Menunda napak tilas karena mental pedagang perlu dipersiapkan
Sejatinya, acara ini akan berlanjut dengan napak tilas menuju lapak-lapak bekas PKL di sepanjang lorong Jalan Malioboro. Sampai Selasa (8/2) malam, kabar mengenai agenda itu masih terdengar. Bahkan di banner acara masih tertulis “Napak Tilas”.
Namun, panitia acara memutuskan untuk menunda agenda itu sampai waktu yang belum pasti. Sinta Septiani (25) seorang pengurus acara, sekaligus anak dari mantan PKL Malioboro, menerangkan bahwa kondisi mental pedagang jadi salah satu pertimbangannya.
Sinta mengaku saat ini masih banyak pedagang yang mengalami tekanan mental. Meski relokasi sudah setahun berlalu.
“Ibu saya contohnya. Bahkan kami itu sangat menghindari lewat area bekas tempat jualan dulu,” ujarnya.
“Ibu bisa nangis kalau lewat titik itu. Tekanannya masih terasa sampai sekarang,” sambungnya.
Ia bercerita, tiga bulan awal pasca-relokasi, sang ibu yang kini berusia 55 tahun itu sempat mogok berjualan. Ia belum mau berjualan di Teras Malioboro 2 karena merasakan kesedihan yang mendalam.
“Saat itu, sempat saya bawa ke psikolog juga. Puluhan tahun berjualan, ibu tidak rela, butuh waktu. Saya coba kuatkan, coba buat optimis,” curhatnya.
Sang ibu yang juga berada di antara kerumunan pedagang yang menghadiri acara, sudah berdagang di Malioboro sejak usia 17 tahun. Lapak di lorong itu merupakan warisan sejak generasi orang tua dari ibu Sinta.
“Perubahannya begitu terasa signifikan untuk para pedagang,” ujarnya. Sinta juga menyayangkan pemerintah yang tidak memberikan bantuan dana jaminan hidup pada pedagang pasca-relokasi. Padahal, pedagang masih tertatih-tatih di tengah sepinya pembeli.
Harapan para pedagang
Di antara pedagang yang menghadiri acara, Umin Wahyuningsih (47) sedari tadi berteriak paling lantang. Ia berdiri di samping kerumunan. Sorot matanya serius menatap para tokoh yang naik di atas panggung.
“Perjuangkan,” teriaknya lantang.
Di balik semangatnya, nadanya lemas saat menceritakan dagangannya yang sepi. Ia berujar bahwa kadang, di akhir pekan saja, ia hanya bisa menjual satu sampai dua biji daster.
“Itu saja sudah syukur sekali. Pecah telur. Kalau pulang itu teman-teman bercanda suruh hati-hati bawa telurnya. Maksudnya, uang hasil jualan yang sedikit itu,” ujarnya disusul tawa getir.
Setahun menjelang relokasi kedua, Umin berharap pihak terkait bisa memberikan perhatian lebih. Setahun ini buatnya adalah masa penting untuk menabung. Mengingat tempat relokasi yang nantinya mereka tempati belum tentu strategis.
Sebelumnya, Sri Sultan HB X telah menyampaikan rencana terkait relokasi pada 2024 mendatang. Pemda DIY telah menyiapkan dua lahan, pertama 2000 meter persegi di utara Teras Malioboro 1 dan 3500 meter persegi di daerah Ketandan.
“Sebenarnya, lokasi itu, agak sedikit lebih masuk dan tertutup. Jauh dari keramaian. Harapannya semoga kami bisa direlokasi ke tempat yang lebih strategis,” harapnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Setahun Relokasi PKL Malioboro, Ini Pesan Sultan untuk Pedagang dan liputan menarik lainnya di rubrik Liputan.