Barangkali puncak drama perkuliahan adalah skripsi. Orang-orang ini punya pengalaman menghadapi serangkaian kelakuan dosen pembimbing (dosbing) skripsi yang bikin mereka harus punya stok sabar yang banyak.
***
Rama (nama samaran, 23) beberapa bulan lalu berhasil menyelesaikan skripsinya setelah 4,5 tahun masa kuliah. Ia mengambil skripsi soal gerakan perempuan Kendeng melawan eksploitasi pabrik semen di Jawa Tengah.
Dosen nitip makan tapi nggak bayar
Banyak pengalaman yang Rama rasakan. Salah satunya cerita saat menghadapi kelakuan dosen pembimbing. Mulai dari nitip makan nggak bayar sampai ngaret berjam-jam saat janjian.
Ia kuliah di salah satu fakultas di Universitas Brawijaya. Di tongkrongan, ia kerap kali mengulang cerita kelakuan dosennya yang titip beli makanan dua kali tapi tidak pernah bayar.
Pertama, saat Rama bimbingan, si dosen nitip tahu telur. Belinya harus di tempat langganannya.
“Malam-malam jam 20.30. Mana tahu telurnya harus banget beli di langganannya yang mutar jauh ke daerah Blimbing. Kesal,” keluh Rama.
Kedua, saat ia seminar proposal. Si dosbing minta dibelikan nasi padang. Rama sudah memastikan, untuk permintaan nasi padang ini, dosen pembimbingnya itu, juga minta ke semua anak bimbingannya sebelum sidang berlangsung.
“Beliau suka diam-diam minta agar membelikan makanan, tiap ketemu sidang selalu ngode untuk diberi makanan khas daerah. Itu ngucapinnya bisa seribu kali,” kata Rama kesal.
Rama yang berasal dari Gresik seringkali dapat kode untuk bawa bandeng. “Dulu anak bimbingan saya orang Gresik, selalu bawa bandeng. Ada juga bawa nasi krawu,” kata Rama mencontohkan perkataan dosbingnya.
Ada aturan gratifikasi dan larang bawa makanan
Rama merasa kesal karena di jurusannya sudah memasang tulisan berisi larangan gratifikasi ataupun membawa makanan dan minuman selama sidang. Menurut penuturan Rama, tulisan tersebut terpasang di lorong ruangan ujian.
Sehingga bagi Rama perbuatan dosbingnya telah menyalahi aturan. Sekaligus bersikap semena-mena karena berlindung di balik kata bimbingan tapi malah nitip makanan. Denotasi nitip adalah bayarin dulu, tapi uangnya malah nggak diganti.
Sebenarnya bukan soal harga atau hitung-hitungan. Tetapi bagi Rama peraturan tetap peraturan. Soal penggantian uang nitip makanan, si dosbing hanya bilang, “Nanti, ya,” begitu terus sampai Rama lulus.
“Pas ketemu juga draft skripsi cuma dibolak balik nggak dibaca,” katanya.
Selain itu, meski namanya bimbingan, tapi Rama merasa kurang mendapat bimbingan selama setahun belakangan. Ia tak mau menyalahkan dosen sepenuhnya sebab ia juga tak merasa cukup mendorong diri sendiri agar skripsian dengan rajin.
“Aku selalu ragu sampai bolak-balik ganti latar belakang, teori, dll. Dosenku sangat amat kurang membimbing, terlalu iya iya aja. Jadi aku nggak pernah yakin dan menurutku itu yang bikin lama,” katanya.
Sebenarnya karakteristik si dosbing chill tapi slow alias bimbingan seadanya. Ia juga mudah diajak bimbingan terkait jadwal dan tidak terlalu rewel. Namun, beberapa hal di atas memang bikin Rama agak gregetan.
Dosen ngaret kalau bimbingan
Oleh dosennya, Rama juga sering dibuat menunggu tanpa kepastian. Bikin jadwal sih gampang tapi saat jam janjian seringkali ngaret hingga berjam-jam.
