PO Bagong, Bus Malang yang Merambah Angkutan Tambang dan Rute Antarnegara

Ilustrasi PO Bagong, Bus Penguasa Malang Raya yang Merambah Angkutan Tambang dan Rute Antarnegara. (Efa Fansuri/Mojok.co)

Perusahaan Otobus (PO) Bagong ibarat legenda hidup transportasi di Jawa Timur. Berdiri pada 1994, Bus Bagong telah menemani masa kecil, masa sulit, dan hari-hari tanpa pilihan penumpangnya.

PO Bagong juga jenis perusahaan yang tidak hanya menggeluti satu lini bisnis transportasi. Perusahaan yang berpusat di Malang ini juga melayani transportasi di dunia pertambangan di Indonesia. Bahkan melayani perjalanan antarnegara.

***

PO Bagong, juru selamat mahasiswa skripsi

Mual, kesal, dan sebal harus dijalani demi sampai di tempat tujuan. Di atas bus Bagong tanpa AC yang telah beroperasi sejak 1994, Dian (23) hanya ingin sampai di Jombang dengan selamat.

Setahun belakangan, Dian harus bolak balik Jombang-Malang untuk bimbingan skripsi di kampusnya Universitas Brawijaya. Satu dan lain alasan membuatnya menetapkan pilihan untuk tak ngekos, PO Bagong lah yang setia menemani perjalanan bolak-balik itu bagai juru selamat.

Dosen pembimbingku nggak mau lihat skripsiku dalam bentuk soft file, maunya langsung. Pokoknya selama itu bolak-balik Jombang-Malang cuma ngurus skripsi,” ujarnya.

Tak ada pilihan lebih baik, sebab kalau harus pulang dengan kereta api pasti memakan waktu tiga kali lipat. Naik kendaraan pribadi juga bisa tapi itu bukan pilihan buat Dian.

“Aku tiap ke Malang naik Bagong. Kita warga Kediri dan Jombang nggak ada pilihan lain. Kereta ke Jombang nggak ada yang 2 jam, adanya yang 8 jam. Kita kudu mutar lewat Blitar,” kata Dian.

Alasan berikutnya, karena di Terminal Landungsari Malang tak ada PO lain. Nggak ada saingan, menurut Dian inilah yang semakin membuat dirinya tak punya pilihan. Sehingga mau tak mau Bagong jadi juru selamat mahasiswa skripsi seperti dirinya.

Tanpa AC dan bau ketek

Biasanya Dian mengambil jadwal jam 5 pagi agar tak kesiangan sampai di Malang. Kemudian pulang dengan bus yang sama sekitar jam 3 sore. Ia hafal betul macam-macam wewangian yang menyerbu hidung apalagi kalau sudah jam-jam sore.

“Masih oke kalau pagi tapi kalau siang nggak oke. Bau ketek astaghfirullah, bau keringat orang-orang,” katanya tertawa.

Bus Bagong di Terminal Bus Landungsari, Malang. MOJOK.CO
Bus Bagong di Terminal Bus Landungsari, Malang. (Ussy Sara Salim/Mojok.co)

Narasumber lain, Aurel (21) merawat ingatannya sewaktu naik Bagong saat SD dulu. Naik rute dari Blitar ke Malang. Ia terlebih dulu bertanya bagaimana ekspektasi saya terhadap bus ini. Ia lalu menjawab sendiri pertanyaan itu dengan jawaban yang membuat saya tertawa.

“Bau ketek,” kata Aurel membuka percakapan soal kenangan bersama PO Bagong.

Menurut Aurel, Bagong memang diperuntukkan untuk penglaju yang bekerja atau berkegiatan sehari-hari antar kota. Jadi tidak heran kalau di jam-jam siang ke sore, aroma keringat para pekerja keras ini bercampur jadi satu menghasilkan bau ketek.

Kalau soal AC baik Dian maupun Aurel tidak terlalu masalah. Keduanya maklum namanya bus ekonomi dengan tarif mulai Rp15 ribu-50 ribu.

