Biaya UKT kuliah PTN dari hutang ke hutang
Ababil bekerja dari pukul 17.00 WIB-02.00 WIB. Awalnya dia masih mampu memanajemen rasa lelahnya. Akan tetapi, seiring waktu, dia mulai keteteran. Tapi dia tak punya pilihan lain.
Memasuki semester 4, kondisi kesehatan bapaknya makin turun. Itu membuat sang ibu harus sering-sering membawanya ke rumah sakit.
“Ibuku kan nggak punya uang banyak, akhirnya aku sering kirim uangku. Urusan biaya kuliah, bayar UKT, pikir nanti,” ungkap Ababil.
Situasi itu membuat Ababil sempat harus hutang untuk membayar UKT semester 5. Untungnya, PTN tempat Ababil kuliah memiliki koperasi yang diperuntukkan meminjami mahasiswa yang kesulitan finansial.
Di semester 5 akhir, sang bapak berpulang. Uang yang Ababil punya pada akhirnya dia gunakan untuk memulasara sang bapak. Habis. Tak ada lagi untuk biaya UKT lagi di semester 6. Alhasil dia pinjam lagi.
“Tapi batasnya memang cuma bisa pinjam dua kali. Setelah itu nggak bisa,” ungkap Ababil.
Tinggal skripsi tapi kena DO
Sejak semester 2 Ababil sebenarnya sudah mencoba mengikuti pendaftaran beasiswa Bidikmisi (sekarang KIP Kuliah). Sayangnya, dia tidak keterima. Begitu juga saat dia mengajukan di semester 3. Tetap nihil.
Menjelang semester 7, Ababil makin kesulitan menabung uangnya. Adiknya sudah SMA. Sehingga dia kerap harus membantu sang ibu dalam aspek biaya. Walhasil, ketika memasuki semester 7 dia memilih cuti karena tak sanggup lagi bayar biaya kuliah (UKT).
“Walaupun aku nyambi kerja, aku kuliah masih bisa jalan secara semestinya. Tugas-tugas selalu kukerjakan, pinjam laptop teman. Di semester 7 itu sebenarnya tinggal skripsi,” kata Ababil.
“Untungnya pas masa KKN itu ada Corona. Jadi tugas KKN-nya diganti, nggak turun ke desa-desa pelosok. Waktu itu aku sudah ketar-ketir. Kalau KKN, otomatis aku harus keluar kerja. Punya duit dari mana kan,” sambungnya.
Karena terus tak sanggup bayar UKT hingga semester 9, maka Ababil tak bisa ambil cuti lagi. Jatahnya cuma tiga kali cuti. Jika dia tak membayar UKT lagi, maka statusnya menjadi “DO”. Dan itulah jalan yang akhirnya dia pilih: DO.
Iri melihat teman sarjana…
Ababil akhirnya fokus bekerja demi menghasilkan pundi-pundi rupiah. Tentu ada perasaan iri, karena setiap tahun selalu ada teman-teman kuliahnya yang wisuda: menjadi sarjana.
Tentu nyesek sekali. Apalagi dia sebenarnya hanya tinggal skripsi. Tapi Ababil merasa tak berdaya dihantam keadaan.
“Tapi ya sudah lah. Jalan orang beda-beda. Mungkin jalanku sudah harus gini, DO pas tinggal skripsi,” ungkap Ababil.
Cerita ini Ababil bagikan dengan harapan: agar para pembaca, yang punya kemewahan bisa kuliah PTN atau PTS tanpa ketakutan soal biaya, tanpa tanggungan lain di rumah, bisa memaksimalkan kesempatan kuliah sebaik-baiknya.
“Kalau buat teman-teman yang senasib, kalian nggak sendiri. Di dunia ini memang nggak semua orang jadi pemenang. Ada juga wong kalahan seperti kita. Tapi kalau berjuang untuk orangtua, rasa-rasanya nggak perlu ada yang disesali,” tutup Ababil.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Balas Dendam usai Dapat Beasiswa S1 KIP Kuliah, Manjakan Diri Sendiri dan Abaikan Ortu yang Tak Pernah Beri Hidup Enak Sejak Kecil karena Pemalas atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












