Imah Babaturan, Warung Kopi Plus-plus Penjaja Kenikmatan di Kota Kembang

Warung kopi Imah Babaturan Mojok.co

Warung kopi Imah Babaturan. (Hengky Sulaksono/Mojok.co)

Warung Kopi Imah Babaturan bukanlah tempat ngopi biasa. Ia menjajakan ragam rupa kenikmatan yang tidak hanya berasa pahit, asam, kecut, dan manis. Ada kehangatan yang ditawarkan bagi para pemburu kenikmatan di Kota Kembang.

***

Bandung sedang dingin belakangan ini. Hujan yang rutin mengguyur, membuat tubuh kota ini basah dan lembap. Banyak di antara para penghuninya yang mencari-cari kenikmatan: jenis kenikmatan yang menghangatkan, penuh hasrat dan gairah, serta memberi efek segar di sekujur badan.

Setiap orang punya caranya masing-masing. Ada yang bisa menuntaskan perkara kenikmatan ini di rumah, kamar kos, hotel, kantor, atau warung kopi plus-plus yang berada di salah satu sudut Kota Bandung.

Ya, kamu bisa menjajal pengalaman bersentuhan dengan kenikmatan ini di warung kopi plus-plus.

Sebut saja Warung Kopi Imah Babaturan. Itu memang nama sebenarnya. Warung kopi ini ada di sekitar pusat kota dan agak tersembunyi. Letaknya di sebuah kompleks belakang mall Balubur Town Square (Baltos), Alamat tepatnya: Jalan Kebon Bibit Nomor 3, Tamansari.

Suasana hangat langsung terasa saat kamu menyambangi tempat ini. Rasanya seakan familiar, seperti mengunjungi rumah kawan. Dalam Bahasa Indonesia, Imah Babaturan sepadan artinya dengan rumah kawan.

Begitulah memang konsep warung kopi plus-plus ini. Dirancang agar para tamu betah dan tak canggung laiknya mengunjungi rumah kawan yang sudah kamu kenal. Anggap saja pelayan sebagai kawan pemilik rumah. Kamu hanya perlu berterus terang, mengatakan barang nikmat apa yang kamu butuhkan. Tak perlu canggung.

Bangunannya sederhana, hanya ada dapur, kasir dan deretan tempat duduk di beranda dan ruang tamu. Jumlah mejanya tak mencapai 20. Bangkunya lebih banyak. Ada yang mirip bangku sekolahan di bagian beranda, ada juga tempat duduk yang lebih modern di bagian ruang tamu.

Bila kamu merokok, tempat duduknya di bagian beranda. Di bagian dalam suasananya lebih kalem dan estetik, tapi kamu tidak bisa membakar tembakau di sana.

Kamu bisa menikmati secangkir kopi tubruk atau Vietnam drip, lalu menyesap satu dua batang kretek sebelum pesanan intimu dihidangkan. Dalam hitungan menit, apa yang kamu inginkan akan datang. Diantar pelayan ke depan meja.

Wanginya menggoda. Bentuknya apalagi, nampak padat dan sintal, empuk sekaligus kenyal. Ia telah dilumuri minyak, dibalur berlapis-lapis rias penyedap sehingga kamu tak sabar untuk segera melumatnya.

Itulah tongseng kambing, salah satu menu andalan di kedai ini. Gumpalan daging itu terasa nikmat sejak gigitan pertama hingga seruputan kuah terakhir. Paling nikmat, tongseng kambing ini disantap dengan sepiring nasi, atau dua piring bila kamu merasa lapar berat.

Tongseng kambing, menu favorit ‘warung kopi plus-plus’ Imah Babaturan (Dok. Warung Kopi Imah Babaturan).

Bahan-bahan tongseng kambing ini terdiri dari daging kambing, kol, rawit, tomat, bawang merah, bawang putih, kemiri, kapulaga, cengkih, kayu manis, lada, daun jeruk, santan, sereh, jahe, lengkuas, cabai merah, kunyit, dan bumbu penyedap. Bahan-bahan itu dimasak di dalam kuali besar, diaduk agar bumbu meresap dan warna merata, hingga tekstur daging menjadi empuk dan siap disajikan.

Tongseng kambing jadi primadona

“Tongseng kambing ini memang jadi salah satu menu andalan Imah Babaturan,” kata Mohammad Nurul Huda, pengelola Warung Kopi Imah Babaturan, saat berbincang dengan Mojok di kedainya, Senin, 27 Desember 2021.

Sajian ini sudah ada sejak Imah Babaturan berdiri. Rasanya tak pernah berubah. Takaran bahan dan tata cara memasaknya tetap terjaga. Sejak pertama kali Imah Babaturan dibuka, tongseng kambing sudah menjadi salah satu hidangan yang paling digemari.

