Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal

Urip nDeso Melawan Warisan Orde Baru, dari Ladang hingga Meja Makan

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
4 Januari 2023
A A
Beranda Liputan Geliat Warga
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Resah karena anak muda meninggalkan pertanian

Dalam sesi literasi pangan dan refleksi ini, Mbak Diah berulang kali mengungkapkan keresahannya dengan kondisi sebagian besar pertanian di Indonesia. Selain menyoroti maraknya penggunaan pupuk kimia dan ketergantungan masyarakat terhadap beras, beliau juga menyoroti rendahnya minat generasi muda di bidang pertanian.

Pakde Baning membawa peserta Urip nDeso ke lahan pertanian di Wintaos. (Jevi Adhi Nugraha/Mojok.co)
Pakde Baning membawa peserta Urip nDeso ke lahan pertanian di Wintaos. (Jevi Adhi Nugraha/Mojok.co)

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2011, ada 29,18 persen pemuda yang bekerja di sektor pertanian. Angka ini dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Bahkan, tahun 2021 jumlahnya merosot tajam menjadi 19,18 persen.

Menurut Mbak Diah, rendahnya minat kawula muda di sektor pertanian ini disebabkan beberapa hal, salah satunya anggapan bahwa petani kurang bergengsi dan tidak memberi imbalan memadai. Di era postmodern seperti sekarang, profesi petani semakin dipandang tidak menjanjikan. Hal ini akibat dari subkultur di era digital, kepercayaan diri yang cenderung menurun, dan kurangnya literasi pangan.

“Agar anak muda tertarik dengan masalah pertanian, SP memfasilitasi mereka agar mau belajar langsung kepada para petani lokal. Dengan mengikuti ritme harian para petani, besar harapan mereka akan semakin paham persoalan-persoalan yang dihadapi petani dan menyerap ilmu tetanen di Dusun Wintaos. Ya, semoga anak-anak muda ini nantinya mau “insyaf” dan percaya diri  mempraktikkan sendiri di kampung masing-masing,” ujar Mbak Diah.

Sejak berdiri belasan tahun lalu, Sekolah Pagesangan konsisten berfokus pada program kedaulatan pangan dan pemberdayaan warga sekitar. Tidak hanya melibatkan banyak kaum perempuan dalam berbagai kegiatan, SP juga merangkul serta mendorong anak-anak di Dusun Wintaos agar terus berkembang.

Mbak Diah mengungkapkan, tujuan mendirikan SP awalnya memang untuk pendidikan anak. Banyaknya potensi warga di bidang pertanian dan pengelolaan pangan, membuat perempuan kelahiran Madiun ini, sekitar tahun 2008 silam hatinya tergerak untuk ikut menginisiasi serta mengawal lahirnya Sekolah Pagesangan di Dusun Wintaos. Sebelumnya, sekolah kontekstual ini bernama Sumbu Panguripan, dengan beberapa pertimbangan, akhirnya sekitar tahun 2013 diubah menjadi Sekolah Pagesangan.

Baca Juga:

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025

Untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar, beliau juga mendirikan perpustakaan atau yang lebih dikenal oleh warga sekitar dengan Gubuk Baca (Guba). Yang mana setiap sore atau saat hari libur sekolah, biasanya puluhan anak di Dusun Wintaos aktif mengikuti kegiatan baca buku dan praktik sinau tetanen (belajar pertanian).

Berbeda dengan sekolah formal pada umumnya, Mbak Diah menjelaskan bahwa metode yang digunakan di SP yaitu pembelajaran berbasis persoalan. Sederhananya, materi yang diangkat sesuai kebutuhan peserta didik. Sehingga anak-anak di Dusun Wintaos bisa merumuskan dan memecahkan masalahnya secara mandiri.

Setelah beberapa tahun berjalan, SP semakin berkembang dan melibatkan banyak pihak, terutama kaum perempuan. Antusiasme ibu-ibu dirasakan betul oleh Mbak Diah. Banyak dari mereka yang akhirnya aktif berkontribusi dalam program kedaulatan pangan, sehingga menciptakan Kelompok Pawon Pagesangan dan Kelompok Pengolah Pangan, yang akhirnya menghasilkan produk hasil olahan pangan lokal bernilai ekonomis.

“Intinya, kita ingin menguatkan sistem pangan yang ada di sini. Adanya gubuk baca, program Urip nDeso, dan semua kegiatan belajar-mengajar di SP, selain sebagai sarana belajar bersama, tapi juga untuk meningkatkan kepercayaan diri masyarakat terhadap nilai-nilai pertanian yang sudah dianut sejak lama. Masyarakat di sini kan memang pada dasarnya punya karakter etos kerja tinggi, jadi tinggal kita asah saja,” tutur Mbak Diah.

Peserta Urip Ndeso di Sekolah Pagesangan belajar membuat tempe.
Peserta Urip nDeso di Sekolah Pagesangan, Wintaos belajar membuat tempe.