“Sering banget (telat) dan alasannya selalu di jalan,” kata Rama yang seolah latihan kesabaran selama skripsian.
Terakhir saat janjian untuk kebutuhan tanda tangan lembar pengesahan, Rama menelan pil pahit karena penantiannya berjam-jam sia-sia. Padahal ia datang dari Gresik seusai kerja dan harus pulang hari.
“Sering juga kayak habis nunggu lama, beliau nggak datang dan tiba-tiba bilang taruh di meja saya aja ya,” ujar Rama.
Momen paling aneh saat bimbingan dengan dosbingnya adalah saat ia disuruh ikut kelas dulu bersama adik tingkat. Setelah kelas selesai, ia malah tak jadi bimbingan.
“Beliau bilang ‘oh ya, ya udah saya bawa dulu draftnya, cuma ini kan’. Kenapa disuruh kelas kalau ngasih draft doang?” ceritanya. Pasalnya kelas tersebut juga tak ada kaitan dengan skripsi yang sedang digarap.
Baca halaman selanjutnya…
Dosen pembimbing yang lambat merespon
Dosen pembimbing yang lambat merespon
Masalah sulit menghubungi dosen atau dosen yang lambat merespon juga jadi masalah Mawar (nama samaran, 21) . Semester ini ia memasuki semester 7 dan baru memulai skripsi di Universitas Brawijaya.
“Bimbingan sekitar 3 bulanan ini. Dosbing orangnya super sibuk karena banyak kegiatan juga di luar kampus. Jadi buat jadwal bimbingan menyesuaikan jadwal beliau dan nggak ada jadwal pasti,” terang Mawar.
Di awal-awal skripsian, ia seringkali di-ghosting sampai berhari-hari tanpa jawaban. Mawar mencari akal agar skripsinya ada kemajuan. Ia menemukan cara dengan menemui dosen secara dadakan alias tembak aja langsung di tempat.
“Untungnya saat ditemui langsung, dadakan, orangnya kooperatif dan umpan balik yang diberikan jelas,” katanya.
Ngaret juga jadi perkara yang bikin Mawar kurang nyaman. Dosbingnya bisa ngaret 30 menit sampai 2 jam lebih. Alasannya masih rapat dan apesnya ia selalu telat mengabari perihal keterlambatan. Untungnya si dosbing masih minta maaf kalau lagi telat.
“Kadang temanku sampai nelepon kalau udah kelamaan nunggu. Beliau orangnya harus diingatkan. Kadang ada yang tinggal dulu buat cari makan, atau kalau bosan ya mentok main hp aja,” terang Mawar.
Dosen pembimbing yang baik meski lambat
Menurut pengakuan Mawar sampai hari ini ia masih mujur walaupun mendatangi secara mendadak itu pastilah untung-untungan. Dosbingnya selalu ada meskipun ia harus menunggu.
“Sebenarnya beliau cukup ideal, memang minusnya karena cukup sibuk jadi kalau di-chat nggak dibaca. Beliau cukup sering kasih tool untuk mempermudah riset, ia membagikan beberapa alat ukur yang udah ada jurnalnya sama. Kalau kesulitan cari jurnal, juga boleh akses pakai akun beliau,” jelasnya.
Revisi nyicil jadi sulit maju
Pernahkah ada bagian dari skripsimu yang tidak kena revisi di bimbingan pertama, yang kena revisi bagian lain, lalu kamu merasa berarti nggak ada masalah. Namun, kemudian kena revisi di bimbingan berikutnya? Begitu terus sampai kamu sebagai mahasiswa merasa kesal dan ingin teriak, “Kenapa enggak sekalian?”
Delima (nama samaran, 23) adalah mahasiswa teknik dari salah satu kampus di Surabaya. Ia mengambil skripsi soal rancang bangun, desain, dan fabrikasi. Bimbingannya hanya 1 semester tapi cukup untuk membuatnya mengingat-ingat segala hal menyebalkan terkait skripsi.
