Pengalaman Mahasiswa Tinggal di Kos Minim Ventilasi di Jogja yang Menyiksa, Dana Terbatas Sulit Cari yang Ideal

Pengalaman Mahasiswa Tinggal di Kos Minim Ventilasi di Jogja yang Menyiksa, Dana Terbatas Sulit Cari yang Ideal

Memilih kos-kosan yang proper itu wajib hukumnya bagi calon penghuni kos. Gak cuma perkara fasilitas, tapi sirkulasi udara dalam kamar kos juga harus diperhatikan. Apalagi ngekos itu biasanya gak sebentar, rentangnya minimal dari sebulan dan bahkan bisa sampai tahunan. Gak terbayang kalau tempat yang seharusnya jadi tempat istirahat setelah beraktivitas, justru menyiksa kita dengan serangan gerah dan pengap. Saya bagikan pengalaman penghuni kos di Jogja, agar tahu betapa pentingnya ventilasi proper untuk kamar kos.

***

Tidak heran kalau DIY dipenuhi kos-kosan. Hal ini boleh jadi karena DIY menjadi lokasi beberapa kampus ternama yang tidak ada di daerah lain di sekitarnya. Otomatis kegiatan pendidikan di daerah-daerah sekitar DIY terpusat di daerah ini. Dan para mahasiswa dari luar daerah tentunya butuh tempat bernaung selama menyelesaikan studinya di Jogja.

Di Jogja sendiri ada beragam jenis kos, mulai dari kos kosongan yang tergolong murah sampai ke kos Las Vegas yang bulanannya bisa menyentuh dua juta. Fasilitas yang ditawarkan pun beragam, mulai dari kamar mandi dalam, dapur bersama, sampai wifi gratis. Biasanya hal-hal seperti itu yang kini dipaparkan penyedia kos kepada para calon penghuni.

Namun, ada satu hal fundamental yang biasanya luput diperhatikan banyak pemilik kos, yaitu sirkulasi udara yang memadai. Jarang ada kos yang memaparkan masalah sirkulasi udara kosnya pada calon penghuni. Dan baru-baru ini, ada diskursus tentang sirkulasi kos-kosan di Jogja di media sosial X (Twitter). Banyak pengguna X yang sepakat kalau kebanyakan kos di Jogja sirkulasi udaranya buruk.[hi2] 

“‘Kos-kosan Jogja gak ada yang beres sirkulasi udaranya’, hehe ini benar sebagai orang yang pernah tinggal di Jogja,” begitu cuitan dari @pongsampah.

Atau keluhan soal masalah kesehatan. “Seumur-umur gak pernah kena ISPA, dan baru kena pas pindah ke Jogja,” cuit @raditenangis.

Minimnya ventilasi dan jendela yang tidak sesuai

Bahkan, sirkulasi udara yang buruk ternyata juga berpengaruh terhadap pakaian penghuninya. “Pernah ngekos walau bukan yang model gini. Sirkulasi udaranya parah banget, kelembaban juga mantap, baju-baju di lemari banyak yang jamuran juga,” cuit @suhirbatako,

Mendapati kos dengan sirkulasi udara buruk pernah dirasakan oleh Akhyar (27). Lelaki asal Makassar ini pernah tinggal di salah satu kos putra di Kecamatan Mlati, Sleman saat berkuliah pada 2015-2020 silam. Ia menetap di kos berukuran 4×4 meter dengan biaya bulanan 400 ribu. “Fasilitas cuma garasi, kamar mandi luar, sama listrik aja,” jelas Akhyar, Senin (6/5/2024).

Jalur sirkulasi udara di kamar kos Akhyar hanya berupa dua jendela buka bawah—jendela jungkit—pintu dan ventilasi yang menempel di atasnya. Ia bercerita tentang keadaan serba salah yang pernah dialaminya seputar sirkulasi udara kamarnya sewaktu tinggal di sana. Apa pun upaya yang ia lakukan akan berujung pada satu hal yang sama, yaitu panas.

“Pas siang cukup panas karena di luar kamar ada tanah gersang berpasir. Gak mungkin buka jendela karena jendelanya jendela buka bawah persegi panjang, tapi kalo gak dibuka sirkulasi udaranya buruk,” keluh Akhyar.

Akhyar sempat pindah ke kos lain di kecamatan yang sama pada pertengahan 2018. Ia menemukan kos kosongan dengan harga dan fasilitas yang hampir sama. “Bulanannya 420 ribu, kamar mandi luar, dan listrik,” ungkapnya. Ukuran kosnya kali ini sedikit lebih kecil dari yang sebelumnya, yaitu 4×3,5 meter. Ia mengatakan kalau sirkulasi udaranya tidak jauh berbeda. “Seenggaknya tanah di depan kamar ada rumput tumbuh, jadi gak terlalu berpasir,” jelasnya.