Inspirasi menu tongseng kambing ini datang dari Ibunda Uyul—sapaan akrab Mohammad Nurul Huda. Saat ia SMA, ibunya membuka warung tongseng dan gulai kambing di Bogor, kampung halaman Uyul.

Uyul kemudian pindah ke Bandung. Dia berkuliah, kerja, dan menetap di kota ini. Ia membawa serta Mbak Mitun, asisten rumah tangga yang setia membantu keluarganya. Mbak Mitun ini punya peran besar buat Uyul dan Imah Babaturan. Dialah penguasa dapur Imah Babaturan yang mengemban peran sebagai orkestrator sekaligus mentor bari para koki Imah Babaturan.

Saat sudah bekerja, Uyul yang gemar menjalin perkawanan kerap mengundang rekan-rekannya untuk bertandang ke rumah. Dalam setiap kunjungan, ia selalu menyuguhi para tamunya dengan masakan rumah. Kokinya adalah Mbak Mitun, sedangkan resepnya berasal dari Ibunda Uyul.

Tongseng kambing menjadi salah satu menu jamuan andalan. Saban disuguhkan, racikan kaya rempah yang bersantan itu selalu ludes tak tersisa. Pikirannya saat itu: bila kawan-kawannya keranjingan, boleh jadi banyak orang di luar sana juga akan merasakan hal yang serupa.

Beruntung pikiran itu tak mengendap terlalu lama di kepala Uyul. Setelah cukup yakin dengan cita rasa ragam rupa masakan Mbak Mitun, Uyul memutuskan untuk membuka Warung Kopi Imah Babaturan pada Oktober 2015. Supaya fokus, ia juga tak segan meninggalkan pekerjaan tetapnya kala itu.

Darah bisnis memang telah mengalir deras di tubuh pria yang kini berusia kepala empat ini. Sebelum Imah Babaturan, ia telah beberapa kali meniti karir usaha. “Tapi selalu gagal,” kata dia.

Uyul saat bercerita tentang Imah Babaturan (Hengky Sulaksono/Mojok.co).

Beragam usaha telah ia lakoni terutama saat berkuliah, seperti membuka warnet, rental PS, sewa mobil, jualan mi ayam hingga bakso. Jauh sebelumnya, saat SD, Uyul sudah membantu ibunya berjualan, dengan menitipkan pisang goreng dan pisang molen di kantin sekolah.

Karenanya, gagasan untuk memasarkan masakan rumahan ini bisa mewujud di tangan Uyul. Gulai dan tongseng yang semula hanya bisa dicecap segelintir orang, kini bisa dinikmati semua kalangan. Keduanya mengiringi kelahiran kedai kopi plus-plus ini, dan tetap menjadi menu andalan yang membuat dapur Imah Babaturan tetap ngebul sampai hari ini.

Sebuah warisan cita rasa dan kasih sayang Ibunda yang menjadi ladang rezeki bagi putra tercinta.

Tongseng kambing menjadi salah satu menu rekomendasi di Imah Babaturan. Berapa jumlah penggemarnya, jangan ditanya. Salah satunya adalah Nur Khansa (28), ia mengaku sangat menyukai hidangan tongseng kambing bikinan Imah Babaturan.

“Saya sangat suka sama tongseng kambingnya. Enak banget. Saya belum pernah nemuin tongseng kambing seenak ini di Bandung,” ujar Khansa. Dia memang belum pernah mencoba semua tongseng kambing yang ada di Bandung. Sangat boleh jadi ada tongseng kambing lain yang lebih enak. Lagi pula, perkara selera, semua orang boleh menjadi seorang liberal. Menurut Khansa, ragam hidangan di Imah Babaturan memang “istimewa.”

Warung kopi dengan ragam makanan yang menggoda

Letak keistimewaan Warung Kopi Imah Babaturan tertakar bila dibandingkan dengan kedai-kedai kopi lain yang menjamur di setiap sudut Kota Bandung. Banyak di antaranya yang hanya menjual makanan ringan sebagai teman ngopi. Ada juga yang menjual sekalian dengan makanan berat, namun bilangannya biasa saja atau bahkan asal ada. Tak sedikit pula yang hanya menjual kopi, karena memang begitulah konsep mula coffee shop tulen. Imah Babaturan memang beda. Walau mendaku sebagai warung kopi, sajian pelengkapnya lebih banyak dan lebih menggoda.

Kopi Tubruk (Dok. Warung Kopi Imah Babaturan).