Bimbingan hanya empat kali tapi revisinya sampai akhir, dia ngebut kejar-kejaran revisi skripsi satu dengan lainnya karena si dosbing.
“Beliau susah diajak bimbingan dan aku selalu ada rasa takut untuk bimbingan karena takut salah. Sering terjadi misal bimbingan minggu lalu a, b, dan c. nanti di bimbingan selanjutnya dia nggak review untuk selanjutnya tapi balik lagi revisi a, b, c, dan d, jadinya susah maju,” terang Delima.
Menurut hemat Delima, revisi yang ia kerjakan harusnya bisa ia lakukan sekaligus. Kalau memang bagian d nggak kena revisi di bimbingan sebelumnya kenapa tiba-tiba jadi revisi di bimbingan berikutnya, padahal masih satu bagian dengan revisi atasnya.
Delima merasa sulit maju saat mengerjakan skripsi. Terlebih banyak waktu yang terbuang kalau sistemnya seperti itu sedangkan untuk bimbingan pun ia sulit.
Dosen kelewat perfeksionis dan daftar sidang mepet karena revisi nggak habis-habis
“Sebenarnya bapaknya baik banget tapi saking perfeksionisnya dia pengen perfect dengan perhitungan pasti, apa pertimbangannya kalau ada kasus seperti ini dan seperti itu, dan lain-lain,” kata Delima menerangkan karakteristik dosen yang pernah mengajarnya di semester satu itu.
Masa-masa bikin deg-degan yang Delima hadapi adalah saat dua hari jelang tutup pendaftaran ujian tapi revisi skripsinya nggak selesai-selesai. Ia hampir hilang harapan bisa daftar ujian di waktu yang tepat.
“Akhirnya dosennya bilang, ia terima dulu nanti benerinnya pas revisi. Aku menyesalkan waktu-waktuku yang sebelumnya (di awal), ternyata ngebutnya dari tengah sampai akhir,” keluh Delima. Andai dosbing tak pakai sistem bimbingan seperti itu, mungkin Delima tak perlu revisi sampai ngos-ngosan seperti pelari sprint.
Menurut Delima, dosen yang ideal adalah dosen yang memberi jadwal bimbingan pasti beserta target. Serta kejelasan revisi.
Delima berhasil selesai tepat waktu karena dosen pembimbing lainnya, dosbing 1, selalu memberi target dan mewajibkan untuk bimbingan secara berkala. Dua minggu sekali, dosbing tersebut meminjam ruang kelas untuk bimbingan bersama mahasiswa lain.
Dosen 1 dan 2 punya porsi sama. Dosbing 1 di bagian fabrikasi dan dosbing 2 terkait perhitungannya.
“Menurutku gitu lebih efektif daripada mahasiswa mendatangi setiap hari ke dosen bimbingannya dan berbeda-beda pula. dosen harus didatangin setiap hari Jadi mending tentuin kapan ada open bimbingan jadi beramai-ramai lah di sana,” tutupnya.
Pada akhirnya Rama, Mawar, dan Delima hanya bisa pasrah menghadapi kelakuan dosbing masing-masing. Walaupun merasa sebal di dalam hati, mereka tak pernah mengungkapkan langsung. Paling ya dirasani saja saat mengulang cerita dengan teman-teman di tongkrongan.
Mojok berusaha mengklarfikasi persoalan ini ke pihak Humas Brawijaya Tri Wahyu Basuki. Dalam aturan di UB, soal gratifikasi ini sudah diatur dalam Unit Pengendali Gratifikasi. Dalam poin ke-12, gratifikasi yang wajib ditolak adalah pemberian dalam bentuk apapun sebelum, selama atau setelah proses ujian skripsi, tesis, dan disertasi.
Reporter: Ussy Sara Salim
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Ilmu Ekonomi Memang Tak Seindah Bayangan, Pantas Mahasiswanya Paling Banyak Drop Out dari Kampus
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News