Tak masalah jika kelak tak jadi apa-apa
Saat cucunya tersebut akhirnya kuliah di UGM, Mbah Sugi kerap kali mendengar selentingan-selentingan dari tetangga-tetangganya di desa yang mengatakan, “Buat apa kuliah kalau nanti nggak jadi apa-apa?”.
Mbah Sugi sendiri memang mengakui, pada kenyataannya, banyak sarjana yang nganggur, tidak dapat pekerjaan seperti yang diharapkan.
Akan tetapi, keluarga Mbah Sugi menguliahkan anak tak dibarengi dengan harapan-harapan yang tinggi. Yang paling penting adalah si anak sendiri lah yang bertekad kuliah, senang menjalaninya, dan sungguh-sungguh saat kuliah.
Kalau sudah bisa kuliah, apalagi sampai di UGM, tapi kalau tidak sungguh-sungguh, itulah yang mengecewakan. Tidak ada bedanya dengan tidak kuliah.
“Wong ya nggak bayar aja kuliahnya. Jadi ya sudah terserah apa kata orang,” ujar Mbah Sugi.
“Urusan nanti jadi apa atau nggak jadi apa-apa, itu sudah urusannya Gusti Allah. Yang jelas, namanya rezeki pasti bakal Gusti Allah kasih,” sambungnya.
Mbah Sugi lalu menunjuk ke satu arah, mata saya pun mengikuti telunjuknya. Ia menunjuk sekelompok keluarga yang dari segi penampilannya saja sudah ketebak kalau mereka orang kaya. Jangan-jangan juga merupakan orang penting.
Salah satu yang membuat Mbah Sugi bangga atas sang cucu yang jadi sarjana UGM adalah karena bisa bersaing dengan orang-orang kaya itu, yang uang saja masih minta orang tua.
Kepada sang istri, Mbah Sugi berkali-kali bilang tak sabar menunggu sang cucu keluar dari Gedung GSP. Ia ingin leks menciumi cucunya tersebut, sebagaimana yang ia lakukan saat sang cucu masih kanak-kanak.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel lainnya di Google News