Bau bangkai yang menetap

Namun, Akhyar dihadapkan dengan masalah lain. Jendela kosnya kali ini hanya ada satu dan tersambung dengan pintu dan ventilasi. Selain itu, kondisinya diperburuk karena ternyata warga sekitar suka menabun di belakang kosnya. “Di belakang kosan orang suka bakar sampah. Kamar saya jadi suka panas temboknya dan jadi sedikit lembab,” keluhnya.

Akhyar juga menceritakan tentang kos teman kuliahnya yang kondisinya kurang lebih sama. Lokasinya masih di Mlati, satu area dengan kos Akhyar. Kamar kos temannya hanya punya jendela yang tersambung dengan pintu dan ventilasi, persis seperti jendela kos Akhyar. Namun, kos temannya ini dirasa lebih buruk karena ujung lorongnya ditembok.

“Ada 10 kamar dan itu ditembok ujungnya. Jadi satu-satunya pintu keluar masuk kendaraan hanya di depan saja. Dan atapnya cuma dikasih sedikit celah,” jelas Akhyar. Dari penjelasannya dapat dibayangkan kalau tidak ada perputaran udara di kos temannya itu. Di tweet-nya, Akhyar bilang kalau sekiranya ada bau bangkai di kos temannya, fix baunya gak akan keluar selama berhari-hari.

Baca halaman selanjutnya

Penempatan jendela yang nggak tepat

Penempatan jendela kamar kos yang tidak tepat

Nok (25) juga pernah mengalami hal serupa waktu berkuliah di Jogja. Ia pernah menetap di salah satu kos di Kecamatan Depok, Sleman pada 2022. Kos yang ia tempati adalah kos kosongan berukuran kira-kira 3×4 meter. “Fasilitas kamar mandi luar dan dapur bersama. Listrik beda lagi, no wifi,” jelasnya, Selasa (7/5/2024).

Kamar Nok kebetulan berada di ujung. Sudah di ujung, kamarnya hanya dilengkapi satu jendela saja. Dan jendela satu-satunya ini tidak terlalu berguna. “Jendelanya enggak menghadap ke arah angin berembus dan gak ada sinar Matahari. Kalau buka pintu juga tetap aja anginya enggak kerasa. Sampai-sampai kalau di kamar, kipas angin harus nyala terus-terusan,” keluh Nok.

Perempuan asal Bandung ini juga bercerita kalau ia pernah menetap di asrama UGM Bulaksumur. Sirkulasi udara di asrama berbanding terbalik dengan kosnya. “Kalo di situ sirkulasi udaranya enak karena ada dua jendela dan satu jendela menghadap ke arah yang angin dan Matahari bisa masuk,” jelas Nok.

Di salah satu tweet-nya, Nok membagikan pandangannya mengenai kos yang punya sirkulasi udara baik. Sepengalamannya, kos yang sirkulasi udaranya beres itu beberapa kos eksklusif yang biaya sewanya sampai di atas satu juta per bulannya dan asrama UGM—bukan kos.

Memaklumi kondisi kos

Meski panas, Akhyar merasa kos-kosannya tergolong cukup nyaman. “Kalau dibilang nyaman, saat itu cukup nyaman karena hitungannya kosan baru jadi,” jelasnya. Selain itu, menurutnya fasilitas yang ia terima cukup sepadan dengan biaya sewanya. “Garasi meminimalisir maling kendaraan, dekat dengan perumahan warga, dan harganya yang lumayan murah untuk kos kosongan gratis listrik,” jelas Akhyar.

Akhyar menjelaskan kalau saat itu rata-rata kos kosongan dengan listrik bisa sampai 700 ribu. Ia hemat sekitar 300 ribuan. Selain itu, hal lain yang membuatnya nyaman adalah kondisi kos di malam hari yang tidak panas. “Kalau malam gak terasa panas karena dulu cuacanya gak sepanas sekarang,” tambahnya.

Contoh kamar kos (Dokumentasi narasumber)

Begitu juga dengan Nok. Meski gerah, pengap, dan membuatnya tidak nyaman, ia maklum dengan kondisi kamar kosnya karena biaya sewa. “Tidak terlalu nyaman. Jadi gampang stres kalo diam di kamar terus. Tapi mengingat biayanya segitu, jadi, ya, maklum aja,” ujar Nok. Ia membayar sewa 5,5 juta untuk satu tahun. Sekitar 460 ribu per bulan.

Mungkin sudah banyak kos yang menerapkan listrik dan wifi gratis beserta kamar mandi dalam sebagai standar baru kos-kosan. Namun, hal mendasar seperti sirkulasi udara yang memadai semestinya lebih menjadi prioritas bagi para pemilik kos berapa pun biaya sewanya. Dan ini tidak hanya untuk DIY, tapi seluruh daerah yang banyak perantaunya.

Reporter: Voja Alfatih
Editor: Hammam Izzudin

BACA JUGA Nestapa, tapi Rela: Tinggal di Kos Murah Rp125 Ribu per Bulan di Jogja

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version