Cerita Mahasiswa UNY yang Hampir Menggadaikan Jiwanya pada Setan Demi Bisa Bayar UKT

Ilustrasi Cerita Mahasiswa UNY yang Datang ke Kuburan Demi Bisa Bayar UKT. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Seorang mahasiswa UNY hampir saja “menggadaikan” jiwanya ke setan demi bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Nggak jadi, karena bukannya dapat bocoran menang judi tapi sesuatu yang menghantuinya setiap malam. 

***

Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sedang menjalani libur akhir semester. Namun, alih-alih menikmati momen tersebut, para mahasiswa malah dipaksa berpusing ria karena harus menghadapi satu kenyataan bernama “bayar UKT” alias uang kuliah tunggal. Tak sedikit mahasiswa mengeluh karena besaran uang kuliah dianggap jauh melampaui kemampuan ekonomi keluarga mereka.

Berbagai upaya pun mereka ambil demi memastikan tetap bisa kuliah, setidaknya untuk satu semester mendatang. Ada yang rela ambil kerja sampingan, jualan barang-barang berharga, hingga melakukan upaya-upaya yang irasional dan ekstrim. Mojok sendiri menemui salah satu mahasiswa UNY yang mengaku hampir “menggadaikan” jiwanya ke iblis hanya agar bisa membayar UKT.

Sore itu, dua hari setelah pergantian tahun, saya menemui Arkan (21) di sebuah burjo di sekitaran Kuningan, dekat UNY. Sejak menjadi mahasiswa di Fakultas Bahasa, Seni dan Budaya (FBSB) UNY pada 2021 lalu, ia mengaku burjoan ini sudah jadi langganannya. Buat ukuran anak kos prasejahtera seperti dirinya, harga makanan di sini pas di kantong, katanya.

Mahasiswa UNY yang sudah lelah ngurus penurunan UKT

Saat itu, ia datang dengan kaos oblong, celana kolor pendek, dan sendal jepit–khas anak kost yang baru bangun tidur. Saat pertama sampai di burjo pun rokok eceran langsung jadi menu pembuka sebelum kami memesan masing-masing segelas kopi hitam.

Arkan adalah salah satu mahasiswa UNY yang begitu struggle dalam membayar UKT. Sebagai informasi, ia adalah mahasiswa jalur Seleksi Mandiri. Saat baru pertama masuk, ia sudah harus ditodong uang pangkal bernama Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Jumlahnya, masih ia anggap wajar, yakni Rp5 juta. Ia sebut wajar karena banyak teman-temannya yang membayar SPI Rp10 juta bahkan Rp50 juta.

Sementara untuk UKT, ia masuk Golongan V. Biaya yang harus ia bayar ke UNY pun sebesar Rp4.235.000 tiap semesternya. Bagi Arkan, ini adalah uang yang tidak sedikit. Apalagi keluarganya tengah mengalami masalah ekonomi–yang belum juga membaik sejak pandemi Covid-19 berakhir. Pernah sekali waktu ia mencoba menurunkan biaya UKT, tapi tetap tidak berhasil.

“Udah males ngurusin penurunan UKT. Dulu pernah nyoba dan enggak berhasil, padahal syarat ribet,” katanya, Selasa (2/1/2023). Dari tutur katanya, celoteh lucu dan jokes garing masih sering ia lontarkan. Namun, itu tak bisa menutupi sorot matanya yang penuh rasa cemas sebab sebentar lagi orangtuanya harus kembali merogoh kocek empat juta lebih.

“Palingan besok itu bakal dijual murah biar tetep kuliah,” ujarnya dengan tawa kecil seraya menunjuk motor matic 150 cc miliknya yang terparkir di depan burjo.

Banyak hal dilakukan demi bertahan hidup dan UKT

Kedua orang tua Arkan bekerja di pasar. Bapaknya sebagai tukang jahit, dan ibunya punya warung makan kecil-kecilan. Sayangnya ketika pandemi Covid-19 melanda, bisnis keluarganya ambruk. Lapak orang tuanya sepi dan dan minim penghasilan masuk. 

Namun, mereka tetap harus mati-matian buat bayar uang sewa ruko. Akhirnya, saat Arkan masuk kuliah, ayahnya “pensiun” jadi tukang jahit demi mengurangi beban sewa ruko. Ia pun fokus membantu istrinya mengelola rumah makan di pasar.

“Tapi itu enggak terlalu signifikan penghasilannya. Enggak kayak dulu. Sekarang mah sepi banget warungnya,” kata Arkan.