Sebagai gambaran, menu sajian kopi di kedai ini masih bisa dihitung jari, antara lain kopi tubruk, kopi mandor, kopi susu panas, es kopi susu, es kopi hitam dan es latte. Sedangkan menu makan dan kudapannya sudah tak bisa lagi dihitung menggunakan seluruh jari tangan dan kaki. Di luar tongseng dan gulai kambing, ada tongseng dan gulai sapi, nasi goreng kambing, tongseng ayam kampung, soto ayam, sop ayam, oseng sapi, bubur lodeh, nasi cumi cabe ijo, sate sapi goreng, tempe mendoan, peyeum goreng, pisang goreng, ketan kelapa, roti oma, roti maryam, dan masih banyak lagi.

Oseng-osengan dan daging-dagingan mendominasi. Bersantan, pedas, dan kaya rempah.

Suasana warung kopi ini juga sangat santai, tidak seperti coffee shop atau kafe bernuansa fancy yang banyak ditemui. Kamu datang dengan sandal jepit, kolor kendor dan kaos bladus pun tak akan merasa terintimidasi. Kamu juga bisa bolak-balik mengambil kerupuk dari dalam kaleng-kaleng belek yang tergantung di dinding. Jika merasa haus, kamu bisa mengisi ulang air minum dengan modal lima ribu perak.

Daging kambing yang menjadi salah satu bahan inti dalam menu-menu Imah Babaturan (Dok. Warung Kopi Imah Babaturan).

“Tempatnya enak buat makan siang kalau laper. Karena ada banyak makanan berat ala rumahan yang Indonesia banget. Rasanya juga enak dan bikin nyaman,” ujar Khansa.

Betul belaka apa yang dikatakan Khansa. Jam makan siang menjadi salah satu waktu paling sibuk di kedai ini. Para pekerja yang mendapat jatah istirahat tak sungkan menempuh jarak di tengah terik, demi memuaskan hasrat dan dahaga bersantap nikmat. Para pekerja, memang menjadi salah satu target pasar utama Imah Babaturan.

Kantong para pekerja yang lebih lentur dan toleran terhadap pengeluaran menjadi alasannya. Menu di Imah Babaturan boleh dibilang tidak murah dan tidak juga mahal. Tongseng kambing misalnya, bisa diperoleh dengan harga 40 ribu/porsi, gulai kambing 30 ribu, kopi-kopian hampir rata di angka 15 ribu. Ada juga yang lebih bersahabat, seperti bubur lodeh dan lontong sayur seharga 15 ribu, serta banyak ragam rupa kudapan teman ngopi yang dihargai di bawah 10 ribu.

Harga yang terbilang wajar lantaran kualitas dan cita rasanya yang terjaga. Bila kamu adalah mahasiswa kere atau karyawan bergaji di atas/bawah UMR tipis-tipis, bisa saja sesekali menjajal hidangan di tempat. Asal jangan setiap hari kalau tak ingin kantongmu kembang-kempis, serta terjauh dari risiko kolesterol dan asam urat.

Suasana Imah Babaturan (Dok. Warung Kopi Imah Babaturan).

Uyul bertutur, menu yang dijajakan di Imah Babaturan tidak mencakup seluruh menu rumahan yang dimiliki keluarganya. Masih ada beberapa menu santap keluarga lainnya yang urung dipasarkan. Alasannya, Uyul tak yakin bila semua orang bakal suka. Soal ini, Uyul punya model kurasi tersendiri untuk memilih mana makanan yang bisa dipasarkan dan mana yang tidak atau belum saatnya.

Bila telah yakin akan cita rasa masakan, Uyul akan mencoba memasarkan dengan menjadikannya sebagai menu mingguan Imah Babaturan. Saat awal Warung Kopi Imah Babaturan dibuka, menu mingguan ini muncul saban hari Jumat hingga Minggu. Intensitasnya bertambah seiring berjalannya waktu. Kini, menu mingguan yang juga menjadi ajang tes pasar ini disajikan satu pekan penuh, dimulai pada Kamis hingga Jumat pekan setelahnya.

Kalau sudah menghasilkan penjualan yang terbilang konstan, menu mingguan akan diangkat menjadi menu reguler. Salah satu contoh sukses tes pasar pada menu mingguan ini adalah cumi cabe ijo. Bahan pokoknya menggunakan cumi segar, bukan cumi asin seperti yang biasa dijumpai dalam oseng cumi kebanyakan. Menu ini mulai dipasarkan pada tahun kedua Imah Babaturan beroperasi. Pada tahun ketiga, statusnya naik derajat menjadi menu reguler. Cumi cabe ijo kini menjadi salah satu menu paling laris alias best seller.

Cumi cabe ijo, alumni menu mingguan yang kini menjadi best seller (Dok. Warung Kopi Imah Babaturan).

