Trotoar UINSA Surabaya Jadi Tempat Pacaran dan Ngumpul Mahasiswa, Meresahkan tapi Membantu Keuangan

Trotoar UINSA Surabaya jadi tempat ngumpul mahasiswa MOJOK.CO

Ilustrasi - Trotoar UINSA Surabaya jadi tempat ngumpul mahasiswa. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Trotoar depan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya di Jalan Ahmad Yani nyaris selalu ramai tiap malam. Hanya sunyi, mungkin, jika sedang hujan saja.

Pemandangan itu sempat membuat saya agak kaget. Fenomena apa ini? Sementara di masa saya kuliah dulu (2017-2021), trotoar UINSA Surabaya tidak lebih dari sekadar trotoar. Tempat pejalan kaki—baik mahasiswa maupun orang sekitar—berlalu-lalang.

Di masa saya kuliah dulu, suasana riuh hanya terlihat di gerbang masuk dan gerbang keluar, sebagai akses masuk-keluar mahasiswa dan civitas UINSA Surabaya. Sisanya adalah beberapa pedagang yang menanti pembeli: pentol, batagor, siomay, rujak, es teh, pedagang buah potong keliling, dan lain-lain.

Bermula dari pandemi?

Saat awal pandemi 2020, saya sempat meninggalkan Surabaya agak lama. Toh tidak ada aktivitas perkuliahan di kampus.

Saya kembali dan tinggal lagi di Surabaya pada 2021. Mengurus sidang skripsi, wisuda, lalu lanjut bekerja. Dari situlah kekagetan saya bermula.

Bagaimana pun, frontage Ahmad Yani depan UINSA adalah perlintasan yang sering saya lewati. Nyaris setiap malam di 2021 itu, saya mendapati sejumlah mahasiswa duduk-duduk di trotoar UINSA.

Ada yang berdua dengan pasangan, berdua dengan teman dekat, ada pula sekelompok kecil yang melingkar (mungkin dari kalangan komunitas atau anak organisasi). Kesemuanya duduk ngemper di trotoar. Bukan di kursi besi yang tersebar di beberapa titik depan UINSA Surabaya.

Sementara saat saya masih jadi mahasiswa dulu, hanya ada satu-dua mahasiswa yang tampak duduk. Itu pun pasti di kursi besi tersebut. Jika kursi besinya penuh, maka tidak ada yang nekat duduk ngemper di trotoar.

Waktu itu saya sempat mengonfirmasi kepada beberapa teman. Penggunaan trotoar depan kampus sebagai titik kumpul adalah imbas dari pembatasan akses aktivitas di dalam kampus. Wajar saja, masih pandemi.

Terlebih, aktivitas di sekretariat organisasi pun juga dibatasi. Sehingga, trotoar depan kampus jadi solusi.

Mahasiswa UINSA Surabaya kena nyinyir mahasiswa kampus lain

Seiring waktu, apalagi setelah pandemi benar-benar mereda, makin banyak mahasiswa yang menggunakan trotoar depan UINSA Surabaya sebagai titik kumpul.

Seiring waktu pula, akhirnya muncul gejolak dari kalangan mahasiswa UINSA sendiri: merasa resah dengan penggunaan trotoar tersebut sebagai tempat ngumpul-ngumpul hingga tampak penuh sesak.

Satu di antara yang meresahkan adalah Huzaira (nama asli disamarkan demi kenyamanan narasumber). Perempuan 23 tahun sekaligus mahasiswa semester akhir itu awalnya biasa saja dengan fenomena penggunaan trotoar UINSA Surabaya sebagi titik kumpul.

Akan tetapi, lama-lama dia merasa resah lantaran mendapat sentilan dari teman-temannya dari kampus lain Surabaya.

“Misalnya ada yang bilang, “Mahasiswa kampus Islam, tapi ada yang pacaran di depan kampus”. Tapi ya benar juga kata temenku,” katanya kepada Mojok, Selasa (14/1/2025).

Menurut si teman Huzaira, persoalannya trotoar depan UINSA itu kan jalur perlintasan yang sangat ramai. Masa tidak ada rasa riskan jika jadi perhatian banyak orang?

Termasuk teman Huzaira sendiri yang kalau melintas menilainya tidak patut. Mengingat, label UIN harusnya membuat mahasiswanya memberi contoh perihal moralitas dan relijiusitas.