Sadar kondisi ekonomi keluarganya sedang tak baik-baik saja, Arkan berusaha prihatin. Sejak mulai kuliah, ia sudah menerawang beberapa side job yang kira-kira bisa dirinya kerjaan sambil kuliah. Sayangnya, kesibukannya sebagai mahasiswa baru bikin ia nggak bisa kuliah sambil kerja. Alhasil, dirinya kerap berpuasa karena sadar uang saku yang diberikan orang tua harus ia bikin sehemat mungkin.

“Pas masih baru di Jogja seringnya puasa Daud biar hemat. Tapi jatuhnya tetap aja masih boros. Ada-ada aja pengeluaran di luar makan,” kata dia.

Barulah di penghujung semester kedua Arkan bisa mulai bekerja. Tiap sore hingga malam, ia bekerja di sebuah kedai makan yang berlokasi di salah satu mal di Jalan Laksda Adisucipto. Kata dia, kalau sekadar untuk menutup makan sehari-sehari, penghasilannya cukup. Jadi orang tua tinggal memikirkan membayar uang kos saja sebesar Rp500 ribu per bulannya.

Cukup lama Arkan bekerja di kedai makan tersebut. Baru sekitar dua bulan lalu ia memutuskan berhenti. Malahan kepada saya, Arkan mengaku bisa kembali kapan saja ke tempat kerjanya itu karena memang sudah akrab dengan bos dan karyawan yang lain.

“Tapi aku putusin pindah kerja aja. Mau fokus kembangin bisnis bareng temen,” kata Arkan yang masih merahasiakan bisnis yang ia maksud kepada saya.

Mulai terjebak lingkaran setan judi online

Meski secara finansial “cukup membaik” setelah mulai bekerja, Arkan mengaku tetap ada pengaruh buruk yang ia terima di lingkungan kerjanya. Kata dia, hampir semua karyawan yang ia kenal main judi online. Ada yang slot, judi bola, hingga bermain nomor togel. Awalnya ia tak terpengaruh. Namun, lama-lama ia tergoda juga tatkala mendengar cerita teman-temannya yang habis menang judi.

Akhirnya, mulailah Arkan coba-coba. Semua jenis permainan judi ia jajal. Arkan mengaku, dalam sehari ia bisa menghabiskan Rp25 ribu sampai Rp50 ribu hanya untuk main judi.

“Kalah, kalah, kalah, tapi sekalinya menang serasa nagih gitu,” kata Arkan menceritakan sensasi yang ia rasakan saat pertama mencoba main judi.

Kepada saya, Arkan juga mengaku sadar betul kalau sebenarnya ia kalah banyak tiap harinya. Namun, tetap saja di hari berikutnya tetap main judi online dengan harapan bisa balikin modal kekalahannya kemarin. Begitu saja terus sampai di titik Arkan berani memainkan nominal yang lebih besar.

“Mulai berani deposit Rp100 ribuan, pernah juga Rp500 ribuan,” ujar mahasiswa UNY ini. Gajinya per bulan kerap hanya mampir beberapa hari saja karena habis buat judi. Begitu pun laptopnya yang sering keluar masuk pegadaian buat menutup kekalahan. Pendeknya, kehidupan Arkan yang mulai membaik tadi kembali ke titik yang malah lebih rendah. Utang sedikit demi sedikit juga mulai melilitnya.

Baca halaman selanjutnya…

Coba-coba cari nomor togel di Kuburan

Coba-coba cari nomor togel di kuburan

Pada titik tersebut, akal sehat Arkan mulai terguncang. Apalagi saat itu kurang dari sebulan ia harus membayar UKT. Sebelumnya ia telah sesumbar kepada orang tuanya kalau mereka cukup membayar setengahnya saja. Sebab, setengahnya lagi sudah ia punya hasil dari menabung. Namun, semua juga tahu kalau itu sebenarnya bualan saja. Jangankan tabungan, laptop saja sudah lenyap karena judi.

Ilustrasi pohon tua di kuburan MOJOK.CO
Ilustrasi pohon tua di kuburan. (Photo by Rob Martin on Unsplash.jpg)

Dalam situasi terdesak itu, teman kerjanya menyarankan Arkan buat “minta nomor” ke tempat keramat. Konon, temannya itu sudah membuktikan. Menurut cerita yang dituturkan kepadanya, pada malam hari temannya cari nomor ke salah satu tempat keramat. Keesokannya teman Arkan itu beli nomor togel di salah satu situs judi dan menang tiga angka. Duit puluhan juta pun temannya dapatkan.

“Namanya aja orang kepepet, ya cara-cara aneh pasti bakalan diambil lah,” ujarnya sambil terkekeh saat saya menanyainya mengapa ia dengan mudahnya percaya dengan testimoni seperti itu.