“Kalau soal ada AC atau nggak, aku nggak bisa komentar juga karena bus Bagong ini kan ekonomi. Walau nggak ada ac tapi masih ada jendela yang di atap. Itu selalu dibuka, kok,” terang Dian.

Dempet-dempetan dan sedikit ugal-ugalan

Transaksi karcis biasanya terjadi di atas bus. Selama masih ada penumpang yang mau naik, Bagong dengan senang hati mengangkutnya.

Bersama Bagong, ketiga narasumber ini juga merasakan sensasi ugal-ugalan supir karena mereka tak lewat jalan tol. Sederhananya, mereka mengaspal di jalan yang berkelok-kelok dan kadang lewat jalan di sisi tebing dan jurang.

Milla (23), orang Malang asli menceritakan pengalaman tak terlupakan naik Bagong, “Selama yang aku ingat ya ugal-ugalan, panas tidak ber-ac, dan sempit-sempitan rawan copet. Kadang kapasitas kursi dua orang dipakai untuk bertiga,” ujarnya.

Ia pernah naik Bagong jurusan Pakisaji (Kabupaten Malang) ke Sumberpucung (Kabupaten Malang), dengan Rp15 ribu ia sudah bisa sampai di tujuan walau harus sering-sering istighfar.

Begitupun ingatan Aurel yang dulu hampir tiap minggu naik Bagong. Meski tempat duduk sudah penuh, lorongnya masih dipakai meski penumpang harus rela berdiri.

“Pegangannya ya kursi samping, makanya jadi dempet-dempetan, pantat ketemu muka, atau depan-depanan, dan terasa bau keteknya,” kata Aurel.

Momen paling tak terlupakan bagi narasumber lain, Dian, justru saat melewati jalan menurun. Terbayang bagaimana sesaknya apalagi kalau naik di jam pulang kerja.

“Biasanya kalau turunnya di penurunan yang dekat Landungsari Batu, atau dari Terminal Batu ke Pujon gitu banyak yang berdiri. Momen mengerikan sih itu, karena muka kita udah ke pantat sama tas orang dan nggak bisa napas. Sumpah itu sesak banget rasanya,” terangnya.

Antara kenangan masa kecil dan tak ada pilihan

Boleh jadi hubungan Bagong dan sebagian penumpangnya bagai love-hate relationship. Meski ada keluhan bau ketek, terlalu berdesakan, dan ugal, nyatanya Bagong tetap eksis puluhan tahun di jalanan Jawa Timur.

Salah satu Bus Bagong di Terminal Landungsari. Jadi andalan warga Malang. (Ussy Sara Salim/Mojok.co)

Kenangan berkesan Aurel dengan orangtua di masa kecil erat hubungannya dengan Bagong yang ia naiki tiap minggu sekitar tahun 2014. Saat itu salah satu keluarganya dirawat lama di salah satu rumah sakit Malang dan ia datang menjenguk dari Blitar.

Saya bertanya kenapa Bagong? Ia bilang karena lebih ringkas dan mudah. Ia bisa memberhentikan Bagong tepat di gang depan rumah. Kebetulan rumahnya dekat dengan jalan raya yang menjadi lalu lintas kendaraan.

“Lebih fleksibel naik bus. Kalau naik bus tinggal ke depan gang dan nggak ribet” katanya. Apalagi di kala itu kereta api sama tak menguntungkannya dari segi kenyamanan. Belum lagi harus pesan ke loket langsung.

Di sisi lain, Milla memilih naik Bagong karena tak ada pilihan. “Adanya itu,” kata Milla singkat seraya tertawa saat saya tanya alasan naik Bagong.

Ia pun tak memungkiri Bagong memang eksis. Konon neneknya adalah penumpang setia Bagong sebelum dirinya lahir.