Karakter dan kebiasaan baik inilah yang coba dipertahankan oleh Mbak Diah agar tetap lestari dan terus ditularkan kepada generasi muda.  Gegap-gempita era modernitas memang tidak bisa dihindari, tetapi nilai dan spirit sistem pangan di Desa Wintaos akan terus diupayakan dan diterapkan dalam laku kehidupan sehari-hari.

“Adanya program Urip nDeso ini, akhirnya semua bisa belajar, to. Nggak cuma peserta, tapi juga warga sekitar. Bagaimana masyarakat menyikapi dan menghadapi orang baru, menjalin komunikasi, serta menyerap ilmu-ilmu yang baik dari luar. Sehingga masyarakat tetap bisa belajar hal baru di era modern tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur yang ada di dusun ini, terutama perihal sistem pangan,” ungkapnya.

Sinau tetanen untuk krisis pangan

Salah seorang peserta, Rifki Sanahdi (27), tertarik mengikuti program Urip nDeso karena ingin melihat seberapa besar sebenarnya dampak revolusi hijau terhadap sistem pangan hari ini. Pria asal Sumbawa, NTB, yang saat ini aktif di Rumah Baca Komunitas Yogyakarta, ini juga mengaku resah dengan penggunaan pupuk kimia yang semakin masif dilakukan oleh sebagian besar petani di Indonesia. Sebab, Rifki sadar betul bahwa hal tersebut berpotensi merusak tanah dan membebani para petani.

“Ada banyak pengalaman baru yang saya dapatkan selama mengikuti kegiatan Urip nDeso. Ya, kayak terlibat langsung dalam pembuatan pupuk alami, terus juga ikut tata cara penanaman juga. Bagi saya itu sangat menarik dan menyenangkan,” ungkap Rifki.

Iklan

Adanya kegiatan Urip nDeso, juga membuat Rifki mengaku lebih bisa menghargai makanan. Selama mengikuti proses menanam, memupuk, hingga mengolah pangan di SP, semakin membuatnya sadar bahwa pola pertanian warga Wintaos adalah sistem yang bisa mendekatkan diri dengan lingkungan.

“Saya memandang bahwa ternyata makanan bukan lagi suatu komoditas, tetapi itu adalah sesuatu yang hidup. Jadi, saya kayak merasa punya tanggung jawab untuk merawat dan menjaga anugerah dari Tuhan yang dikasih ke kita ini,” tutur pria lulusan The University of Queensland tersebut.

Menurut Rifki, pesucen (lumbung pangan) yang dimiliki mayoritas warga di Desa Wintaos juga menjadi bukti bahwa mereka memiliki manajemen pangan yang baik. Hal ini semakin menegaskan ada kemerdekaan pangan yang sudah berlangsung cukup lama di ujung selatan Gunungkidul ini.

Kegiatan ini benar-benar mampu merefleksikan apa itu sustainable development, karena bisa langsung praktik sinau tetanen dengan warga lokal. Di mana daerah yang notabene acap dianggap gersang, tetapi punya sistem pertanian yang “visioner” dan bahkan bisa menjadi solusi ketika terjadi krisis pangan.

“Peran perempuan di Dusun Wintaos juga sangat luar biasa dalam bekerja dan menjaga lingkungan. Meski sering dianggap rentan dan lain sebagainya sama negara barat, tapi buktinya perempuan di sini nggak seperti itu. Selama mengikuti program Urip nDeso, saya melihat perempuan benar-benar kuat dan mandiri,” ujar Rifki di sela-sela diskusi.

Empat hari di Dusun Wintaos membuat hati dan pikiran saya penuh. Sepanjang perjalanan pulang, saya melihat puluhan kunang-kunang terbang mengelilingi rumah-rumah warga di Dusun Wintaos. Bukan hanya tanda bahwa kampung ini masih alami dan asri, tetapi kunang-kunang ini saya kira juga menjadi simbol ada harapan baru di balik senyum manis anak-anak di kaki bukit ini. Semoga.

Reporter: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Pariwisata Untuk Kesejahteraan Rakyat Gunungkidul? Kenapa Bukan Pertaniannya Dulu Sih?

Halaman 2 dari 2
Prev12
Tags: orbaOrde Barupangansekolah pagesanganurip ndeso
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

Artikel Terkait

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Rahasia di Balik “Chindo Pelit” Sebagai Kecerdasan Finansial MOJOK.CO
Esai

Membongkar Stigma “Chindo Pelit” yang Sebetulnya Berbahaya dan Menimbulkan Prasangka

29 Oktober 2025
Sejarah Indonesia Berisi Kekerasan dan Negara Paksa Kita Lupa MOJOK.CO
Esai

Sejarah Indonesia Berisi Luka yang Diwariskan dan Negara Memaksa Kita untuk Melupakan Jejak kekerasan itu

30 September 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
kios jalan perwakilan mojok.co

Pedagang Nekat Jualan, Pemkot Jogja Segel Kios Jalan Perwakilan

Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.