Pilunya Mahasiswa Lulusan HI UB Malang: Jurusan Elite Cari Kerja Sulit, Rela Nganggur Karena Ijazah Terlalu Keren Untuk Pekerjaan yang Tak Linier

Pilunya Mahasiswa Lulusan HI UB Malang: Jurusan Elite Cari Kerja Sulit, Rela Nganggur Karena Ijazah Terlalu Keren Untuk Pekerjaan yang Tak Linier.mojok.co

Ilustrasi Pilunya Mahasiswa Lulusan HI UB Malang: Jurusan Elite Cari Kerja Sulit, Rela Nganggur Karena Ijazah Terlalu Keren Untuk Pekerjaan yang Tak Linier (Mojok.co/Ega Fansuri)

Ada banyak bidang pekerjaan yang bisa dimasuki lulusan Hubungan Internasional (HI). Kebanyakan adalah pekerjaan elite: menjadi diplomat, duta besar, staf ahli pemerintah, atau pekerjaan lain yang berurusan dengan birokrasi negara. Setidaknya itu yang ada dalam bayangan Anton* (25) saat masih SMA dulu. Sayangnya, setelah lulus kuliah dari HI Universitas Brawijaya (UB) Malang, ekspektasi tadi ternyata ketinggian. Jangankan menjadi diplomat, buat dapat kerja sesuai ijazahnya saja sulit.

Lulus dari HI UB Malang pada 2022 lalu, kini Anton masih nganggur. Ia memang pernah bekerja. Tapi tak pernah lama, hanya bertahan beberapa bulan karena merasa pekerjaan itu tak sesuai passion-nya.

“Aku pernah kerja sebagai sales marketing. Tapi cuma tiga bulan langsung resign karena enggak sanggup,” kata Anton, bercerita kepada Mojok, Kamis (11/4/2024). “Pernah nikmatin pekerjaan, sebagai enumerator pas pemilu kemarin di lembaga quick count. Tapi ya sudah, karena statusnya relawan setelah pemilu selesai nganggur lagi.”

Masuk HI karena bercita-cita jadi diplomat

Semua cara Anton lakukan demi masuk jurusan HI. Lelaki asal Jogja ini mengaku, dia memang cukup ambisius. Minimal bisa tembus “jurusan elite” itu di kampus top.

“Dulu, sih, ngincernya UGM. Tapi gagal. Masuknya malah ke Brawijaya [UB],” jelasnya.

Anton mendaftarkan namanya di HI UGM pada SNBP (SNMPTN) 2018, tapi ditolak. Saat kembali berjuang di SNBT (SBMPTN), ia malah diterima pada pilihan kedua, yakni di HI UB. Padahal pilihan pertamanya saat itu tetap HI UGM.

Ada alasan mengapa Anton amat ngebet masuk HI. Ia mengaku memang pernah bercita-cita menjadi diplomat. “Bayanganku dulu, enak dapat kerja jalan-jalan ke luar negeri terus. Biaya ditanggung negara. Gaji besar. Siapa yang enggak pengen?,” ujar mahasiswa asal Jogja ini.

Demi memuluskan jalannya agar bisa kuliah, Anton rela mengikuti bimbel yang mahal. Saat sudah diterima di HI UB pun, ia tak mempermasalahkan UKT yang cukup tinggi, yakni Rp6 jutaan, karena merasa sepadan dengan apa yang akan dia raih di masa depan.

Nyatanya, cuma sedikit lulusan HI yang kerja sesuai jurusan

Sayangnya, sudah kuliah mahal-mahal–dan sesuai passion–tak memberi jaminan masa depan sesuai ekspektasi Anton. Ia amat merasakan betul betapa susahnya menjadi lulusan HI, terutama saat mereka ingin bekerja sesuai bidang jurusannya.

Misalnya, Anton mencontohkan, dalam rekrutmen ASN saja hanya Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) yang secara spesifik mencantumkan syarat “lulusan HI”. Itupun, dalam sekali rekrutmen, mereka hanya menerima seratusan orang. Padahal, pendaftarnya bisa puluhan ribu. Di kementerian lain, formasinya bisa dua atau tiga kali lebih banyak.

“Seingatku, dari teman angkatanku dan kakak tingkatku, baru ada satu orang yang kerja di kementerian. Sampai sekarang ini. Sisanya? Ya, mungkin masih kayak aku ini,” ujar Anton.

Apesnya, saat Anton lulus HI UB pada 2022, Kemenlu tidak membuka rekrutmen ASN. Kala itu, mereka hanya membuka lowongan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk 100 formasi.

Sementara pada tahun sebelumnya, yakni 2021, Kemenlu membuka tes CPNS sebagai diplomat untuk 140 formasi. Bagi lulusan HI, hanya kejatah 50 formasi saja.

Baca halaman selanjutnya…

Kepentok gengsi, nganggur karena merasa ijazah HI UB terlalu keren buat kerja di bidang lain

Kepentok gengsi, masih nganggur karena merasa ijazah HI UB “terlalu keren” buat kerja di bidang lain

Sejujurnya, Anton paham kalau tak ada salahnya bekerja di bidang lain yang tak linier dengan ijazah HI UB miliknya. Toh, teman-temannya ada yang bekerja di bidang lain. Kebanyakan, misalnya, menjadi jurnalis atau pekerja media lokal maupun nasional.

Namun, Anton juga mengaku kalau sampai detik ini dia masih belum bisa menurunkan egonya. Idealismenya masih sama, yakni bekerja sesuai jurusannya, karena sudah banyak pengorbanan ia tempuh buat sampai di titik ini.

“Aku udah ngubur mimpi buat jadi diplomat, bagiku udah mustahil. Tapi minimal masih bisa kerja di bidang HI, biar ijazahku kepakai,” ujarnya.

“Pernah nyoba kerja di bidang lain, ternyata enggak cocok. Sementara buat nyari pekerjaan yang kriterianya benar-benar lulusan HI, dalam setahun bisa dihitung jari. Jarang banget,” sambung Anton.

Alhasil, kini Anton masih nganggur. Ia tak pernah menyesal pernah menggantungkan mimpi yang amat tinggi dengan jurusan HI. Yang hingga kini dia sayangkan, adalah betapa sempitnya kesempatan kerja bagi lulusan HI yang benar-benar sesuai jurusannya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Cerita Mahasiswa Jatim Rela Melepas UGM Demi Masuk Jurusan Kependidikan di UNY, Menyesal Kemudian karena Dapat UKT Selangit dan Lingkungan Kuliah Toksik

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version