Ketersediaan jadwal dan banyaknya armada barangkali upaya Bagong agar tetap jadi pilihan di hati orang Jawa Timur. Adanya Bagong adalah juru selamat bagi Dian, walau bau ketek dan kadang tak ada ac, menurutnya masih manusiawi.

“Lumayan manusiawi. Sebenarnya memang lebih enak naik kereta api tapi lebih efisien naik bus Bagong ini walau harus melewati jalan berkelok-kelok dan bikin perut mual kalau belum terbiasa,” terang Dian.

Sebagai pengguna aktif, Dian cuma berharap agar PO Bagong lebih memerhatikan kapasitas bus dengan tak menambah penumpang padahal sudah penuh.

“Sesuaikan sama kapasitas bus itu harusnya diisi berapa orang, Jangan asal masukin, sesak,” pungkasnya.

Tak seburuk yang dibayangkan

Milla pernah naik Bagong di trayek berbeda. Kalau cerita di atas adalah pengalamannya naik Bagong dari Pakisaji ke Sumberpucung, maka lain lagi sensasi naik Bagong Malang ke Surabaya.

“Kalau yang Surabaya-Malang sih karena lewat tol jadi aku merasa aman-aman aja, kalau Pakisaji-Sumberpucung nggak usah ditanya lah,” katanya.

Armada bus dari kedua rute ini memiliki fasilitas berbeda. PO Bagong Malang-Surabaya sudah pakai AC dan kursi penumpang tak dipaksa penuh.
Pada armada antar kota, penumpang bisa naik armada non ekonomi dan ekonomi. Tarifnya pun beragam tergantung tujuan, yang jelas Jawa Timur adalah wilayah operasinya.

“Kalau dibilang nggak enak sihh nggak juga ya. Karena kalau kamu beruntung, kamu bisa dapat yang pakai AC tapi jangan harap bakalan wangi kayak bus pariwisata sekelas Restu dan Handoyo. Karena yang naik pedagang, orang pulang kerja, mahasiswa, dan siswa,” ujar Dian.

PO Bagong merambah rute antarnegara

PO Bagong memang sudah mengaspal 29 tahun. Berdiri di tahun 1994 sebagai angkutan kota dalam provinsi, Bagong melebarkan sayap. Di tahun 1998, perusahaan ini mulai melayani angkutan bus 4×4 untuk perusahaan tambang di berbagai daerah di Indonesia. 

Kini PO Bagong bahkan melayani rute antarnegara, yaitu rute Kupang di NTT ke Dili di Timor Timur. Tidak hanya itu, bus Bagong juga melayani jasa bus pariwisata, hingga manhauller. 

Saya berkunjung ke Terminal Landungsari atau juga orang menyebutnya dengan Terminal Tlogomas, di Kabupaten Malang. Tujuan saya untuk melihat langsung operator PO Bagong di Terminal Landungsari. Bukan tipe terminal yang besar karena Landungsari tergolong tipe B yang secara kapasitas dan layanan tidak sebesar terminal lain di Malang terutama Terminal Arjosari yang masuk kategori A. 

Namun, terminal ini menjadi salah satu saksi perjalanan PO Bagong yang didirikan oleh Heri Susilo pada 1994. Di Terminal ini, PO Bagong tak memiliki saingan alias sebagai satu-satunya penguasa terminal. 

Ivan (35) selaku pengawas menceritakan naik turunnya PO legendaris ini, khususnya di Terminal Landungsari. “Sekitar tahun 2016-2017 mungkin ada 1000 unit (keseluruhan),” ujarnya.

Terkait keluhan penumpang

Saat bertanya soal keluhan penumpang. Ivan selaku pengawas dan staf di Landungsari memang tak memungkiri. Baginya itu sudah bagian dari pekerjaan selaku transportasi publik.

Perihal ugal-ugalan di jalan, menurut Ivan sifatnya subjektif. “Kadang ada orang yang nggak pernah naik bus, lalu naik dan kondisi selap-selip, pasti sudah dicap ugal. Kalau sudah sering naik bus, mungkin terlihat lebih wajar,” ujarnya.

