Kebahagiaan Sementara Anak Buruh Lolos SNBP di UGM, Berganti Kekhawatiran Nyaris Gagal Kuliah karena Biaya

Ilustrasi tertekan biaya kuliah (Mojok.co)

Lolos UGM lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNPB) awalnya bahagia. Namun, risiko gagal kuliah karena persoalan biaya mengintai mereka yang berasal dari kalangan tak mampu.

SNBP merupakan jalur masuk PTN yang paling awal dibuka ketimbang Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) dan jalur mandiri. Pada 14-18 Februari 2024 mendatang, para calon mahasiswa yang lolos kuata sekolah sudah bisa melakukan pendaftaran SNBP.

Ada berbagai komponen yang membuat siswa bisa lolos SNBP. Mulai dari nilai rata-rata rapor selama SMA hingga portofolio bidang seni dan olahraga untuk program studi tertentu yang mensyaratkannya.

Saat calon mahasiswa lain sedang menjalani masa persiapan untuk SNBT dan ujian mandiri pada Maret 2024 mendatang, mereka yang lolos SNPB sudah bisa bernapas lega. Apalagi bagi yang berhasil masuk kampus terbaik Indonesia seperti UI, ITB, hingga UGM.

Namun, sebagian di antara yang lolos SNPB harus segera menyadari bahwa tantangan soal biaya menanti mereka. Kebahagiaan bisa masuk UGM beralih jadi kekhawatiran karena dapat biaya tinggi.

Pada 2023 lalu, Mojok mewawancarai sejumlah mahasiswa yang nyaris gagal kuliah karena terbentur UKT melampaui kemampuan keluarga mereka. Salah satunya Ani* (18), lulusan salah satu SMA negeri di Jogja ini sebelumnya resmi lolos di Fakultas Biologi UGM.

Lolos di pilihan pertamanya saat SNBP tentu membawa kebahagiaan bagi Ani dan keluarganya. Bapak dan ibunya yang merupakan pedagang sembako di pasar bisa bernafas lega, anak terakhir mereka akhirnya masuk ke jenjang pendidikan tinggi.

“Aku anak ketiga dan tiga bersaudara,” katanya saat Mojok hubungi Kamis (27/5).

bahagia lolos UGM via SNBP.MOJOK.CO
Suasana PPSMB UGM yang dinanti para calon mahasiswa (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Lolos SNBP tapi nyaris gagal kuliah di UGM

Awalnya lolos SNBP membuat Ani memperkirakan biaya kuliahnya tidak akan jauh dari kedua saudaranya. Kakak pertama Ani merupakan lulusan UGM sedangkan kakak keduanya berkuliah di UIN Sunan Kalijaga. Keduanya mendapat biaya UKT sebesar Rp3 jutaan.

Namun, yang terjadi, saat besaran UKT keluar, jumlahnya jauh dari bayangan Ani. Ia mendapatkan kategori UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 25% sebesar Rp9.225.000 per semester.

Sebagai informasi, pada tahun akademik 2023/2024, mahasiswa UGM sudah tidak mendapat UKT berdasarkan golongan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sistemnya berubah menjadi dua kategori yakni UKT Pendidikan Unggul dan UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Angka UKT itu membuat Ani kaget. Kedua orang tuanya pun langsung mengarahkan untuk mengajukan banding karena jumlah tersebut di luar kemampuan mereka.

Orang tua Ani membuka usaha di pasar dengan pendapatan yang menurut sang anak tak menentu. Saat mengisi kelengkapan administrasi ia mencantumkan pendapatan kedua orang tuanya sebesar Rp3 juta per bulan.

“Orang tua selain membiayai anak juga mengurus kakek dan nenek saya. Kebetulan kami masih satu rumah. UKT sebesar itu di luar kemampuan,” keluhnya.

Baca halaman selanjutnya…

Anak buruh dapat UKT Rp8 Juta, orang tua sempat minta mundur kuliah saja

Selain itu, ada kisah dari Zidni* (18) yang lolos SNBP di D4 Perbankan UGM pada 2024 lalu. Namun, kebahagiaan bisa masuk UGM hanya bertahan sebentar.

“Orang tua saya bekerja sebagai buruh. Saat pengumuman UKT keluar itu saya langsung disuruh mundur,” kenangnya.

Zidni mendapat biaya UKT sebesar Rp8.550.000 atau kategori Pendidikan Unggul Bersubsidi 25%.  Ketidakmampuan orang tua membuat perempuan ini bingung. Dulu ia mengaku sempat mendatangi guru BK sekolahnya untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan mundur dari kuliah.

“Kalau mengundurkan diri bisa berdampak buat adik kelas nanti. Guru BK memberi solusi supaya saya ikut banding dulu. Kalau misal UKT ga turun, saya diperbolehkan keluar,” ujarnya.

Banding UKT tidak sesuai harapan

Kedua mahasiswa yang kini sudah berkuliah di UGM itu sempat mengalami masa nyaris gagal kuliah. Ani saat itu gagal mendapat keringanan UKT setelah mengajukan lewat sistem. Ia juga telat mendapat informasi bahwa sebagian calon mahasiswa lain berhasil mendapat keringanan setelah langsung mendatangi fakultas.

Ani terbentur kondisi. Orang tuanya tak mampu untuk membayar biaya pertama kali. Perempuan ini pun akhirnya menguras tabungan yang telah ia kumpulkan sejak masih duduk di bangku SMP. Nominalnya sebesar Rp5,6 juta.

“Ya bagaimana, tidak ada jalan lagi. Pakai uang tabungan, sisanya orang tua menambahkan. Itu tabungan dari uang Lebaran sampai hadiah lomba saat SMA,” curhatnya.

Hal serupa juga dialami Zidni, saat itu ia berharap UKT-nya bisa turun menjadi subsidi 75% atau nominalnya menjadi Rp2.850.000. Baginya, itu angka paling rasional yang bisa orang tuanya bayarkan. Namun, ternyata hanya bisa turun menjadi kategori subsidi 50% atau Rp5.700.000.

Pada akhirnya, dengan segala keterbatasan mereka yang lolos SNPB ini tetap bisa berkuliah di UGM. Namun, perjuangan untuk mengajukan keringanan terus berlanjut. Baru awal kuliah, Ani langsung terpikir untuk mencari pekerjaan sampingan untuk meringankan beban orang tua. Sementara Zidni, beruntung meski UKT nya tidak turun namun ia mendapat KIP Kuliah pada November 2023 sehingga orang tuanya terbebas dari beban.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Cara Mereka Dapat IPK 4 di ITS hingga UGM, Awalnya Sulit Memahami Materi tapi Lulusnya Sempurna

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version