Bicara rumah di Jogja, pasti akan diikuti respons yang tak bisa dibilang menyenangkan. Banyak yang bilang harga rumah di Jogja mahal, mahalnya nggak ngotak, atau sejenisnya. Hal ini tentu jadi ironi, mengingat Jogja adalah salah satu kota yang kerap diimpikan banyak orang untuk ditinggali.
Hanya saja, hukum supply and demand berlaku. Yang ingin tinggal di Jogja ratusan ribu, sedangkan properti yang tersedia jelas tak cukup. Meski tak bisa dibilang kecil, tapi Daerah Istimewa Yogyakarta tak bisa juga dibilang wilayah yang besar. Artinya, luas lahan yang ada pun tak akan mencukupi keinginan banyak orang, sedangkan banyak lahan sudah terpakai.
Tapi di beberapa kesempatan, saya masih mendengar banyak orang tak tahu secara jelas sebenarnya semahal apa harga rumah di Jogja. Dan dalam kesempatan ini, saya coba memberi gambaran jelas terkait hal ini.
Kebetulan, saya tergabung di salah satu grup WhatsApp makelar rumah di Yogyakarta. Dalam grup tersebut, ada banyak properti yang diiklankan, lengkap dengan detil luas tanah, foto, kontak pemilik, serta harga yang diinginkan.
Sebenarnya yang dijual di grup tersebut tak hanya rumah. Ada kos-kosan, tanah, bahkan tanah beserta kandang pun ada. Kebetulan, tanah yang diiklankan itu juga dipakai usaha ternak ayam, jadi, dijual sekalian. Bahkan tak hanya menjual tanah yang ada di DIY, luar kota pun ada.
Saya beri gambaran berapa harga rumah yang ada di dalam grup tersebut.
Ada salah satu iklan rumah dijual di Sewon, Bantul. Rumahnya terdiri dari 2 lantai, 3 kamar tidur, dan aksesnya lumayan. Harga jualnya sekitar 265 juta nego. Jujur saja, bagi saya murah, terlebih untuk harga Jogja. Tapi, jika kalian kerjanya misal di Kaliurang atas, ya jauh jadinya.
Harga tanah di Kaliurang
Contoh kedua yang saya mau beri adalah harga tanah. Betul, tidak spesifik rumah, tapi andaikan kalian ingin informasi harga rumah di Jogja, harga tanah tetaplah harus kalian pertimbangkan.
Ada iklan tanah dijual di daerah Jalan Kaliurang KM 5, artinya, tanah ini masih di tengah-tengah daerah terpadat dan tersibuk di Yogyakarta. Harga per meternya adalah 8.5 juta rupiah, itu masih bisa dinego. Luas tanah hampir 400 meter persegi. Kalian butuh uang sekitar 3 miliar jika tidak menego harga tanahnya.
Makin dekat dengan pusat keramaian, atau kampus, biasanya harga tanah memang mahal. Itu hukum yang jelas terjadi di mana saja, tak eksklusif di Jogja. Hanya saja, hingga ke pelosok pun, harga tanah tak serta merta jadi begitu murah. Harga rumah di Jogja pun jadi ikutan naik. Rumah di Sewon Bantul tersebut bisa jadi salah satu contoh ada properti yang masuk akal, tapi selain itu, kebanyakan sudah tak tersentuh lagi harganya, bahkan oleh kelas menengah.
Saya lalu bertanya (17/06/2024) ke Prabu (32), marketing Arfatama, penyedia jasa bangun rumah di Jogja, dan kebetulan ayahnya dulu sempat terjun di bisnis jual beli tanah pada era 2000-an, apa yang menyebabkan orang-orang berani mematok harga setinggi itu.
Penyebab harga rumah di Jogja begitu tinggi
“Kalau tidak salah, tanah rumah saya ini (di daerah Gunung Sempu) pada 2009 belum sampai 1 juta per meter. Total sama bangun rumah sekitar 180 juta untuk luas tanah 100 m. Di selatan rumah dulu juga ada tanah bapak saya. Sekitar 80 meteran dulu beli 50 juta waktu 2010an. Baru ditinggal 2 minggu, belum lunas juga, sudah ditawar jadi 75 juta.”
Prabu menceritakan seperti apa kencangnya transaksi jual beli rumah dan tanah di Jogja pada saat itu. Tanah belum lunas, sudah ditawar orang. Akhirnya, ayahnya melakukan hal yang sama: beli tanah, jual. Dan itu semua laku cepat.
Saya lalu coba bertanya, apakah harga rumah di Jogja bisa menggila karena harga berapa pun yang dipatok, akan ada yang beli?
“Wah panjang ini. Jadi dari pengamatanku dan bapakku, kenaikan properti memang diawali dari berapa pun harga tanah di Jogja, pasti ada yang beli. terlebih untuk tanah-tanah potensial seperti Kasihan, yang (potensinya) ke arah villa sama kos-kosan. Cuma dampak berikutnya, gara-gara ada 1-2 tanah yang terjual dengan harga tinggi, yang kita juga nggak tahu itu sebenernya apakah ada proses di balik layar, harga tanah di sekitarnya ikut dijual dengan harga yang sama.”
“Akibatnya, banyak banget tanah di Jogja, bahkan di daerah yang aksesnya sulit, airnya kurang, ikut ugal-ugalan harganya. Kalau beruntung, ya terbeli. Dan harga tanah di sekitarnya ikutan naik.”
Setelah itu, Prabu menjelaskan kalau praktik tersebut tak selalu berdampak positif. Banyak tanah mangkrak tak terjual karena harganya kelewat tinggi. Jika mau diturunkan, mereka telanjur beli tanahnya dengan harga yang tinggi. Itu juga berlaku pada rumah dan kos-kosan yang akhirnya tak diminati, meski dibeli kelewat tinggi.
“2011 adalah masa naik gila-gilaan, perputarannya dalam itungan minggu. Nah, 2015 baru stagnan soalnya udah mulai kelihatan mana kos-kosan yang nggak diminati, serta villa yang nggak laku.”
Bukan apa bisa, tapi apa boleh?
Saya bertanya ke Prabu, kalau caranya kayak gini, apakah bisa orang Jogja asli hidup di kota kelahirannya sendiri, mengingat harga rumah di Jogja sudah tak masuk akal.
“Kalau bicara angan. Pastinya saya ingin beli rumah di Jogja. Tapi ketika dibenturkan dengan realitas, kok mustahil ya? Harga properti terus naik, bahkan untuk daerah paling pelosok.”
Prabu mengkritik tidak ada upaya untuk menangani kacaunya harga properti ini. Baik lewat intervensi, kontrol harga, atau upaya jangka panjang seperti memberi pengupahan yang lebih baik pada pekerja di Jogja. Prabu berkata hampir sulit untuk warga berupaya sendiri. Dia mencontohkan misal menabung untuk beli tanah atau rumah di pelosok, baginya ini upaya yang sia-sia sebab dengan minimnya fasilitas umum, sama saja ujungnya rugi sendiri.
“Pada akhirnya saya tidak berpikir apakah orang Jogja harus atau tidak untuk beli rumah di Jogja. Tapi apa boleh orang Jogja punya properti di tanah tumpah darahnya?”, ungkap Prabu.
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA 5 Rahasia Beli Tanah dan Bangun Rumah di Jogja sebelum Umur 30 Tahun
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.