Hidup adalah rangkaian pertolongan Tuhan. Begitu lah yang Mundakir rasakan. Seorang anak buruh yang pernah jadi tukang cukur hingga kini menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Mundakir dikukuhkan sebagai Rektor UM Surabaya sesuai Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 591/KEP/I.0/D/2024/. Mundakir menggantikan Sukadiono, menjabat untuk periode 2024-2028.
Dalam momen pengukuhan pada Senin (9/12/2024), Mundakir mengenang masa bertahun-tahun sebelumnya. Masa di mana bahkan tidak ada bayangan dalam benaknya untuk menjadi seorang Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Mencari peruntungan di Sumatera
Mundakir lahir di Gendong Kulon. Sebuah desa di Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Dia anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Tardji dan Mundari.
Bapaknya, Tardji, adalah seorang buruh serabutan. Sementara mendiang ibunya, Mundari, adalah seorang pedagang kecil di pasar dengan penghasilan pas-pasan.
“Dulu kecil sekolah harus jalan kaki 2 kilometer karena tidak punya sepeda. Usai pulang sekolah ya bantu bapak-bapak di sawah,” ujar Mundakir seperti termuat dalam laman resmi UM Surabaya.
Karena kondisi ekonomi yang kurang begitu baik, keluarga Mundakir sempat transmigrasi ke Sumatera. Dengan harapan, kehidupan mereka akan membaik.
Hanya saja, keluarga Mundakir ternyata tidak betah lama-lama di Sumatera. Alhasil, setelah dua tahun tinggal di sana, Tardji memutuskan memboyong keluarganya pulang kembali ke Babat, Lamongan.
Mencari utangan untuk sekolah
“Dari kecil memang saya suka belajar. Membaca buku apa saja,” ungkap Rektor baru Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Kalimat Mundakir itu adalah gambaran, meski kondisi ekonomi pas-pasan, tapi Mundakir punya tekad besar dalam menimba ilmu. Untung saja, Tardji tak pernah mempersulit Mundakir dalam urusan sekolah.
Saat hendak masuk MTs N 1 Lamongan, Tardji bahkan sampai mencari-cari utangan agar Mundakir dan dua adiknya bisa lanjut sekolah.
Bukan Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, hanya ingin jadi guru agama
Lulus dari MTs N 1 Lamongan, Mundakir—masih dengan ekonomi keluarga yang serba pas-pasan—melanjutkan sekolah ke SMA Muhammadiyah 1 Babat. Di sini, bakat intelektual Mundakir semakin terlihat dan terasah.
Mundakir aktif di organisasi pelajar Muhammadiyah. Dia juga sering menjadi perwakilan lomba cerdas cermat untuk sekolahnya. Tak hanya ikut, tapi juga sering juara.
Sementara di level sekolah, Mundakir selalu masuk peringkat lima besar. Bahkan pernah juga menjadi peringkat pertama.
Atas prestasi-prestasinya tersebut, Mundakir mengaku punya cita-cita menjadi guru agama. Impian yang teramat sederhana untuk seseorang yang kini menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Tukang cukur hingga angon sapi
Akan tetapi, bahkan untuk “sekadar” menjadi guru agama, jalan Mundakir tidak begitu mulus. Sebab, lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Babat, dia memutuskan merantau ke Surabaya untuk bekerja. Dua tahun dia habiskan untuk membantu perekonomian orang tua.
“Saya bekerja di proyek rel kereta api. Pernah juga kerja di pabrik kayu. Kemudian menjadi tukang potong rambut di salon,” ungkap Rektor baru UM Surabaya itu.
Dua tahun berlalu. Mundakir pun kembali ke Lamongan. Saat itu, bapak Mundakir (Tardji) sudah tidak lagi menjadi buruh serabutan. Tapi menjadi tengkulak semangka. Mundakir pulang untuk membantu Tardji.
Menjadi tengkulak semangka di Lamongan lambat laun membuat ekonomi keluarga Tardji membaik. Dari sana pula Tardji akhirnya bisa membeli sapi.
Pada masa-masa itu pula, Mundakir mulai memiliki dorongan untuk menjadi seorang perawat. Maka, sapi tersebut harus dirawat sebaik mungkin sebagai modal. Di samping itu, Mundakir pun makin giat belajar.
“Jadi dulu belajarnya, pas angon sapi sambil bawa buku,” kata Mundakir.
“Tiba-tiba” jadi Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya
Sapi pun dijual. Pada 1998, Mundakir mendaftar Diploma III (D3) Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya dengan uang hasil jual sapi tersebut.
Perjalanan pendidikan Mundakir nyatanya tidak berhenti sampai di situ. Pada 2003, dia mengambil studi Strata 1 (S1) Jurusan Keperawatan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Setahun berselang, pada 2004, Mundakir lanjut mengambil profesi Ners Unair.
Setelahnya, Mundakir bekerja sebagai tenaga pengajar di UM Surabaya. Bersamaan dengan itu, pada 2009 Mundakir menempuh Magister (S2) di Universitas Indonesia (UI). Sebelum akhirnya kembali ke Unair untuk menuntaskan studi Doktor pada 2017.
Beberapa tahun kemudian, pada 2024 ini, anak buruh yang juga pernah menjadi tukang cukur rambut itu didapuk sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Bukan tanpa alasan kenapa dia yang dipilih. Perjalanan intelektualnya sudah teruji. ‘
Saat bekerja di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Mundakir pernah menjabat dalam beberapa pengelolaan institusi, di antaranya Sekertaris Program Studi (Sekprodi) S1 Keperawatan, Kaprodi S1 Keperawatan, Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Wakil Rektor IV UM Surabaya.
Mundakir juga mencatatkan sejumlah prestasi. Secara internasioal, Mundakir tergabung dalam CASE (Council of Asian Science Editors) dan ISQua (International Society of the Quality in Health Care) hingga sekarang. Dia juga telah menerbitkan buku-buku kesehatan dan sejumlah jurnal.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: 48 Tahun Menjadi Pemulung di Surabaya hingga Antar Anak Jadi Sarjana
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News