Masuk Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) saat akreditasi institusi berstatus A, menjelang lulus, sebagian mahasiswa harus terima kenyataan pahit penurunan akreditasi. Kekecewaan menggelayuti masa akhir studi mereka.
***
Masuk Untirta, buat Danu* (22) adalah mimpi sejak SMA. Pemuda asal Serang, Banten ini ingin jadi sarjana pertama di keluarganya. Namun, orang tuanya menghendaki untuk berkuliah yang tidak terlalu jauh dari rumah.
“Di Banten, Untirta ya punya anggapan kampus yang besar dan bagus. Selain itu, paling rasional buat saya karena dekat. Kalau bicara UI atau UGM, rasanya terlalu sulit peluang masuknya,” ungkapnya.
Ditambah lagi, saat hendak masuk kuliah pada 2019 silam, Untirta punya akreditasi institusi A. Suatu capaian yang cukup prestisius bagi perguruan tinggi.
Gagal di jalur SNMPTN, Danu tidak patah arang. Ia mencoba lagi di SBMTPN dan akhirnya berhasil masuk di kampus yang ia idamkan.
Proses perkuliahan Danu berjalan lancar. Bahkan, ia sempat membantu jurusannya untuk mendapatkan akreditasi Unggul. Ia terlibat untuk dalam urusan dan administrasi dan pemberkasan program studi.
“Rasanya senang dan optimis saat itu. Jurusan saya saja, bisa naik, menjadi unggul. Nggak mengira kalau justru di tingkat universitasnya jeblok,” tuturnya saat Mojok hubungi Jumat (29/12/2023) lalu.
Jika sejak awal masuk, akreditasi sudah B, bagi Danu tentu bukan jadi persoalan. Namun, ketidakmampuan untuk mempertahankan akreditasi yang sudah Unggul membuatnya merasa kecewa.
Sebagai informasi, Untirta berhasil mendapat akreditas A dari BAN-PT pada 2018 silam. Itu merupakan pencapaian pertama setelah lama menyandang akreditasi B.
Selain itu, Danu dan rekan lainnya, sempat optimistis lantaran Untirta lima tahun terakhir sedang banyak melakukan peningkatan infrastruktur. Salah satunya ditandai dengan keberadaan Kampus Untirta Sindangsari.
Pembangunan tidak sejalan dengan keberhasilan mempertahankan akreditasi
Pada 5 Maret 2021 lalu, Presiden Jokowi meresmikan gedung baru Untirta tersebut. Selain 12 unit gedung perkuliahan baru, terdapat juga student centre untuk berbagai kegiatan mahasiswa. Area kampus baru itu berdiri di lahan seluas 12 hektare. Pembangunannya menelan biaya mencapai 499 miliar.
“Sekarang fasilitas kerasa semakin baik. Gedung semakin megah. Ketika akreditasinya turun, kami tentu kaget,” curhatnya.
Danu mengaku mendapat kabar kalau status akreditasi kampus sempat kedaluarsa. Baru setelah proses berjalan, akreditasi yang muncul adalah B.
“Mahasiswa jadi curiga kalau akreditasi ini memang tidak diurus secara betul. Sebab, berita pertama yang terdengar adalah akreditasnya kedaluarsa,” ungkapnya.
Berdasarkan siaran resmi Untirta, kampus ini mencapai status A dengan nilai 361 berdasarkan instrumen lama yang memiliki tujuh standar. Sementara itu, ada instrumen baru dengan sembilan kriteria.
Dalam keterangannya tertulis bahwa capaian status A dengan nilai 361 tersebut tetap terakreditasi namun menjadi B berdasarkan proses Instrumen Suplemen Konversi (ISK) otomatis lewat komputer.
“Masih ada kesempatan reakreditasi dengan sistem lama 9 standar dari B ke Unggul selama masa transisi pemberlakukan Permendikbud No 53 Tahun 2023 sampai Desember 2024,” tulis keterangan resmi kampus.
Mengenai siaran resmi tersebut, Danu menyayangkan sikap universitas yang justru seperti tidak menekankan upaya perbaikan. “Malah justru menayangkan ungkapan dari Mendikbud bahwa yang ada hanya terakreditasi dan tidak terakreditasi,” keluhnya.
Senada, akun Untirta Movement Comunity (UMC) menyayangkan turunnya akreditas perguruan tinggi. Pada sikap resminya, komunitas mahasiswa ini menyayangkan lambatnya penyikapan kampus terhadap perubahan penilaian PD Dikti.
“Udah tahu apa belum ini pihak rektorat kalau kelemahan mekanisme akreditasi otomatis itu ada di penilaian PD Dikti? Prodi-prodi baru yang baru aja terakreditasi kan mempengaruhi penilaiannya sampai-sampai bikin akreditasi Untirta jadi turun ke B. Terus kenapa enggak diurus dari awal secara manual lewat mekanisme Borang atau LED?,” tulis akun tersebut.
Baca selanjutnya…
Mahasiswa yang belum semester akhir juga khawatir
Harapan saat akreditas Untirta turun
Di tengah situasi ini, Danu hanya bisa berharap agar kampus segera membenahi jika masih ada kesempatan reakreditasi. Memaksimalkan apa yang masih bisa diupayakan.
“Orang memandang kampus ini yang terbesar di Banten. Saya banyak baca bahwa tempat kerja masih mempertimbangkan akreditasi Unggul. Semoga rektorat bisa segera segera memperbaiki situasi ini,” papar Danu.
“Ya bagaimana, ini ibarat kuliah sudah injury time mau lulus, akreditasi malah turun. Banyak mahasiswa yang kecewa,” imbuhnya.
Menurutnya, bukan hanya mahasiswa yang merasakan dampaknya, melainkan kampus sendiri. Ia menilai, jika tidak serius menyikapi ini nama kampus bisa tercoreng.
Selain Danu, Jafar* (20), mahasiswa semester lima Untirta juga mengungkapkan kekecewaan serupa. Menurutnya, belakangan ini banyak persoalan administrasi kampus yang merugikan mahasiswa.
“Di saat ada persoalan akreditasi, mahasiswa juga punya kendala lain. Kuota KKN tiba-tiba berkurang dan deadline pendaftaran berubah mendadak,” tegasnya.
Hal itu membuat Jafar dan sejumlah rekannya harus menunda jadwal kegiatan KKN di tahun ajaran mendatang. Ia melihat, beberapa persoalan yang belakangan terjadi menunjukkan bahwa manajemen kampus sedang bermasalah.
Meski belum tergolong mahasiswa semester akhir, Jafar juga risau tentang penurunan akreditasi yang bisa berpengaruh pada lulusan Untirta dalam mencari pekerjaan.
“Beberapa pekerjaan persyaratannya akreditasi Unggul. Tentu jadi kekhawatiran bagi kami. Sebuah bencana buat teman-teman yang lulusnya di 2024 dan tahun-tahun mendatang,” pungkasnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Terancam Drop Out, Nestapa Mahasiswa UNY dan ITS Jalani Semester 14 Penuh Tekanan dan Kesepian
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News