Hani (24) berhasil menyelesaikan studinya dari jurusan PGSD UNY tanpa hambatan sedikit pun. Dia berhasil lulus cepat, kurang dari empat tahun. IPK-nya pun juga cumlaude. Sayangnya, kehidupan kuliah tak semulus kehidupan kerjanya.Ā
Dua bulan setelah lulus kuliah, Hani diterima bekerja sebagai guru honorer di salah satu SD swasta di Bantul. Sebagaimana guru honorer lainnya, gajinya tak manusiawi.
Hani mendapat upah hanya Rp25 ribu per Jam Pelajaran (JP). Tiap bulan, ia kejatah rata-rata 32 JP. Dengan demikian, Rp800 ribu adalah gaji bersih yang ia bisa bawa pulang setiap bulannya.
āSetengah UMR Bantul,ā kata Hani saat Mojok temui, Senin (1/4/2024) kemarin.
Tak ada pilihan lain kecuali jadi guru SD
Meskipun amat mengeluhkan penghasilan yang ia dapatkan, alumnus UNY ini mengaku hampir tak memiliki pilihan lain selain menjadi guru honorer. Bagi penyandang gelar S.Pd seperti dia, prospek kerja di luar menjadi pengajar sangatlah terbatas.
āApalagi aku lulusan PGSD, ada kata āSD-nyaā, spesifik ngajar anak-anak SD. Jadi opsi kerjanya makin terbatas,ā keluhnya.
Memang ada banyak prospek kerja yang digembar-gemborkan jurusannya selain menjadi guru SD. Sejauh yang Hani dengar, misalnya, lulusan PGSD masih mungkin menjadi konsultan pendidikan anak, peneliti, dan hingga PNS.
Sayangnya, itu hanya di atas kertas. Realitas tak pernah semudah itu. Terutama yang opsi menjadi PNS. Bagi Hani, opsi tersebut hampir mustahil ia dapatkan lantaran dua hal.
Pertama, karena proses rekrutmen PNS guru sudah stop, kini diganti PPPK. Kedua, untuk āmemuluskan jalanā menjadi PPPK ataupun PNS, lulusan keguruan harus ikut program Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama dua semester dengan biaya yang tidak murah.
āKarena aku tidak mampu buat bayar PPG, mau gak mau aku terima nasib aja sebagai guru honorer,ā lulusan keguruan UNY ini.
Makin tersaingi karena lulusan non-PGSD bisa mengajar Sekolah Dasar
Hal lain yang semakin bikin Hani pusing adalah kini ada kebijakan yang memperbolehkan lulusan non-PGSD mengajar jenjang sekolah dasar. Pada 2021 lalu, pemerintah melalui Kemendikbud mengeluarkan aturan bahwa sarjana pendidikan lain yang memiliki ijazah tidak linier dengan guru SD, memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi guru SD melalui jalur rekrutmen PPPK.
Kebijakan tersebut jelas bikin Hani kesal. Pasalnya, ada banyak elemen dasar yang dia pelajari di PGSD, tapi tidak dipelajari oleh mahasiswa di jurusan lain meski sama-sama kependidikan.
āKami belajar cara membentuk karakter siswa dari yang paling dasar, sejak masuk SD. Kami juga mempelajari pengembangan pembelajaran dan terjun langsung ke lapangan buat hal itu. Jadi boleh kami bilang memang PGSD benar-benar fokus ke SD,ā jelasnya.
āJelas kami kecewa. Udahlah kudu nerima nasib jadi honorer, kini masih harus sikut-sikutan dengan guru SMP dari PPPK.ā
Sekretaris Jurusan PGSD UNY Agung Hastomo juga turut menyayangkan kebijakan tersebut. Menurutnya, buat menjadi pendidik di jenjang sekolah dasar, dibutuhkan keterampilan khusus yang tidak dimiliki oleh lulusan non-PGSD. Agung bahkan mengatakan kebijakan itu berpotensi malapraktik, karena memberikan tanggung jawab mendidik anak-anak di usia dasar kepada tenaga-tenaga yang tidak disiapkan untuk itu.
āKalau kami menyebutnya malapraktik. Kalau di dunia medis kayak dokter gigi tapi diberi tugas untuk operasi bedah jantung,ā tegasnya.
Baca halaman selanjutnya…
PGSD UNY, jurusan elite dan favorit tapi bikin masa depan lulusannya terasa sulit