Jalan Tunjungan Surabaya bisa dibilang adalah “senjata” pariwisata yang Surabaya miliki. Tapi, banyak ikon yang makin hari makin tak diminati, dan Tunjungan adalah salah satunya.
***
Tiap kota besar punya satu landmark yang jadi top of mind. Jogja punya Malioboro, Semarang punya Simpang Lima, Jakarta punya Monas, dan Surabaya punya Jalan Tunjungan. Tapi, tak semuanya punya kesan positif bagi para orang-orang yang berkunjung ke sana. Malioboro dianggap sumpek, Monas punya masalahnya sendiri, dan Tunjungan dianggap overrated.
Dito (22), mahasiswa PTN Surabaya adalah salah satu orang yang dengan mantap bilang, Jalan Tunjungan itu overrated. Baginya, tak ada yang spesial-spesial amat dari Tunjungan. Ya, kalau cuma mencari city light sih di tempat lain juga ada, nggak harus di Tunjungan. Misalnya, di Jalan Darmo atau Jalan Diponegoro. Kalau mau jalan-jalan di sana juga sebenernya bisa, city light-nya dapet, dan nggak serame itu.
Prasta (23), mahasiswa PTN Surabaya asal Jember juga sependapat dengan Dito. Tunjungan baginya overrated, nggak menarik, dan mengkhianati branding yang mereka buat sendiri.
“Soalnya branding Jalan Tunjungan kan buat jalan-jalan. Makane itu ada lagu ‘Rek ayo rek mlaku-mlaku nang Tunjungan’. Masalahnya, fasilitas di sana itu nggak menunjang buat aktivitas jalan-jalan.”
Oleh karena itu, Prasta mengaku tak pernah mau diajak lagi main ke sana. Ekspektasinya runtuh setelah melihat Tunjungan yang “halah mung ngene tok”. Penataan yang nggak bagus, kelewat ramai karena jalan utama, plus parkir yang semrawut bikin Jalan Tunjungan Surabaya sama sekali nggak menarik.
“Menurutku, orang-orang yang ke sana bukan untuk jalan-jalan, tapi ya karena FOMO aja. Dan, FOMO ini merusak suasana. Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir, banyak kafe yang buka di sana. Soalnya target marketnya ya itu, orang-orang FOMO yang ke Tunjungan.”
Tapi, Prasta juga tak bisa menyalahkan hal tersebut, mengingat lokasi untuk anak muda berkumpul di Surabaya itu begitu minim.
Liburan yang menyebalkan
Ahmad (21), mahasiswa asli Surabaya punya pendapat yang agak berbeda. Dia sependapat dengan Dito dan Prasta, hanya saja dia masih sering main ke Tunjungan untuk cangkrukan. Budaya cangkrukan arek Jawa Timur memang kuat. Apa pun kesibukannya, mereka tetap menyempatkan waktu untuk cangkrukan.
Kenapa Ahmad masih cangkrukan di Tunjungan, alasannya adalah sebenarnya Tunjungan ini nggak separah itu. baginya memang overrated, tapi ada hal yang memang bikin betah di sana. Seperti contoh, pemandangan malem yang memang bagus.
Yang jadi masalah adalah, Tunjungan jadi penuh manusia saat weekend atau masa liburan. Saat itulah nongkrong di Tunjungan jadi nggak menarik, malah baiknya dihindari. Terlebih banyak konten review kafe di Tunjungan yang bikin orang-orang makin tertarik ke sana.
“Makanya orang-orang kalau ke sana itu bajunya mesti apik-apik, kan, Mas. Ya, soalnya mereka butuh buat foto-fotonya itu.”
Baca halaman selanjutnya
Solusi untuk Jalan Tunjungan Surabaya
Jalan Tunjungan Surabaya punya masalah yang bisa dibilang mirip Malioboro Jogja. Kelewat ramai, dan ternyata biasa saja. Sudah banyak yang speakup tentang Malioboro, beserta solusinya. Dito, Prasta, dan Ahmad pun punya saran agar Tunjungan lebih mendingan.
Prasta dan Ahmad menuding parkir adalah salah satu hal yang harus dibenahi agar Tunjungan jadi lebih nyaman. Bagi Prasta dan Ahmad, masalah ini dari dulu nggak pernah kelar, dan banyak. Sebagai contoh, masalah parkir liar yang tak pernah kelar serta penempatan parkir yang ada di pinggir jalan. Ini tentu bikin Tunjungan makin semrawut, mengingat Tunjungan adalah jalan utama.
“Di Tunjungan juga banyak parkir liar. Padahal, sudah sering ditertibkan pemkot, tapi ya pasti berakhir rusuh. Misalnya, beberapa minggu lalu, itu ada penertiban parkir liar di sana, tapi rusuh karena tukang parkirnya nggak terima,” ungkap Prasta.
Bagi Dito, yang harusnya diperhatikan adalah pengelolaannya. Dito menjelaskan, pengelolaan yang jelas bisa bikin Tunjungan lebih proper nantinya. Sebab, Dito merasa bingung melihat Tunjungan yang dibilang tempat wisata kok kayak bukan, tapi kalau bukan tempat wisata, kok ya rame.
“Jalan Tunjungan ini menurutku statusnya nggak jelas. Mau dibilang tempat wisata, tapi pemkot juga kayak lepas tangan. Tapi, kalau dibilang jalan umum juga dipake buat destinasi wisata buat orang-orang. Makanya perlu pengelolaan yang serius dari pemkot. Pengelolaan ini nanti ya ujungnya juga ke penyediaan fasilitas macam lahan parkir, tempat duduk, dan semacamnya,” ungkap Dito.
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Jalan Tunjungan, Ikon Kota Surabaya yang Semakin Tidak Ramah Wisatawan
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.