Berduaan hingga tengah malam

“Aku sempat membantah. Loh, itu kan ramai, to. Bukan berduaan saja. Dan justru karena ramai, pacarannya nggak aneh-aneh. Tapi temanku punya bantahan yang nggak kalah masuk akal,” beber Huzaira.

Temannya mengatakan, sudah beberapa kali melihat, di tengah keramaian itu, ada saja sepasang laki-laki perempuan yang tidak sekadar ngobrol biasa. Tapi tampak saling mesra.

Di titik itu, Huzaira tidak bisa memberi bantahan lagi. Apalagi dia sendiri juga beberapa kali melihat ada saja sepasang muda-mudi yang duduk di trotoar depan UINSA Surabaya hingga menjelang tengah malam.

“Pada dasarnya aku nggak masalah. Itu hak. Toh nggak ada larangan dari kampus. Tapi kalau mahasiswa kampus lain aja meresahkan, aku kan jadi resah juga,” ucap Huzaira.

Mengganggu pejalan kaki

Fungsi utama trotoar adalah untuk memfasilitasi pejalan kaki. Sementara itu yang Salsabil (22) tekankan.

Salsabil tidak begitu meresahkan persoalan moralitas dan rilijiusitas seperti yang Huzaira singgung. Baginya, itu urusan masing-masing. Dia tidak punya hak apapun untuk menghakimi.

Dia hanya menggarisbawahi kenyamanan pejalan kaki di trotoar UINSA Surabaya.

“Karena memang nyaris penuh di sepanjang trotoar. Jadi pejalan kaki seperti aku kan susah. Kalau mau jalan akhirnya jalan di pinggir frontage,” keluh Salsabil.

“Itu juga nggak nyaman, karena kalau sudah di frontage, maka harus berhadapan dengan kendaraan-kendaraan. Apalagi di situ sering banget ada yang lawan arah,” sambungnya.

Menurutnya, bagaimana jika mahasiswa yang menggunakan trotoar depan UINSA Surabaya untuk kumpul-kumpul itu tertib? Bikin perkumpulannya di pinggir sekali, dekat pagar pembatas kampus.

Dengan begitu, area tengah masih bisa dilewati dengan leluasa oleh pejalan kaki. Akhirnya jadi sama-sama nyaman.

Kampus tidak menyediakan ruang publik

Sedangkan Abrar (23) memiliki pandangan yang berbeda sama sekali dari dua mahassiwa UINSA Surabaya di atas.

“Pertama begini, ada nggak berita-berita miring soal hal nggak senonoh di depan trotoar kampus? Nggak ada kan? Sebab, memang hanya sebagai titik kumpul. Salahnya di mana?”.

Malah seharusnya, penggunaan trotoar sebagai titik kumpul bisa mengusik nalar kritis para mahasiswa, perihal ketidakmampuan pihak kampus dalam menyediakan ruang terbuka/ruang publik bagi mahasiswanya.

UINSA Surabaya, kata Abrar, tak seluas kampus-kampus besar lain di Surabaya. Jadi wajar saja jika ruang kumpul bagi mahasiswa sangat terbatas.

“Ada titik kumpul lain, warung kopi. Tapi di sekitar UINSA, tidak banyak warung kopi dengan ruang cukup luas untuk menampung perkumpulan mahasiswa. Terutama yang rapat atau diskusi,” bebernya.

Bagi Abrar, seandainya pihak kampus memberikan fasilitas ruang publik tersebut, rasa-rasanya mahasiswa tidak akan keleleran di trotoar.

Trotoar UINSA Surabaya jadi “ladang rezeki”

Lebih dari itu, Abrar mencoba mengajak orang-orang yang nyinyir dengan mahasiswa yang ngumpul di trotoar UINSA Surabaya dari sudut pandang lain.

“Ada banyak pedagang, khususnya starling (kopi keliling), yang bisa menyambung hidup dari situ. Semakin banyak yang ngumpul, semakin besar harapan mereka untuk mendapat rupiah,” kata Abrar.

Bahkan, Abrar tahu, ada beberapa mahasiswa UINSA Surabaya yang ikut berdagang di trotoar tersebut.

“Mereka kuliah tanpa biaya orang tua. Cari uang sendiri. Kumpulan mahasiswa di trotoar itu seolah menjadi ladang rezeki kan akhirnya. Cobalah berpikir sampai situ. Jangan hanya menghakimi,” tegas Abrar.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Dominasi Ormek di Unair dan UINSA Surabaya Bikin Mahasiswa Muak, Bagi-Bagi Kursi Sampai Nilep Duit Organisasi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version