Walaupun begitu, tidak semua menu mingguan yang laris bisa naik derajatnya menjadi menu reguler. Masih ada menu yang setia nangkring di papan menu mingguan. Padahal, kriteria naik promosi sudah terpenuhi. Alasannya, menurut Uyul, karena proses membuatnya cukup repot.

Siasat tes pasar Uyul terbilang ampuh dalam meningkatkan variasi menu. Saat ini, terdapat lebih dari 50-an menu dari semula di bawah 10 saat awal warung kopi berdiri. Seiring pertambahan menu, pundi-pundi pendapatan pun ikut terangkat. Begitu juga jumlah lapangan kerja yang dibuka. Kini, sudah ada 19 pekerja dari lima pekerja saat awal mula.

Siasat hadapi pandemi dengan inovasi

Para pekerja ini diakui Uyul punya kontribusi besar dalam membesarkan usahanya. Karena itu, ia tak mau memalingkan badan tatkala mereka dilanda kesusahan. Saat pagebluk mengamuk, Uyul membikin jaring pengaman untuk menyelamatkan pekerja. Kala itu, ia memberi opsi-opsi terbuka kepada mereka, yaitu mundur teratur dengan jaminan setumpuk uang bekal, beroperasi setengah-setengah dengan gaji yang dipangkas setengah, atau tetap nekat berjualan seperti biasa. Para pekerja bulat bersuara memilih opsi paling akhir.

“Saat itu, saya bilang ke istri, Bu, tahun ini (2020) fokus bisnis kita bukan mencari untung, tapi gimana caranya supaya anak-anak tetap bisa bekerja dengan tanpa pemotongan hak sedikit pun,” Uyul bercerita. Istrinya setuju. Pekerja tetap bekerja, Imah Babaturan beroperasi hingga hari ini.

Uyul nampak sudah lelah bercerita tentang keluh kesah. Ia yakin bahwa semua orang ikut terimbas pandemi. Dia lebih tertarik membagikan kisahnya tentang siasat inovasi. Pada masa awal mula wabah melanda, Uyul mengemas sebuah paket promo yang juga punya motif membantu sesama. Promonya, Imah Babaturan memberikan bantuan barang dan bahan pokok kepada para pengemudi ojol yang mengantarkan pesanan. Para konsumen diajak untuk terlibat dengan membeli produk Imah Babaturan. Setiap sekali antaran pesanan dari pembeli Imah Babaturan, mereka dianggap telah ikut berkontribusi untuk menyediakan bala bantuan.

“Itu berjalan sekitar tiga empat bulan di awal pandemi. Alhamdulillah rata-rata pesanan yang masuk ada 30 sampai 50-an per hari,” kisah Uyul. Bantuan yang diberikan saat itu berupa alat prokes dan rupa-rupa kebutuhan pokok. Seluruh bea yang dikeluarkan berasal dari kocek warung kopi.

Pada gelombang paceklik selanjutnya, antara Juni-Juli 2021, Uyul juga menggaungkan kampanye jajan jajanan teman. Polanya begini: dia mengunggah ajakan untuk membeli jajanan teman di akun Instagram Imah Babaturan. Unggahan itu berisi foto produk, dengan diberi keterangan bahwa itu adalah barang jualan teman. Ia lantas mengajak agar audiens melakukan hal yang sama. Sejumlah teman Uyul yang terpapar kampanye, mengiyakan ajakan Uyul dengan memesan makanan dan minuman dari kedainya.

Ragam siasat ini bukan barang baru di Imah Babaturan. Pandemi juga membuat Uyul menelurkan inovasi dengan menjual makanan beku. Selain itu, Uyul rajin terlibat kolaborasi bersama sejawat penjaja rasa, dengan mengawinkan dan memodifikasi produk, serta melakukan pemasaran silang tempat. Kata Uyul, itu merupakan bagian dari siasat tes pasar sekaligus upaya memperkuat pertalian dengan sesama pelaku usaha.

Perkara meramu taktik ini memang sudah menjadi hobi Uyul. Walau begitu, dia belum memikirkan jurus-jurus apa lagi yang bakal ia keluarkan dalam waktu dekat. Kondisi bisnis saat ini lumayan bagus dan Uyul ingin menghela napas terlebih dahulu. Yang pasti, dia tetap membuka diri terhadap berbagai kemungkinan. Bagi Uyul, sikap terbuka adalah harga mati. Penyesuaian harus selalu diupayakan, sebab kekakuan bisa menjadi perantara sakratulmaut.

Bila ada yang kesetiaan yang masih dipegang Uyul, itu adalah kesetiaan terhadap resep warisan Ibunda.

BACA JUGA Fotografi Miniatur: Bonanza Memotret Objek Mini yang Hasilkan Cuan dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.  

Reporter : Hengky Sulaksono
Editor : Purnawan Setyo Adi

Exit mobile version