahan menunggu rumah tuan-tuannya, dan tidak bisa kita tangkap, susah, jadi hanya bisa kami bantu dengan kasih makan, dan menyediakan air bersih,” katanya.
Saat ditanya mengapa mau menyelamatkan hewan di tengah risiko Gunung Semeru yang sedang berada di level siaga, Joshua menjawab, hewan juga berhak hidup. Setiap bencana, fokus evakuasi memang diutamakan kepada sesama manusia. Sementara penyelamatan kepada hewan, sebagian besar fokus pada kandang-kandang ternak yang memiliki nilai jual, seperti sapi dan kambing.
“Kami mengambil peran ini, memberikan sumbangan, setidaknya ingin menunjukkan, anjing, kucing, bebek, landak juga sama sama ciptaan tuhan, dan juga berhak untuk hidup,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Relawan Baret Rescue, David Handoko Seto mengakui bahwa konsentrasi awal evakuasi hewan hanya pada ternak milik masyarakat yang terdampak erupsi. “Konsentrasi awal untuk pencarian dan evakuasi manusia, kemudian hewan ternak seperti kambing,” jelasnya.
Pada akhirnya, timnya juga turut mengevakuasi hewan-hewan lain seperti kucing, bebek, anjing yang terjebak. “Situasi melihat orang tidak memberi makan hewan, karena urus makan sendiri susah,” katanya.
Ia lantas bertemu dengan relawan Animals Hope Shelter yang tidak bisa masuk ke zona hitam. “Akhirnya kami bantu dampingi teman-teman Animals Hope Shelter untuk masuk ke zona merah, dan kami serahkan juga hewan-hewan yang kami temukan, agar mereka rawat,” jelasnya.
Sementara itu, terkait Nemo, David juga sering melihatnya duduk diam di rumah yang sudah rusak. “Anjingnya sering kelihatan, mungkin di rumah tuannya. Dan hanya di sekitar itu saja. Nah relawan kadang susah terbatas dengan aturan (takut najis), akhirnya terlantar tidak ada yang ngerumat,” jelasnya.
Sementara itu, data rilis terakhir yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang 16 Desember, jumlah korban meninggal yang ditemukan dari Kecamatan Candipuro dan Pronojiwo sebanyak 48 dan 2.004 orang mengalami luka-luka.
Erupsi Semeru juga membuat 10.565 jiwa mengungsi, dan terus dalam pendataan. Titik pengungsian sejauh ini terdeteksi di 151 titik. Kemudian 1.027 rumah rusak ringan hingga berat. Jumlah tersebut baru dua desa di Supit Urang dan Sumberwuluh, dari dua kecamatan yang telah didata.
Dari segi ekonomi, ribuan ternak milik masyarakat juga terdampak, sapi potong sebanyak 764 ekor, kambing 684 ekor dan unggas 1.578 ekor. Hewan peliharaan tersebut sebagian besar mati, dijual murah dan masih dirawat di lokasi terdampak.
BACA JUGA Bagus Dwi Danto dan Alasan Sisir Tanah Menjadi Monumen dan liputan menarik lainnya di Susul.Â