Putuskan Kuliah S2 UGM Bukan untuk Cari Kerja: Ingin Studi Lebih Serius hingga Bangun Relasi Bisnis, Ijazah S2 Belum Tentu Laku

Ilustrasi kuliah S2 (Ega/Mojok.co)

Sebagian dari mereka yang kuliah S2 di UGM orientasinya bukan agar ijazahnya bisa laku di dunia kerja. Mereka sadar, modal ijazah S2 saja masih sering sulit dapat kerja. Mereka berangkat dengan niat berbeda.

***

Sudah lewat pukul tujuh malam, di tanggal merah, Nabhan (26) masih berkutat dengan urusan kerjaan di rumah salah seorang koleganya. Lelaki kelahiran Lampung ini, selain sedang menuntaskan kuliah S2 di UGM juga masih sibuk berorganisasi sekaligus aktif jadi pekerja lepas untuk berbagai proyek kepenulisan.

Aktivitas itulah yang menghidupinya sejak kuliah S1 di UGM dulu. Selepas wisuda dari Jurusan Geografi pada Mei 2022, ia langsung mendaftar S2 di tahun yang sama. Namun, jurusannya memang berbeda. Ia mengambil studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan.

kuliah s2 ugm.MOJOK.CO
Ilustrasi. Mahasiswa baru di UGM (Hammam/Mojok.co)

Meski, jurusannya menyeberang jauh dari keilmuan yang ia tekuni saat S1, ia mengaku dulu bukan salah jurusan. “Dulu ya nyaman saja dan bermanfaat kuliahnya. Cuma merasa kurang maksimal belajarnya. Kurang meneliti, skripsi seadanya, ya karena dulu disambi banyak kegiatan,” ungkapnya saat Mojok temui di Godean, Sleman pada Jumat (9/5/2024).

Sejak S1, Nabhan mengaku sudah berpikir untuk lanjut kuliah S2. Namun, orientasinya memang bukan semata-mata cari kerja. Ia menyadari, ijazah S2 tidak selalu memudahkan seseorang dapat pekerjaan yang layak.

Jejaring kuliah S2 UGM yang menarik

Lelaki ini menyeberang jauh di studi yang berbeda karena merasa bidang Kepempinan dan Inovasi Kebijakan lebih banyak singgungan dengan kehidupan yang ia jalani beberapa tahun terakhir. Awalnya, ia membiayai kuliah S2 secara mandiri dari hasil kerjanya.

Namun, beruntung di perjalanan ia mendapat beasiswa. Sehingga, biaya yang pernah ia keluarkan pun diganti.

Salah satu hal menarik yang ia temui dalam dunia perkuliahan S2, terkhusus di bidangnya, adalah jejaring relasi yang kuat. Di kelas yang hanya 20-an orang, mayoritas pesertanya adalah ASN, pekerja, hingga anggota TNI. Cukup beragam, bahkan fresh graduate sepertinya hanya segelintir saja.

“Jadi pergaulannya menarik dan beragam. Bisa intens diskusi sama orang-orang yang udah punya karier menarik. Selain itu, bisa jalin relasi lebih dekat sama dosennya juga,” ungkapnya.

Saat kuliah, ada kelas tertentu yang hanya diambil oleh tidak lebih dari lima mahasiswa. Di forum itu, diskusi dengan dosen lebih intens. Menurut Nabhan, tidak ada lagi rasa canggung dan takut salah ketika mengutarakan pendapat.

“Baru menyadari, bahwa kuliah S2 itu enak. Kalau memang punya ketertarikan. Di jurusan tertentu kayak tempatku, tekanannya ringan. Lebih ringan dari S3 tentunya, bahkan dari S1 juga,” terangnya.

Baca halaman selanjutnya…

Kuliah S2 bisa buka peluang kerja tapi jangan sekadar andalkan ijazahnya

S2 buka peluang kerja, tapi bukan semata mengandalkan ijazahnya

Selanjutnya, ia tidak memungkiri bahwa kuliah S2 di UGM juga karena alasan karier. Faktor ini ia taruh di bagian terakhir, lantaran menurutnya memang tidak terlalu mengandalkan ijazah yang nantinya bakal ia dapat. Jika hendak berkarier sebagai dosen atau akademisi mungkin ijazah tersebut jadi syarat mutlak.

Namun, menurutnya, lulusan S2 punya potensi mendapat kerja yang dengan posisi yang lebih mentereng sekaligus gaji yang lebih besar ketimbang mayoritas fresh graduate. Tapi bukan sekadar ijazah yang dibutuhkan.

“Prospeknya besar tapi bukan sekadar mengandalkan ijazah. Jejaring relasi jadi penting. Kalau pengalaman pribadiku, sejauh ini sudah cukup banyak bangun jejaring jadi ijazah sebagai landasan legal formal pendidikan penting untuk masuk di posisi tertentu yang aku harapkan,” terangnya.

S2 karena memang ini belajar untuk kembangkan bisnis

Kisah lain datang dari Taufiq (26) yang pada 2024 ini lanjut kuliah S2 di MM UGM. Dulunya, ia merupakan sarjana hukum dari sebuah PTN lain.

Menyandang gelar sarjana hukum saja menurutnya belum cukup untuk langsung terjun di dunia kerja yang linier. Menurutnya, kuliah hukum itu perlu dilengkapi dengan berbagai sertifikasi lain bahkan studi lanjut di bidang yang sama supaya bisa siap memasuki dunia kerja.

Mulanya sempat punya cita-cita buat menjadi notaris atau mendalami bidang hukum bisnis. Namun, agar bisa memasuki dua ranah itu jalan panjang masih menantinya.

“Mau jadi advokat, notaris, harus belajar lagi. Ambil kursus, magang, dan segala macamnya. Bahkan ada batas minimal usianya,” katanya.

Beruntung, calon mahasiswa UGM ini memang punya orang tua yang mampu menyokongnya secara finansial untuk langsung melanjutkan S2 tanpa perlu pusing mencari beasiswa. Hal inilah yang kemudian membuatnya mantap untuk mendaftar di MM UGM.

Soal pilihan melompat dari hukum ke manajemen, menurut Faris hal itu karena ia ingin bisa lebih mendalami urusan bisnis. Kebetulan, keluarganya memang berlatarbelakang pengusaha.

“Jadi ya selain menambah ilmu, investasi ke diri lah ibaratnya, juga ya jaga-jaga untuk memperkuat basic bisnis,” paparnya mantap.

Pilihan kuliah S2, baik di UGM maupun berbagai kampus lain, tentu datang dengan motif beragam. Dua narasumber Mojok, adalah gambaran dari mereka yang alasannya tidak semata-mata untuk mencari kerja.

Di Indonesia, jumlah mereka yang bisa menempuh studi hingga S2 masih tergolong sedikit. Pada 2021,  Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mencatat, hanya 822,47 ribu jiwa atau 0,3% penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga jenjang S2.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Habis Sarjana Pilih Langsung Kuliah S2 UGM daripada Dianggap Nganggur dan Pelihara Tuyul  

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version