Lalu mengenai keluhan kapasitas. Ivan menerangkan di sinilah letak perbedaan fasilitas ekonomi dan non ekonomi. Untuk bus ekonomi memang bisa kadang penumpang di luar kapasitas.

Ekonomi kapasita bisa melebihi, itu wajar,” pungkasnya,

Kemudian perihal AC yang kadang nyala kadang tidak. Ivan menjelaskan sesuai peraturan harusnya menyala.

“Terkait AC itu sebenarnya fasilitas dasar yang seharusnya ada. Cuma kadang ada oknum yang nggak menyalakan karena ingin menghemat bahan bakar. Kalau dapat laporan seperti itu, pasti saya tegur,” katanya. Jelasnya dari pihak Bagong terkhusus di Terminal Landungsari masih terus mengupayakan peremajaan armada untuk kenyamanan penumpang.

Penguasa Terminal Landungsari satu-satunya

Menurut Ivan, sebelum menguasai Terminal Landungsari secara keseluruhan, Bagong sempat berkompetisi dengan Puspa Indah. Namun, di tahun 2017 Bagong berhasil mengakuisisi armada dan trayek Puspa Indah.

Armada Bus Bagong dengan mesin Hino jurusan Malang Surabaya dengan tarik biasa. (Instagram bagongbis)

Akan tetapi, jalan jadi penguasa satu-satunya tidaklah semudah yang banyak pihak bayangkan. Menurut keterangan Ivan, PO Bagong masuk ke Landungsari di tahun 1998-an. Namun, sempat berhenti beroperasi karena unit ditarik ke Sumbawa karena alasan bisnis. Kembali beroperasi di Landungsari pada 2015 akhir.

“2015 rilis lagi di Landungsari dengan rute Malang-Tuban, Malang-Jombang, dan Kediri yang nonekonomi. 2015 akhir sampai 2017 awal istilahnya masih perang, toh, dengan Puspa Indah. Alhamdulillah sekarang Bagong ekspansi besar,” terang Ivan.

Bagong pun sempat dihantam pandemi dan kesulitan beroperasi di Landungsari. Sekarang masih berupaya bangkit untuk kembali seperti sebelum pandemi menyerang. Kalau dulu di Landungsari bisa menjalankan 50-60 unit, kini hanya setengahnya.

Resep PO Bagong bertahan di tengah persaingan

Perjalanan bertahan Bagong tak sesingkat ceritanya. Ivan membagikan resep bagaimana Bagong bertahan di tengah gempuran persaingan dan kondisi tak menguntungkan.

“Kalau menurut saya sebagai pengawas ada tiga resep: Pertama, kepintaran kecerdasan pimpinan. Kedua, kesehatan keuangan. Ketiga, manajemen yang bagus,” ujarnya.

Meski tak ingin menjawab terang saat dikonfirmasi perihal kesehatan keuangan, Ivan justru memberi petuah lagi, “Kalau kita sehat pasti kuat, makanya slogannya Bagong Jos.”

Ivan memperkirakan Bagong terus jadi penguasa Landungsari karena karena menurutnya sulit untuk operator lain masuk dengan kepadatan jadwal Bagong saat ini. Semenjak mengakuisi, Puspa Indah, rasanya Bagong lebih bebas melenggang terutama di trayek Malang-Jombang dan Malang-Kediri.

Di Landungsari sendiri, Bagong memiliki 64 kali jam keberangkatan ke Jombang dan 30 kali jam keberangkatan ke Kediri.

Selain kebijakan, desain, serta rutenya yang unik, PO bagong juga disebut menjadi salah satu bus dengan armada bus terbanyak. Tak tanggung-tanggung, PO bus ini memiliki lebih dari 1.500 armada yang siap jalan.

Reporter: Ussy Sara Salim
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Mengunjungi Garasi PO Bimo, Bus Pariwisata Tertua di Jogja Klangenan Jenderal Bintang Empat

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version