Tak butuh waktu lama buat Arkan mengambil langkah-langkah ekstrim tadi. Selepas gajian, ia sudah membulatkan tekad “menginvestasikan” setengah bayarannya buat beli nomor togel. Benar saja, ia datang ke salah satu makam tua di wilayah Kotagede yang konon keramat. 

Ritualnya sederhana, kata dia, “saya kulonuwun ke salah satu makam. Nah, teman saya sudah mencatatkan sejenis mantra bahasa Jawa yang harus saya ucapkan di depan makam. Setelah mengucap mantra, saya harus menghembuskan asap rokok sebanyak tiga kali dan meninggalkan putungnya di depan makam.”

Ritual itu ia lakukan begitu cepat. Hanya dalam hitungan menit. Konon, setelah Arkan kembali, “si penunggu” makam bakal menghabiskan rokok tadi dan menjawab permintaan Arkan melalui mimpi. Makanya, sebelum tidur Arkan sudah siap-siap dengan “mukjizat” yang bakal ia dapat.

“Kalau dipikir-pikir, konyol sih,” ujarnya tertawa lepas mengingat-ingat kejadian itu.

Malah merasa jiwanya terancam

Malam itu dengan sangat percaya diri Arkan sudah berhitung berapa uang yang akan ia hasilkan. Malah ia sudah mulai merencanakan; sekian juta untuk bayar UKT, sekian juta untuk dikirim ke orang tua, sekian juta untuk beli laptop, dan sebagainya. Sayangnya, malam itu Arkan malah terus terjaga. Ia tidak bisa tidur karena akunya, “dirinya terlalu excited”. Alhasil, ia baru tertidur menjelang subuh dan tidak bermimpi apa-apa hari itu.

Namun, Arkan tetap merasa lega sebab temannya bilang kalau mimpi bakal datang di malam-malam berikutnya.

“Pokoknya aku disuruh nunggu aja sampai muncul mimpinya,” kata dia.

Bukan mimpi dapat nomor togel, ia malah bermimpi aneh-aneh di malam-malam berikutnya. Mimpi buruk terus ia alami hampir setiap malam. Bahkan Arkan mengaku sering terbangun di tengah malam saking mencekamnya mimpi yang ia alami. Meski temannya menyuruhnya untuk tetap tenang, Arkan tetap ketakutan. Sebab, berdasarkan tulisan-tulisan yang ia dapat di internet, kalau ritual gagal bisa jadi “si penunggu” tadi malah mengincar kita.

“Takut banget pokoknya. Gimana coba kalau ada iblis ngambil jiwaku pas lagi tidur? Kan bisa aja ‘kan?”

Nggak jadi pertaruhkan gaji, malah kapok main judi

Ia pun mengurungkan niatnya untuk berjudi dengan separuh gajinya tadi. Sejak saat itu juga, intensitasnya main judi online juga mulai berkurang. Ia juga berpikir kalau jangan-jangan itu teguran padanya untuk berhenti berjudi. Rutinitas toxic itu mulai secara perlahan mulai ia tinggalkan.

Arkan menyebut, pada waktu itu orang tuanya tetap membayar UKT-nya secara full. Ada perasaan bersalah yang ia rasakan kala itu.  Ia pun memilih untuk tak menceritakan apa yang ia alami kepada orang tuanya. Selain merasa malu, Arkan juga tak ingin bikin orang tuanya malah kecewa.

Alhasil, kehidupan “prihatin” seperti saat awal masuk kuliah pun kembali ia jalani hingga sekarang.

Saya, secara iseng, sebenarnya meminta Arkan untuk menunjukkan cara ritual tadi secara langsung. Rencananya, nanti kita berdua akan datang ke tempat keramat tersebut dan Arkan hanya perlu “merekonstruksi” kejadiannya. Namun, ia menolaknya.

“Saya kapok, Mas,” tegasnya mengakhiri obrolan kami dengan tawa yang tak tertahankan.

Masalah UKT UNY memang selalu pelik

Problem seputar UKT UNY memang terus menjadi bola panas. Arkan, hanya satu dari banyaknya mahasiswa UNY yang mungkin juga melakukan tindakan-tindakan irasional agar bisa tetap berkuliah–terlepas dari tabiat Arkan yang memang terjebak lingkaran judi online. Di luar Arkan, total ada 97 persen mahasiswa UNY yang keberatan dengan besaran UKT pada 2023 lalu, menurut survei kolektif UNY Bergerak dan LPM Ekspresi.

Alhasil, banyak orang tua pun melakukan banyak cara agar anaknya tetap bisa kuliah. Mulai menjual satu-satunya sapi miliknya, utang ke bank, hingga memutuskan cuti karena tak bisa bayar uang kuliah. Sejak beberapa tahun terakhir, tuntutan agar UKT diturunkan terus disuarakan oleh mahasiswa UNY.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version